Terpaku akan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini membuat Naura tak kunjung bergerak dari tempatnya berdiri. Bisa dikatakan seperti sedang bergulat dengan fikirannya sehingga tak ada minat untuk sekadar bergerak walau sedikit pun.
Hingga tanpa sadar, Rafa telah kembali dan kini sedang berjalan menghampiri Naura. Dan ketika tatapan itu bertemu, dengan spontan Naura menundukkan kepalanya.
Sedang Rafa, justru menarik bibirnya agar terbentuk lengkungan yang sangat manis, membuat siapa saja meleleh saat melihatnya. Ketika dirinya benar-benar sampai di hadapan Naura, Rafa tanpa sengaja menghirup wangi aroma bayi pada rambut Naura.
Tak ingin membuat kekasih palsunya ketakutan terlalu lama, Rafa beralih untuk melewati Naura yang masih menunduk. Namun ketika sampai tepat di samping tubuhnya, Rafa menghentikan langkahnya dan sedikit merapatkan tubuhnya pada Naura kemudian kepalanya sedikit ia tundukkan sehingga sejajar dengan kepala Naura.
Sepesekian detik kemudian, "selamat makan," bisiknya tepat di telinga Naura, kemudian setelahnya ia berlalu tanpa memperdulikan pipi Naura yang sudah memerah.
"Nau!" panggilan itu sontak membuat Naura segera tersadar dan mendongakkan kepalanya pada sumber suara, ternyata Gina yang baru saja memanggilnya. Ia pun buru-buru menghampiri mejanya.
Tanpa menatap ketiga temannya yang sedang tersenyum mengejek padanya, Naura duduk dan langsung mengambil es teh untuk diminumnya.
"Uhuk, uhuk!"
Panik, Alda langsung menepuk punggung Naura.
"Biasa aja, Nau. Bawa santai," kata Lisa seakan paham bahwa Naura sedang kepalang malu serta salah tingkah saat ini.
"Polos banget si, Naura. Jadi gemes deh," gemas Gina yang kini sedang menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Suka banget ngegodain sahabatnya sendiri, nanti kalo dia mati gara-gara keselek gimana?" cibir Alda.
"Gina yang ngajakin ya, Nau. Katanya sebaliknya lo dari sana, kita harus ngeliatin lo biar lo salting gitu," jujur Lisa yang langsung dihadiahi plototan oleh Gina.
"Lemes, dih," kesal Gina. "Maafin ya, Naura sayang, kita 'kan niatnya mau ngehibur lo," alibinya, padahal jelas-jelas ia satu-satunya anak yang paling suka menjahili ketiga sahabatnya itu.
"Berisik deh, mending makan," kata Naura tiba-tiba, dan ketiganya pun menurut.
Seketika fikiran Naura kembali bergulat, pasalnya ia salah mengira tentang Rafa, Rafa tak seburuk yang ia kira. Ketika secara tiba-tiba Rafa mengambil nampan pesanannya, ketika itu pula Naura mengira bahwa Rafa mengambil sesuatu yang bahkan bukan miliknya.
Namun ternyata dugaannya salah, Rafa bukan mau mengambilnya, melainkan ia ingin menolong Naura untuk membawakannya ke meja tempat ia dan ketiga sahabatnya duduk. Tidak ada yang mengira sebelumnya, hingga ketika lagi-lagi Rafa melakukan sesuatu yang membuat bulu kuduk Naura berdiri secara tiba-tiba, apalagi kalau bukan berbisik tepat di telinganya.
"HAYO! KETAUAN 'KAN NGELAMUNIN DOI!" Gina sukses mengagetkan Naura.
Tidak, Gina tidak hanya sukses mengagetkan Naura saja, melainkan ia sukses mengalihkan seluruh sepasang mata yang ada kantin untuk menatap mereka karna suara Gina yang terlalu membahana.
"Eh? Sori sori, kelepasan. Hehe," ucapnya kemudian berhasil membuat mereka kembali pada kegiatannya.
***
Entah berasal darimana, tapi yang jelas Rafa sungguh merasakan hatinya tergelitik saat ini. Ia yakini kini ia memiliki satu hobi baru, yaitu menggoda Naura.
"Sukses ya, bikin cewek-cewek yang lalu lalang pada menjerit karna tingkah tengil lo," cibir Karel saat Rafa baru saja menduduki kursinya.
Menghiraukan ucapan Karel, Rafa mengambil air mineral dan segera meminumnya.
"Cogan bebas, Rel. Nggak usah sirik gitu ah, gue yang sebelas dua belas sama Rafa aja santai," kata Tito dengan wajah songongnya.
"Jempol lo sebelas dua belas!" saut Karel kesal.
"By the way, itu siapa sih yang suaranya kayak toa? Berisik banget," tanya Tito mengalihkan pandangan, sejak Rafa berulah tadi, suara dari sosok itu sepenuhnya menjadi daya tarik Tito karena sangat mengganggu indera pendengarannya.
"Ini lo lagi basa-basi apa gimana, pake ngatain segala. Kalo ternyata lo demen, gue potong ya jempol lo," ujar Karel membuat nyali Tito menciut seketika.
"Kok lo yang sewot? Lo siapanya dia emang? Ha? Bodyguardnya?" ledek Tito.
"Gina."
Sadar akan siapa yang berbicara, Karel dan Tito lantas menoleh secara bersamaan. Matanya meneliti setiap jengkal wajah milik Brian.
Kembali diam, kini Brian hanya menatap balik keduanya dengan satu alis terangkat.
"Kok lo tau?" tanya Tito bingung.
"Doi 'kan pernah sekelas sama mereka berempat," Karel menjelaskan, karna sepertinya Brian lagi-lagi menutup mulutnya.
Lantas Tito membulatkan bibirnya seraya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, kemudian keadaan kembali hening. Karel dan Tito sibuk dengan makanan mereka, sementara Rafa dan Brian sibuk dengan ponselnya.
"Bentar deh, Raf, lo yakin 30 hari itu waktu yang tepat?" tanya Karel tiba-tiba.
"Harus yakin," jawab Rafa pasti, matanya tak lepas dari sosok di ujung sana.
"Ada dorongan apa sih lo sampe nekat gitu?" kini Tito yang bertanya.
"Dorongan hati," balasnya kemudian fokusnya teralihkan oleh layar ponselnya.
Tito lantas menggelengkan kepalanya tak percaya, sementara Karel susah payah menahan tawanya agar tidak meledak. Sosok Rafa memang sulit ditebak, apa yang ia inginkan pasti akan selalu ia raih dengan cara apapun.
"Gue cabut dulu," ujar Rafa tiba-tiba, setelah meneguk setengah botol air mineral, ia lantas berdiri dan menjauh dari ketiganya.
"Pak Edi," ucap Brian seakan menjawab pertanyaan dari Karel dan Tito. Tanpa menunggu lama, ia segera bangkit dan berjalan pergi.
Lantas mengerti keduanya pun ikut bergegas menyusul Brian juga Rafa.
Kepergian mereka secara tak langsung menarik atensi Lisa, matanya bergerak mengikuti pergerakan mereka yang semakin lama semakin menjauh hingga menghilang.
"Lo liatin apa sih, Lis?" tanya Gina heran.
"Itu, geng Rafa baru aja pergi. Kayaknya ada urusan sama Pak Raka lagi deh," jawabnya.
"Pak Raka? Urusan apa?" timpal Alda yang tiba-tiba ikut tertarik dengan pembahasan keduanya.
"Futsal kayaknya, nggak tau juga sih gue. Yang gue denger dari anak-anak sih, Rafa salah satu tipe anak yang bisa dibilang bermasalah di sekolah ini," Lisa mencoba menjelaskan.
Naura yang sejak tadi mendengar tak mampu berkata apapun, ada rasa takut serta gelisah yang seketika menjalar di dalam hatinya. Mungkinkah keputusannya menolong pria itu adalah benar? Selama ini, hidup Naura cukup tenang dan damai, bagaimana jika—
"Nau, nggak usah difikirin!" sentak Gina tiba-tiba membuat lamunan Naura buyar seketika.
"Ha? Apa?" Naura mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Tenang aja, Nau. Mungkin itu cuma kata anak-anak, tapi kita nggak tau kan yang sebenernya gimana. Lagian hubungan kalian cuma sebulan kok, nggak bakal ada apa-apa setelah itu. Inget, Nau di sini pure bantu dia aja jadi nggak usah takut ya," ujar Alda mencoba menenangkan sahabatnya itu.
Naura mencoba mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir Alda, perasaan sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Perkataan Alda juga sepenuhnya benar, Rafa hanya memasuki kehidupannya selama sebulan ini, selebihnya hidup Naura akan kembali seperti sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKER
Teen FictionKehidupan seorang Naura Latisha cukup indah dan tentram, hanya ditemani oleh musik, novel, dan ketiga sahabatnya. Ia bukan tipe siswi yang terkenal dikalangan siswi lainnya, Naura hanya perempuan biasa yang lebih menyukai kesendirian di kelas. Hingg...