1

1.1K 158 26
                                    

Aku datang ketika lonceng angin berdenting-denting, mengayunkan kertas yang tergantung di dalam mangkok kaca tipisnya yang terbalik. Semua bening dengan lukisan berbagai bunga. Langit cerah, awan putih berkumpul. Dia sedang duduk di sebuah bangku kayu sendirian, menengadah pada puluhan lonceng yang di langit-langit. Kemudian dia melirik padaku, dan dia beri senyum lembutnya yang kurindukan.

"Kau benar-benar datang di hari keseribumu." katanya.

Aku mendengar suaranya yang selembut dentingan lonceng. Mendamaikan.

.

.

Serenity

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

Serenity: 1. Ketenangan, 2. Ketentraman

Aku adalah seorang Min Yoongi yang hidup dalam ketakutan. Saudara sepupuku mati tertabrak mobil karena aku. Andai saja malam itu aku tak membentaknya di jalan dan membiarkan dia sendirian, dia mungkin tak akan mati dengan cara yang tragis seperti itu. Aku membawa penyesalan yang dalam. Setiap kali kunyalakan korek api aku akan selalu mengingatnya. Dia bukan hantu yang akan muncul ketika selesai tiga kali kunyalakan korek. Dia telah mati dan aku tak akan mungkin dapat menemuinya lagi. Setahun hidup tersiksa dalam bayang-banyangnya, aku memutuskan untuk pindah dari tempat tinggalku—yang tadinya kutinggali bersamanya—ke sebuah kampung di kaki gunung, ke rumah peninggalan nenekku. Orang bilang pindah akan merubah segalanya. Yang kuharapkan waktu itu adalah diriku yang akan terbebas dari rasa bersalah ini.

Lalu aku bertemu dengannya pada suatu sore di sebuah kuil kecil yang tak sengaja kutemukan ketika aku tersesat mencari alamat. Ada jejeran lonceng angin di langit-langit, buat aku menengadah takjub. Aku bukan seseorang yang beragama atau punya kepercayaan, tapi jalanku memang sepertinya sudah disuratkan untuk menemukan kuil itu dan masuk ke dalamnya tanpa aku mengerti kenapa. Aku menjinjing travel bag-ku yang berisi pakaian seadanya, membawa lelah kaki dan haus tenggorokan karena perjalanan yang panjang. Kulihat kuil yang seluruhnya kayu itu sepi. Hanya ada satu orang yang tengah duduk santai di sebuah kursi. Itulah dia. Dari bajunya yang sederhana kuyakin dia warga desa sini.

"Kau pasti sedang mencari alamat."

Pertama kali kudengar suara itu dia membuat aku bingung seketika. Karena kata-katanya.

"Dari mana kau tahu?"

"Tidak ada yang pakai sepatu boots gaya sepertimu di sini. Dari penampilanmu saja aku sudah tahu kau bukan orang kampung." ada hihi di ujung kalimatnya. Dia membuatku menunduk menatap sepatuku sendiri. Benar memang, aku memakai sepatu boots suede yang kubeli dengan gaji kesekianku semasa aku tinggal di Seoul. "Jadi... apa yang bisa kubantu?"

Dia menawarkan diri dengan sopannya sambil berdiri. Pada celana gading gombrangnya dia masukkan tangan ke dalam saku. Sandal, dan kaos panjang tipis hijau pudarnya nampak begitu sederhana. Aku melongo memerhatikan penampilannya.

"Hmm... maaf?" lalu ketika aku sadar dia tengah menatapku dengan matanya yang unik.

"Ah itu... aku mau pergi ke sini." kutunjukkan alamat yang dikirimkan saudaraku lewat pesan singkat dengan menyodorkan ponselku padanya.

"Oohh... aku tahu tempat itu. Tapi aku tak bisa pergi."

Dari sana aku tahu kalau dia adalah penjaga kuil itu. Meski keadaannya sepi dia tetap harus berada di sana. Aku mendengus pasrah. Mungkin memang harus kucari sendiri rumah itu. Kulihat tak ada kebohongan di matanya. Dia tak mengantarku bukan karena dia tak mau. Ada senyum di bibirnya dan dia membuatku merasakan ketenangan jiwa yang lebih selain dari telingaku yag mendengar denting-denting itu.

Serenity [MINYOON FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang