Novel ini adalah karyaku dengan nama pena Harumi Kawaii
Sinopsis :
"Jangan menangis, Keiko. Tetaplah ceria seperti biasanya," ucap Ryuji perlahan.
Lalu ia mengecup lembut kening Keiko.
"Jika nanti aku tidak kembali..."
Keiko tak mau mendengar kelanj...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hiroyuki
Ini mulai menjadi kebiasaan. Sejak awal, Hiroyuki dan Keiko sudah membuat kesepakatan. Tempat favorit Keiko di Heavenly Garden adalah di bawah pohon weeping willow, sedangkan tempat Hiroyuki di bawah pohon sakura. Hampir setiap hari seusai sekolah, keduanya pergi ke bukit belakang sekolah itu.
Mereka tidak pernah datang bersama. Terkadang Keiko datang lebih dulu. Ia mulai senang belajar di bawah pohon weeping willow kesukaannya itu. Baru kemudian Hiroyuki datang menyusul. Sering juga Hiroyuki yang duluan datang.
Jangan dikira walau jarak mereka hanya enam meter, lalu mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol. Tidak. Lebih sering mereka saling terdiam. Sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Keiko mengerjakan tugas-tugas sekolah, sedangkan Hiroyuki sibuk membuat sketsa.
Sempat Keiko berpikir, apakah Hiroyuki tak bosan membuat sketsa setiap hari? Keiko tak pernah melihat anak itu belajar atau mengerjakan tugas sekolah. Di sini, Hiroyuki hanya menggambar.
Terkadang Keiko penasaran sekali ingin melihat apa yang digambar Hiroyuki. Ia pernah diam-diam berjalan memutar ke belakang Hiroyuki dan berusaha mengintip dari balik punggungnya, mencoba melihat apa yang sedang digambar pemuda itu. Tapi belum sempat Keiko melihat, Hiroyuki sudah memergokinya.
Sering juga Keiko berharap sekali saja Hiroyuki lupa meninggalkan buku sketsanya itu, supaya ia bisa mengintip isinya. Tapi Hiroyuki tak pernah lupa, ia selalu membawa buku sketsa itu ke mana pun ia pergi.
"Keiko, boleh aku bertanya sesuatu yang agak pribadi?" tanya Hiroyuki.
Keiko yang sedang asyik menghapal pelajaran biologi, terkejut melihat Hiroyuki sudah duduk di sampingnya. Ini sungguh luar biasa. Entah sudah berapa kali mereka berdua menghabiskan waktu di sini. Selama ini mereka tak saling bicara. Tiba-tiba Hiroyuki menghampirinya dan menegurnya lebih dulu.
Keiko mengangkat wajah, hingga pandangannya lurus menghadap wajah Hiroyuki. Pemuda itu masih saja pelit senyum.
"Apa yang mau kamu tanyakan? Pertanyaan pribadi seperti apa? Ah, wajahmu serius sekali. Doki doki shichatta yo (Aku jadi deg-degan nih)," jawab Keiko sambil tersenyum pura-pura malu.
"Bagaimana perasaanmu sesungguhnya pada Ryuji senpai?" tanya Hiyoruki lagi tanpa basa-basi.
Lagi-lagi Keiko terkejut. Aneh sekali, mengapa Hiroyuki yang selama ini tampak tak peduli padanya kini menanyakan hal semacam itu? Mengapa Hiroyuki ingin tahu bagaimana perasaannya pada Ryuji? Apa pentingnya bagi Hiroyuki?
Keiko memandangi wajah Hiroyuki, seolah ingin membaca maksud tersembunyi dari pertanyaan Hiroyuki tadi. Wajah pemuda itu masih saja tetap tanpa ekspresi.
"Ah, pertanyaanmu aneh sekali. Apa urusanmu dengan perasaanku pada Ryuji senpai?" sahut Keiko akhirnya.
"Kamu nggak perlu menjawab pertanyaanku. Abaikan saja," kata Hiroyuki, ia ingin bangkit berdiri, tapi urung saat Keiko bicara lagi.