Chapter 1 ; Hi, Zadkael !

578 63 38
                                    

Aurina Zalsabila. Seorang gadis yang kala itu masih berusia 17 tahun, karena kondisi neneknya yang semakin memburuk, membuat dirinya harus ikut bersama ayahnya ke Kota Bandung. Setelah satu tahun lamanya terlewati, kondisi neneknya kini mulai membaik. Dia dan ayahnya kini akhirnya kembali ke kota asal mereka dan berkumpul bersama ibu dan kakaknya.

Sinar matahari pagi kala itu menembus masuk melalui kaca jendela kamarnya, Aurina masih terbaring lelap diatas tempat tidur. Sedangkan, di depan kamarnya entah sudah yang berapa kali terdengar ketukan pintu dari ibunya yang terus memanggil.

"Adek! Kamu ini memang sengaja nggak mau ke sekolah, ya!?" teriak ibunya yang terdengar sedikit kesal.

"Hmmm.." ucap Aurina yang hanya membalikan badannya ke kiri dan ke kanan.

"Buka pintunya sekarang, atau mama nggak kasih kamu izin keluar bareng temanmu lagi?"

Mendengar apa yang baru saja dikatakan ibunya, membuat dirinya segera membuka mata secara paksa yang disambut oleh hangatnya mentari pagi.

Aurina sendiri juga baru tersadar bahwa hari ini adalah hari pertamanya di sekolah baru, dan sebagai murid pindahan. Jika dia terlambat masuk ke sekolah, maka hal itu tentu akan menimbulkan kesan yang buruk untuk guru dan temannya nanti.

Dengan rambut yang sedikit berantakan itu, Aurina beranjak berdiri dari tempat tidurnya, membuka pintu kamarnya yang memperlihatkan sosok wanita paruh baya bernama Netta yang kerap ia sapa dengan sebutan-Mama.

"Adek, hari ini jangan sampai telat. Kasihan kakak hari ini punya mata kuliah pagi juga." ucap ibunya.

"Lagian juga jarak sekolah adek nggak jauh, kok!"

"Kamu ini di kasih tau, masih ada aja jawabannya."

Aurina kemudian segera bersiap segera seperti apa yang di perintahkan ibunya. Sesaat setelah gadis itu beranjak, sebuah pintu kamar yang berada tepat di depan kamarnya kini terbuka bahkan sebelum diketuk. Terlihat seorang lelaki tinggi yang berdirih rapih dengan setelan kemeja berwarna biru navy dan tas hitam selempang yang menggantung di bahu kanannya.

Pemilik wajah tampan yang baru saja keluar dari kamar tersebut adalah putra sulungnya Netta, sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan saat itu membuat Sadam melebarkan senyumnya yang merekah hingga nampak giginya.

"Hari ini, kamu ada kegiatan penelitian lagi?" tanya ibunya.

"Ngga ada, Ma. Hari ini cuma ada revisi aja"

"Nah! Adek pulang bareng kamu aja."

Sadam melirik ke arah kamar adiknya, disana belum terlihat tanda kesiapannya untuk berangkat. "Iya. Nanti aku yang jemput." ucapnya.

Sadam menggelengkan kepalanya, wajar saja Aurina sulit dibangunkan sebab ia sendiri tahu bahwa semalam suara dari drama korea yang ditonton adiknya samar-samar terdengar sampai di kamarnya.

Suasana rumah saat ini yang Sadam rindukan, dia segera berjalan menuruni anak tangga menuju dapur. Disana juga terlihat ayahnya, sedang meniup kopi hangat sambil memeriksa beberapa dokumen melalui ponselnya.

Sadam duduk di samping ayahnya dan mengambil roti yang telah diolesi selai strawberry- satunya lagi selai coklat milik Aurina. Kedua saudara tersebut memiliki perbedaan yang menarik. Sadam yang tidak suka dengan coklat dalam bentuk apapun, sedangkan, Aurina sangat tidak suka dengan rasa strawberry yang menurutnya mirip seperti rasa obat.

AURINA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang