Bab 26: Mimpi Buruk

6.3K 1K 277
                                    

"Kak Gastra!"

Gastra membalikkan badannya ketika mendengar suara cempreng itu memanggilnya. Sambil membawa ranjang buah dia menghampiri Irish yang hari ini tampil begitu cantik.

"Irish, jangan terlalu dekat ke sungai," peringatnya sedikit khawatir melihat Irish tersenyum riang melambaikan tangannya ke depan sungai.

Hari ini keluarga mereka mengadakan piknik di bawah kaki gunung, Nenek yang memilihkan tempatnya. Karena menurut Ambar sesekali mereka harus menghirup oksigen yang segar dan udara yang bersih, tidak melulu polusi seperti di Ibukota.

Anggota keluarga yang lain masih berada di villa, beberapa orang telah berkumpul di taman, menggelar tikar dan menata makanan serta minuman. Beberapa kali Gastra dipanggil Ibu untuk menyerahkan keranjang buahnya tapi dia tak mengindahkan sebab Gastra ingin menarik Irish dulu agar menjauhi sungai.

"Kak, sini!" pinta Irish, dia semakin dekat pada pinggir air keruh itu.

Gastra meletakkan barang bawaannya ke bawah pohon lalu berjalan cepat mendekati adiknya yang sangat antusias menyambut wisata alam ini.

Gastra dan Irish selisih usia 4 tahun. Irish masih berusia delapan tahun, dia mempunyai lesung pipi di bawah mata yang membuat dirinya mirip dengan kucing serta rambut hitam panjang yang selalu dikuncir dua. Giginya begitu mungil, selaras dengan hidungnya yang kecil. Menggemaskan, itulah Irish.

"Irish, ayo, kita harus kembali," ajak Gastra mencoba berhati-hati tapi karena jalanan di pinggir sungainya dipenuhi oleh lumut Gastra pun terpeleset dan tidak sengaja mendorong Irish hingga terjerembab. "IRISH!"

Alih-alih menangis, Irish justru tertawa di dalam air sungai. Gaun putih tulang bermotifkan bunga itu kini basah total, sebagian rambutnya juga kuyu. Gastra yang masih terkejut dalam posisinya mau tak mau jadi ikut tertawa melihat Irish memainkan air, dia tidak mau mengganggu kesenangan Irish karenanya dia membiarkan Irish berendam dulu meski para orangtua sudah berdecak menyuruh mereka segera naik.

"Kakak, di sini menyenangkan sekali!" seru Irish memandangi hutan yang ada di seberang sungai dan bayangan gunung. "Kalau Irish sudah besar, kita naik gunung yuk, Kak!"

"Tidak, itu terlalu bahaya untukmu," tolak Gastra segera beranjak. "Sudah, yuk, nanti kamu sakit, Irish,"

Irish cemberut. "Irish tidak akan sakit Kakak. Irish ini kuat," katanya sambil melemparkan air mengenai wajah Gastra. "Kak Gastra langit hari ini sangat cerah,"

Gastra mengusap ujung rambutnya yang terkena air kemudian dia melirik awan yang berarak menghiasi langit. Irish benar. Hari ini cuacanya sangat cerah tapi tidak sampai menyengat kulit.

"Woaah, rasanya Irish ingin terbang ke langit dan tiduran di atas tumpukan awan itu. Kelihatannya empuk!"

"Kasur di rumah kita adalah perwujudan nyata dari awan, Irish."

Irish terkikik geli, dia tidak lagi bete pada Gastra malahan dia mulai menurut untuk segera bangkit tapi saat kakinya berpindah ke samping dan berpijak dia merasa ada benda keras yang sedikit lembek menyentuh kulit telapak kakinya.

"Eh?" Irish melongokkan kepalanya ke bawah, dia penasaran ada apa di sana.

Gastra yang merasa aneh Irish terdiam dengan wajah memucat segera mengulurkan tangan dan sekali lagi menyuruhnya cepat keluar dari dalam air.

Naka's MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang