chapter 4 (new versi)

2.3K 223 15
                                    

Chapter 4:

Arhanitya new versi:

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA.

Gracias.

***
"Teman-teman, mohon yang belum bayar kas, harap bayar ya. Dan yang kemarin tidak piket, harap bayar denda piket." ucap Jeje yang langsung mendapatkan sorakan dari seluruh penghuni XI IPA 3. Tak terkecuali Arhan.

"HUUU BAYAR KAS MULU." sorak Rozan tak terima.

"UANG KAS TUH BUAT KELAS, BUKAN BUAT DIRI SENDIRI. KORUPSI LO!" celetuk Arhan yang sedang membuka kulit kacang.

"TAU NIH! GAK GUNA LO."

"KORUPSI!"

"HUUU."

Dan masih banyak lagi ucapan yang dilontarkan oleh beberapa murid yang ada di kelas XI IPA 3 membuat Jeje melangkahkan kakinya menuju ruang guru.

***
Jeje memasuki ruang guru dengan badan sedikit di bungkukkan, lalu kakinya melangkah menuju meja wali kelasnya yang kebetulan sedang tidak ada kelas untuk mengajar.

"Permisi, bu." ucapan Jeje membuat guru tersebut mengalihkan perhatiannya dari layar handphone.

"Ada apa, Je?" tanyanya dengan mengulas senyum.

"Saya ingin mengundurkan diri menjadi bendahara, bu." ucap Jeje to the point.

Bu Sisca selaku wali kelas 11 IPA 3 sedikit terkejut mendengar ucapan anak muridnya, "kenapa?"

"Saya cape bu, anak-anak susah sekali di tagihnya. Bahkan saya sering sekali dituduh setiap saya menagih." jawabnya dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Siapa yang menuduh kamu?" tanya bu Sisca dengan mengerutkan keningnya.

"Anak laki-laki bu. Terutama Arhan. Karena dia, aku selalu di tuduh anak laki-laki, aku di tuduh memakan uang kas." kali ini Jeje tidak bisa menahan air matanya, membuat bu Sisca memahami apa yang dirasakan oleh anak muridnya.

"Ya sudah, ibu terima keputusan kamu. Tapi..." ucapan bu Sisca terpotong, dirinya seperti sedang berpikir keras.

"Kenapa bu?"

"Siapa yang mau menggantikan kamu? Awal semester, hanya kamu yang ingin menjadi bendahara." jelas bu Sisca membuat Jeje ikut kebingungan.

"Saran saya, Hani cocok jadi bendahara bu. Soalnya dia galak, dan hampir semua anak-anak takut sama dia. Kemungkinan juga semua anak-anak mau membayar uang kas karena sifatnya yang galak." entah kenapa nama Hani terlintas di pikirannya membuat bu Sisca mengangguk setuju.

"Ibu setuju dengan kamu."

***

Pergantian jam pelajaran berbunyi membuat seluruh penghuni XI IPA 3 merebahkan tubuhnya. Masih ada 2 jam pelajaran lagi sebelum akhirnya bel pulang berbunyi.

"Astaga! Baru aja bunyi bel, si ibu udah dateng lagi." Arhan mengurungkan niatnya yang ingin membolos karena tertangkap basah oleh bu Sisca yang sedang berjalan ke kelasnya.

"Selamat siang, anak-anak." sapanya ketika memasuki kelas.

"Siang, buu."

"Anak-anak, karena Jeje sudah mengundurkan diri menjadi bendahara, apakah ada yang bersedia ingin menjadi bendahara?" tanya bu Sisca menatap anak muridnya satu persatu. Guru tersebut tengah memperhatikan wajah anak-anak muridnya yang cocok menjadi bendahara.

Mendengar pertanyaan itu, dengan kompak seluruh penghuni kelas ini menggelengkan kepalanya.

"Ibu mendapatkan laporan, kalian semua susah sekali membayar uang kas. Bahkan dengan teganya kalian menuduh teman sendiri."

"Karena kalian, Jeje mengundurkan dirinya menjadi bendahara. Sebagai gantinya, ibu akan memilih Hani untuk menggantikan Jeje sebagai bendahara."

Tak hanya si pemilik nama yang terkejut, bahkan hampir seluruh murid kelas ini melebarkan kedua bola matanya tak percaya. Pasalnya, Hani memiliki sifat galak membuat mereka tidak bisa lagi menunggak kas.

"Saya gak mau, bu. Kenapa harus saya?" tanya Hani karena tidak terima. Dirinya benar-benar tidak ingin menjadi salah satu organisasi kelas, apalagi menjadi seorang bendahara.

"Ibu tidak menerima penolakan. Kalau kamu tidak mau, ibu kurangi nilai matematika kamu." tegas bu Sisca membuat Hani menghela nafasnya pasrah.

"Ya sudah. Ibu akan membagi 7 kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 6 orang. Tugasnya yaitu menghitung luas dan volume bangun ruang sisi lengkung. Besok harus sudah selesai, ya." jelasnya yang langsung membagikan anggota kelompok.

Ketika bel pulang berbunyi, ke-enam murid kelas XI IPA 3 ini tidak langsung pulang karena mereka akan mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh bu Sisca.

Saat ingin menuju ke parkiran, tiba-tiba perut Hani mules membuat dirinya menarik tangan Latifa yang berada di sebelahnya, "eh, gue ke toilet dulu ya. Kalian duluan aja." tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya, Hani segera melangkahkan kakinya menuju toilet sekolah.

Saat sudah sampai diparkiran, Velly bertanya, "mau kerja kelompok dimana nih?"

"Di rumah Rozan aja, rumahnya deket." usul Raka membuat Rozan menyahut, "jangan di gue."

"Ck." decak Arhan kesal.

"Kerkomnya di gue aja. Rumah gue gak jauh dari sini." ucap cowok itu lalu kakinya menaiki motor sportnya yang berwarna merah.

"Tif, lo sama gue, sini." ucap Raka sembari menepuk-nepuk jok belakangnya.

Latifa yang ingin menaiki motor Velly segera mengurungkan niatnya. Lalu gadis itu berjalan kearah motor Raka dengan perasaan malu-malu.

"Cie, yang baru jadian!" goda Velly membuat pipi Latifa semakin merah karena malu.

"Aduh, si Tifa sok-sokan malu padahal mah mau!" celetuk Rozan sembari terkekeh pelan. Lalu Cowok itu segera menghampiri Velly.

"Neng Velly, Aa' sareng eneng nya. Didieu Aa' nu bawa." tanpa mau membuang waktu lebih lama, Velly segera menyetujui perkataan Rozan lalu semuanya sudah siap dengan posisi masing-masing.

"Eh, eh tunggu!" ucap Latifa membuat mereka berlima menoleh kearahnya dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa lagi?" tanya Arhan.

"Kita tunggu Hani dulu, dia lagi ke toilet." balas Latifa membuat Arhan melirik arlojinya.

"Kalian duluan aja, jangan lupa beli kertas karton sama bahan lainnya. Gue yang nunggu Hani." ucap Arhan yang langsung mendapatkan anggukan.

"Teu kunananaon kan?" tanya Rozan memastikan. Arhan hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Kita duluan. Be careful, Ar!" ucap Rozan lalu segera menjalankan motor milik Velly, dan diikuti oleh Raka dibelakangnya.

***

Jangan lupa vote comment nya!🙆❤️
Semoga suka...
See you next part!❤️

Sabtu, 16 Februari 2019.

ArhanityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang