15.Rahasia

208 8 0
                                    

Menerima kenyataan memang tak semudah membalikkan telapak tangan,
Jika dirimu tak ikhlas  menerimanya.

🌼🌼🌼

Author POVs

Terik sinar matahari begitu terasa menyengat. Tapi hal itu sudah biasa di jalani oleh seorang gadis yang tengah berjalan kaki itu. Dia selalu sabar menghadapi panasnya siang ini. Dia tidak mengeluh,  malah dia selalu tersenyum setiap melihat ke arah langit. Hari ini memang dia kembali berjalan kaki saat pulang sekolah. Padahal seminggu ke belakang dia selalu menaiki kendaraan bermotor sang pemuda yang tengah di.. Entahlah dia bingung mendefinisikannya. Tapi entah kenapa dia mulai berubah dan tampak cuek terhadap dirinya. Padahal tadi saat bel pulang sudah berbunyi dan murid-muridpun mulai pulang, Arzi—gadis yang sedang berjalan itu—sedang berdiri di depan pintu ruang kelasnya,—menunggu sang pemuda yang mulai selalu mengajaknya pulang bersama dari seminggu lalu—dan pemuda itu berjalan melewatinya tanpa menoleh,  seolah Arzi tak ada di sana.

"Albie!! " panggil Arzi. Pemuda itu pun menoleh dengan ekspresi datar yang tak biasa ia tampakkan di depan Arzi.

Albie tahu kenapa gadis di hadapannya memanggil namanya. Albie tersenyum tipis. "Eh maaf ya Ar, hari ini aku enggak bisa pulang bareng kamu... "

"Oh iya enggak apa-apa." Arzi tersenyum paksa. Dia kecewa padahal dia rela menunggu selama lima belas menit untuk pulang bersama Albie. Ya kelas Arzi keluar tepat saat berbunyi dan kelas Albie masih belum keluar.

Gini ya rasanya menunggu seseorang sekian lama—lima belas menit bukan waktu yang sebentar jika tidak melakukan apapun—kemudian di kecewakan oleh orang yang di tunggu. Sesak.

"Maaf ya. " Albie merasa tak enak terhadap Arzi. Tapi mau bagaimana lagi,  dia harus mulai move on dengan mulai menjauh.

Arzi kembali tersenyum paksa. "Iya, ya udah kalau gitu aku duluan ya. " Setelah mendapat anggukan dari lawan bicaranya,  Arzi pun mulai melangkah meninggalkan tempatnya berdiri dan siap pulang ke rumah.

Arzi tak tahu. Ada yang mengganjal dalam ucapan Albie. Entah apa itu, ia pun tak tahu.

Arzi menyeka keringat yang di pelipisnya dengan ujung kerudung putihnya. Dia kini sudah sampai di depan halaman rumahnya. Arzi berjalan ke samping rumahnya. Dia ingin langsung menuju dapur yang terletak di belakang rumahnya untuk langsung bisa mengobati rasa hausnya.

Arzi sudah mulai memegang knop pintu. Tapi sebelum pintu itu berhasil di bukanya, dia mendengar sesuatu yang membuatnya terkejut.

"Bagaimana Bah, Evi enggak mau kehilangan Arzi. Dia sudah Evi anggap anak kandung Evi. " Suara itu terdengar lirih dan penuh dengan kesedihan. Itu suara ibu,batin Arzi.

Deg.

Tapi kenapa Ibu mengatakan hal itu,  bukankah dia memang anak kandung ibu.  Beberapa pertanyaan mulai berkecamuk di dalam pikiran Arzi.

"Kamu jangan egois dong Vi, biar bagaimanapun ibu kandungnya punya hak untuk membawanya. Abah juga enggak rela Arzi di bawa Vi. " Itu suara Abahnya—ayah dari ibu Arzi.

Apa maksud dari semua ini. Arzi tak mengerti sama sekali. Dia bukan anak kandung ibu? kalau begitu siapa ibu kandungnya.  Kenapa sampai bisa dia di asuh oleh ibu Evi.

Arzi sudah mulai lelah berdebat sendiri.  Tapi dia belum bisa menerima semua ini. Kenyataan yang baru di ketahuinya.

Arzi pun kembali berjalan kearah depan rumahnya. Dia akan berpura-pura tak mendengar hal itu. Ya sampai nanti ibunya menjelaskan sendiri kepada dirinya.

Cinta Pertamaku dan Takdir✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang