50

2.2K 80 0
                                    

Malam ini Nathan sedang makan malam dengan papanya. Hanya berdua, Nathan dan Sandy.

"Tumben Vania nggak diajak kesini. Makan malem bareng kita." Tanya Sandy disela sela mengunyah makanan yang ada didalam mulutnya.

"Dia sibuk mungkin pah. Lagi ada kerjaan." Jawab Nathan sambil mengambil gelas disamping piringnya.

"Emangnya kenapa, Pah?" Tanya Nathan bingung dengan papanya.

"Papa sebenernya pengen ngomong sesuatu sama kamu." Titah Sandy. Nathan menatap Sandy serius.

"Apa?"

"Nathan, kamu itukan udah gede. Udah kuliah. Umur kamu jug udah cukup dewasa. Berapa sih umur kamu?" Tutur Sandy sembari bertanya.

"Masih 19 tahun, Pa. Papa kenapa sih kok tiba-tiba ngomong begitu? Ada apa sebenernya?" Heran Nathan pada papanya.

"Papa ini udah tua, Nathan. Emm kamu nggak pengen bikinin papa cucu?" Ujar Sandy sontak membuat Nathan yang sedang mengunyah makanan yang ada dimulutmya terbatuk seketika.

"Kamu kenapa? Sampe batuk begitu? Kaget sama permintaan papa ini?" Tanya Sandy sedikit terkekeh melihat anaknya.

"Ma-maksud papa, papa minta Nathan nikah?" Sandy mengangguk ragu sambil meminum air lagi.

"Kalian udah sama sama dewasa. Umur kalian mungkin udah pas untuk menikah. Ya, jika belum siap menikah setidaknya kalian bertunangan dulu." Usul Sandy tidak terburu buru.

"Apa itu nggak keburu, Pa? Nathan sama Vania masih sama sama muda loh. Nathan juga ragu apa Vania udah siap." Pikir Nathan ragu dengan respon Vania nantinya.

"Kan papa tadi udah bilang, setidaknya kalian tunangan dulu. Ikatan tunangan akan mengikat kalian satu sama lain. Jujur, papa masih ragu kalau kalian belum ada ikatan. Papa takut salah satu dari kalian ada yang diambil orang." Jelas Sandy sedikit terkekeh.

Nathan justru sedang berpikir. Baginya itu terlalu cepat sedangkan usianya dan Vania masih cukup muda saat ini. Apa Vania sudah siap kalau gue lamar secepatnya? Batinnya.

Jujur Nathan masih ragu dengan itu. Ia juga belum siap untuk berumah tangga dengan Vania kedepannya. Nathan hanya ingin menikmati masa masa mudanya.

Berpacaran dengan Vania, berduaan menikmati setiap malam minggu, saling melempar gombal dan membuat Vania tersipu malu. Hal itu sudah membuat Nathan bahagia.

Nathan masih ingin menikmati masa masa itu dengan Vania distatus pacaran mereka. Nathan tidak ingin terburu.

"Gimana, Nath?" Tanya Sandy membuyarkan lamunan Nathan.

"Kamu ini ditanya malah melamun." Gerutu Sandy memandang anaknya yang terlihat gugup.

"Gimana? Kamu siap kan?" Ulang Sandy bertanya lagi apakah anaknya siap untuk bertunangan.
Dengan ragu Nathan mengangguk memandangi papanya.

"Nathan akan coba pa. Tapi jangan tuntut Nathan ya, Pah. Nathan bakal berusaha sendiri semampu Nathan." Mohon Nathan pada papanya.

Sandy tersenyum simpul.

"Iya, Nak."

"Yaudah kalau gitu Nathan kekamar dulu ya pah." Titah Nathan lalu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Sandy dimeja makan.

Dikamar, Nathan masih merenungkan ucapan papanya tadi. Ucapan papanya yang meminta dirinya untuk memberikan cucu secepatnya.

Jujur Nathan masih terkejut karena umurnya yang masih cukup muda, begitu juga dengan Vania.

Nathan dan Vania[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang