Bab 34 Tembak aja lah!

1.8K 123 15
                                    

Sinta bukan termasuk tipe orang yang akan berpikir dua kali dalam melakukan sesuatu. Ketika dia ingin, dan menurutnya dia suka, maka dia pasti sudah melakukannya tanpa harus menimang lagi.

Namun sekarang berbeda, bukan hanya dua kali, Sinta bahkan sudah berpikir berkali-kali untuk melakukannya. Sayang, hatinya tetap ragu untuk berkata iya walaupun ingin.

Dalam hati Sinta mencoba untuk berdiskusi kembali dengan dirinya sendiri. Apakah dia benar-benar akan mengikuti saran Siska atau tidak? Apakah dia akan tetap dilema berkepanjangan seperti ini dan akan terus menunggu atau lebih memilih berjuang?

Semua dampak baik dan buruk sudah ia pikirkan sejak kemarin-kemarin. Berbagai perhitungan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti juga sudah tersusun apik dalam benaknya. Pun dengan berbagai opsi lain yang kemungkinan ia butuhkan. Sialnya, keputusan final belum juga dapat ia tetapkan sampai sekarang.

Padahal pilihan yang bisa Sinta pilih hanya dua, antara maju menyerang atau tetap jalan di tempat. Tapi entah kenapa sampai detik ini Sinta masih juga belum selesai menimbang. Seolah timbangan yang ia pakai menunjukkan berat yang sama antar kedua sisinya.

Sinta mencuri pandang lagi untuk yang kesekian kalinya. Lelaki yang sedang duduk bersama segerombolan anak berseragam sama itu nampak asik bergurau walaupun yang lebih sering ia lakukan adalah diam menyimak.

"Sin! Liat bazar, yuk! Keburu abis entar", ajak Vio menginterupsi aktivitas Sinta.

Mereka berlima masih asik duduk di tribun penonton walaupun pertandingan sudah selesai beberapa waktu lalu karena Sinta yang ingin tetap di sini dengan alasan bazar pasti sedang sesak. Yang untungnya dipercaya oleh teman-temannya.

Padahal, alasan terselubung di baliknya adalah agar Sinta bisa curi-curi pandang pada Alden yang masih berada di pinggir lapangan bersama rekan satu timnya.

Tak peduli semenggiyurkan apapun jajanan yang ada di bazar mini sekolahnya, wajah Alden tetap menduduki peringkat pertama kategori sesuatu yang sedap dipandang menurut Sinta.

"Gue males desek-desekan, Vio", kilah Sinta lagi. Ya, walaupun itu tidak sepenuhnya berbohong.

Toh, bazar menjadi tempat teramai saat ini karena jumlah manusia bertambah satu sekolahan.

"Ya tapi kita-kita pada laper, Sin!"

Sinta berdecak karena kalah suara. Keempat temannya ini terlalu ngotot untuk mengajaknya pergi ke tempat dimana banyak makanan berada.

"Gue di sini aja deh, ya? Kalian aja yang kesana"

Akhirnya mereka berempat pun beranjak menjauh meninggalkan Sinta seorang diri.

Tak lama setelah itu, Sinta kembali pada aktivitasnya untuk memandangi wajah sang penyemangat hidup.

Cukup puas Sinta mengisi semangatnya dengan mencuri-ciri pandang pada Alden. Beruntung cowok itu tak menyadari kehadiran Sinta yang cukup jauh.

Kemudian, kehadiran Siska yang secara tiba-tiba duduk di sampingnya membuat Sinta terkesiap.

Gadis itu duduk dengan tangan bersidekap dada tanpa menghadap ke arah Sinta.

"Horror, lo", komentar Sinta menatap sang kembaran.

Tak ada jawaban dari Siska, gadis itu hanya duduk diam dengan matanya yang menyorot ke arah tempat dimana Sinta tadi memandang. Yang kemudian memancing Sinta untuk ikut memandangi keindahan ciptaan Tuhan tersebut.

"Gue ngaku, deh!"

Sinta menyipit melirik Siska di samping kanannya. Memasang tampang heran karena gadis itu yang berucap secara tiba-tiba.

Kembar yang Dikembar-kembarkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang