"Udah baikan sama Clark?" tanya Dean yang tiba-tiba sudah duduk disampingnya kirinya dan Reinold disamping kanannya. Alea hanya mengangguk membenarkan.
"Akhirnya rencana Todi berhasil ternyata," lanjut Dean sambil bertepuk tangan kecil layaknya anak kecil yag baru saja diberi hadiah boneka.
"Rencana Todi maksudnya?" Alea penasaran.
Dean mengatur posisi duduknya menghadap kepada Alea untuk menjelaskan. "Sadar ngga sih kalian ini bertengkarnya nyolok banget? Bayangin ya, kalian setiap hari saling nyariin satu sama lain, ketawa bercanda ga jelas, kemana-mana udah kayak lintah, terus tiba-tiba diem selama berbulan-bulan. Tukang sapu kolam aja ngerti kalau kalian lagian berantem. Makanya kemarin Todi sengaja misahin tempat duduk kalian sama kami dipesawat."
Alea mengernyitkan dahi. Tidak mungkin acara jauh-jauhannya dengan Clark sampai separah itu. "Ngaco ah!"
"Bener tahu. Tuh tanya aja sama Reinold kalau enggak percaya," ucap Dean sambil menunjuk kekasihnya dengan isyarat mata. Reinold hanya mengangguk sambil melahap roti dihadapannya saat pandangan Alea jatuh ke Reinold.
"Minggir nggak! Ini tempat dudukku duluan Rei." Clark menginterupsi obrolan mereka.
"Kursinya masih banyak Clark. Lagian udah pewe duduk sini. Kamulah cari tempat duduk lain. Sama aja kan?" balas Reinold yang merasa acara sarapannya terganggu.
Clark menggeleng keras. "Aku tadi duduk sini, aku tinggal ambil minum bentar aja udah disrobot aja. Lagian kan bisa duduk disamping Dean tuh."
"Yaelahh, udah baikan dikit. Malah balik kayak lintah lagi aja ini orang." Reinold berdiri dengan membawa piring berisi roti dan gelas orange jus miliknya dan duduk disamping Dean dengan wajah cemberut.
"Oh iya, tim lain belum ada yang datang ya?" tanya Alea kepada siapapun yang duduk disampingnya.
"Tadi pagi tim dari Kaltim udah dateng, kamar mereka ada dilantai tiga. Kalau timnya Hans dateng siang nanti katanya, bareng sama tim Jakarta," jawab Dean sambil memulai sarapannya.
Hati Alea berdebar ketika mendengar tim Hans akan datang beberapa jam lagi. Alea sangat merindukannya.
"Siang nanti kamu masih bisa luangkan waktu untuk makan siang dengan Hans. Sebelum kita uji coba kolam untuk kedua kalinya. Nanti aku yang bilang coach kalau kita startnya jam 3 sore aja," ucap Clark kepada Alea. Memang tidak mudah mengatakan hal itu. Hatinya terasa nyilu ketika mengatakannya. Tapi ia lebih ingin melihat Alea bahagia.
"Makasih Clark." Alea menggenggam tangan Clark dan tersenyum tanda terima kasih pada sahabatnya.
***
Sudah hampir tiga jam lamanya hati Alea gelisah. Berulang kali ia mondar-mandi di lobi dan sesekali kembali kekamar, bahkan sudah ratusan kali ia mengecek ponselnya sejak Hans mengabarinya akan berangkat ke Makassar. Tapi sampai sekarang belum ada kabar dari Hans.
Alea pun juga sudah berulang kali meneleponnya, namun tidak ada jawaban sama sekali. Entah apa yang membuatnya gelisah kali ini. Biasanya ia selalu bahagia sebelum bertemu dengan Hans.
Entah kegelisahan macam apa yang sedang menyelimuti hatinya saat ini. Entah ia takut apa yang diucapkan Dean adalah kebenaran, atau jika memang iya, mungkin kegelisahannya kali ini adalah bentuk ketidak siapan Alea untuk kehilangan Hans.
Tidak lama setelah Alea melamun di lobi, ia melihat bus rombongan tim Hans memasuki pelataran parkir hotel. Buru-buru Alea bangkit dan keluar menuju pintu hotel untuk menyambut Hans pertama kali. Detik-detik seperti inilah yang membuat Alea bahagia. Menunggu Hans seperti ini ibarat menunggu suami yang baru saja pulang kerja. Membayangkannya saja Alea sangat bahagia.
Satu-persatu anggota tim Hans turun dari Bus dengan membawa peralatan selam. Beberapa orang diantaranya melambaikan tangan kearah Alea. Mata Alea berbinar mencari sosok laki-laki yang ia sayangi, namun yang dilihat Alea bukanlah hal yang ia bayangkan.
Tak lama setelahnya ia melihat Hans turun dari bus dengan senyuman itu. Senyuman khas hingga Alea mampu melihat kedua lesung dipipi Hans. Alea melambaikan tangan kearah Hans, sayangnya laki-laki itu tidak melihatnya.
Bagaikan tersambar petir tepat diatas kepala, ketika Alea melihat Hans mengulurkan tangan pada seseorang dibelakangnya.
Gadis. Hans mengulurkan tangan pada perempuan itu untuk membantunya turun dari bus.
Kegelisahan Alea menderu-deru. Hatinya seolah patah melihat kedekatan Hans dengan Gadis. Sekejap ucapan Dean terngiang berulang kali dikepalanya dan apa yang baru saja ia lihat seolah membenarkan semuanya. Jika memang iya, Alea belum sanggup kehilangan Hans. Atau mungkin tidak akan sanggup.
"Face it, Al! Airmatamy tidak akan mengubah apapun, airmata itu hanya akan membuatmu terlihat lemah. Mungkin kamu akan sakit hati, tapi cobalah untuk terlihat tegar didepan mereka. Buktikan perasaanmu pada Hans jika kamu tidak mau kehilangan dia," ucap Clark ketika Alea membalikkan badan menuju lobi.
"Bukankah aku terlihat bodoh? Mencintai Hans sedalam ini hingga aku begitu mudah rapuh hanya karena hal sepele," ucap Alea getir. Dipelupuk matanya terlihat berkaca-kaca. Ia tidak siap untuk semua alasan yang membuat ia dan Hans berpisah.
Clark menepuk dan mendekap kedua bahu Alea, bahasa tubuh yang mengisyaratkan Alea untuk tegar. "Cinta memang hal yang bodoh, tapi kamu akan terlihat sangat konyol jika kamu kalah sebelum berusaha," ucap Clark sambil mengusap airmata Alea. "Jangan takut jatuh, Al. I always stay behind your back," imbuh Clark meyakinkan.
Clark membalikkan tubuh Alea dan sedikit mendorong Alea pelan untuk berjalan kearah Hans. Mau atau tidak, sanggup atau tidak, Alea harus siap menghadapi kemungkinan terburuk sekalipun. Mungkin ia akan sakit hati, mungkin Alea juga tidak membutuhkan perasaan cinta Clark ketika luka hatinya menganga. Tapi yang bisa ditawarkan oleh Clark hanyalah kehadirannya. Bagaimanapun keadaan Alea.
"Hai, sayang," sapa Alea kepada Hans seceria mungkin. Sekaligus berpura-bura tidak tahu, bahwa baru saja Hans melepaskan genggaman tangannya dengan Gadis ketika Alea menyapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Athletes Love
RomanceAlexis Andrea, kehidupannya berbeda dengan perempuan kebanyakan. Ketika perempuan lain sibuk berbelanja, memanjakan diri ke salon, berlama-lama nongkrong di cafe dengan banyak teman, ia justru menghabiskan waktunya di kolam renang. Membiarkan kulitn...