5. Awal Perubahan

7.9K 380 21
                                    

[Seminggu sebelumnya]

"Papa... Cina tidak melihat kakak di mana pun. Kakak ke mana, Pa?" Alcina bertanya dan menoleh ke Arya yang sedang membaca koran di kamarnya.

Pelayan yang memakai seragam berbeda dari pelayan lain, sedang merapikan rambut Alcina, tapi harus bersabar karena gadis kecil itu tidak bisa duduk tenang.

"Kakak sedang jalan-jalan sama Dillon. Diamlah, kasian Mbak Riri karena harus menyisir ulang rambut Sina." Arya masih fokus pada bacaannya.

"Kenapa hali ini pakai pakaian baguc, Pa? Ada yang mau datang ke lumah ya, Pa? Kakek atau Paman, Pa?" tanya Alcina sambil membalik badan menghadap Arya.

"Kawan Papa. Nanti Sina harus sopan seperti yang Mbak Riri ajarkan selama ini ya, Sayang?"

"Iya, Pa," ujar Alcina dan mulai duduk tenang.

Beberapa jam kemudian...

"Dia pendek." Itu ucapan pertama Alcina saat Arya mengenalkan Okta yang berusia 10 tahun, dengan tinggi badan tidak lebih dari bahu Alcina.

"Hahahaha... putrimu lucu sekali, Ar. Andai aku punya anak perempuan," ujar seorang wanita bersanggul. Ia kemudian berlutut di hadapan Alcina. "Okta terlambat tumbuh, Sayang. Kalau usianya bertambah, nanti dia akan lebih tinggi darimu."

Seorang pria yang berdiri di sebelah Okta juga berjongkok di depan Alcina dan mengelus pipi tembemnya, "Siapa namamu, anak manis?" tanyanya ramah.

"Alcina Calicta Om. Cina anak baik, bukan anak manic. Kalau manic itu ec klim atau gula." Alcina memajukan bibirnya.
Semua yang mendengar dan melihat ekspresi Alcina, ikut tertawa, tidak terkecuali Okta.

"Ya tuhan, dia sangat menggemaskan. Aku ingin membawanya pulang," puji wanita itu.

"Sina, ajak Okta melihat taman, ya? Papa mau bicara sama om Surya dan tante Linda dulu."

"Iya, Pa." Alcina kemudian mencium tangan Linda "Cenang beltemu Tante," ujarnya, lalu mencium tangan Surya "Cenang beltemu Om," tambahnya lalu beralih ke Okta.
Ia mengulurkan tangan. Okta tersenyum dan hendak membalas uluran tangan itu, tapi Alcina malah menarik kembali tangannya. "Cenang beltemu denganmu, Pendek," ujarnya, diakhiri dengan menjulurkan lidah dan berlari keluar rumah.

Okta tersenyum. Ia tidak kesal atau marah sedikit pun. Entahlah, menurutnya Alcina sangat manis dan menggemaskan. Ia kemudian menatap tiga orang dewasa di sebelahnya, yang tertawa geli melihat kelakuan Alcina.

"Aku rasa mereka cocok. Aku ingin Sina jadi menantuku suatu hari nanti," ujar Linda di tengah tawanya.

"Bagaimana menurutmu, Okta? Kau menyukai Sina?" tanya Surya pula pada Okta.

"Ayah bicara apa, sih?" Okta mencoba menutupi wajahnya dengan tangan kiri.

"Hahaha.... dia malu-malu. Jangan menggoda putramu, Surya. Pergilah bermain, Okta." Arya menyentuh pelan tengkuk Okta, isyarat agar dia menyusul Alcina.


***

"Kenapa lama cekali? Kemalilah, Pendek!" Alcina sedang duduk di rumput hijau dengan tangan yang sibuk menyambungkan rumput dan bunga.

Lily  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang