Minta Kawin 1

3.4K 89 12
                                    

Sani menelan ludah melihat video biru yang dilihat ramai-ramai. Empat orang remaja tanggung yang baru seminggu lalu lulus Madrasah Tsanawiyah memelototi layar ponsel. Suara ah uh ah oh hak hak wuaaaar memenuhi gendang telinga mereka. Udara segar pagi di taman berfasilitas free wifi digunakan untuk melihat hal-hal negatif. Jauh dari slogan 'internet untuk pengetahuan' yang dicanangkan ketua RW ketika meresmikan taman kampung.

Nyatanya, banyak anak muda yang jejingkrakan senang karena bisa download apa saja yang di sukai. Sudah gratis, taman kenanga juga tempat nongkrongnya para warga.

Pagi dan sore hari para emak mengajak anak-anaknya berjalan-jalan sekalian menyuapi mereka. Siangnya remaja pulang sekolah langsung duduk berjajar manis di bawah pohon, konsentrasi dengan ponsel masing-masing. Malamnya para bapak yang menggelar tikar bermain catur, remi dan bergosip.

Jangan kira gosip hanya milik ibu-ibu, jaman now ternyata para ayah juga suka curhat. Bahkan lebih seru dan meriah. Tengah malam baru taman sepi. Gantian dengan genderuwo dan kuntilanak penunggu pohon yang berkeliaran.

"Mble, apa itu kok dijilatin?" tanya Sani sambil mengangkat alis tebalnya.

"Apem, Ndul!" jawab remaja bongsor yang mulai tumbuh kumis di atas bibir jontor, "ojo ngomong ae, dilihat aja. Buat pengalaman nanti kalau mau kawin."

"Apa nggak pesing, Mble? Memble?"

Sani dijitak ramai-ramai. Bocah cungkring bercelana pendek selutut itu kembali menekuni layar HP. Ia merasa ngilu tepat di tengah tubuhnya. Tak sadar jemari berkuku hitam menyentuh 'sesuatu' miliknya yang membuat ingin berteriak.

"Mble, aku ke toilet dulu." Sani berlari menuju WC umum di bawah pohon beringin.

Ia langsung memelorotkan celananya dan membuahi tembok biru tak berdosa. Napasnya mendesah lega ketika semua sudah tertumpah.

"Asem!" bibirnya memaki, menggemakan kekecewaan.

Ia sebenarnya sudah tahu bahwa onani itu tidak boleh. Pak Sodiq yang menerangkan waktu membahas tentang mimpi basah dan cara bersuci pada pelajaran fiqih beberapa minggu lalu.

Semua itu harus ditahan dengan cara menundukkan pandangan, menyibukkan diri dengan hal positif serta puasa. Tapi kan semua hanya teori? Kenyataannya Sani tetap tak bisa menjaga keinginan. Remaja berambut legam itu beranggapan lebih baik bersolo dari pada berzina dengan Lina, pacarnya. Bagaimana pun, ia takut dosa.

Sani kembali dengan gontai. Hanya ada Memble di sana. Sedang selonjoran sambil melamun. Rupanya acara menonton video sudah selesai.

"Mana yang lain, Mble?"

"Tau, mau ketemu pacarnya kali. Praktek. Ha ... ha ... ha ..."

Sani duduk di samping sahabatnya.

"Mble, aku tadi nggak kuat. Lalu keluar di dalam WC. Tapi aku kok ngrasa bersalah, ya. Rasanya nggak enak, Mble."

Memble melirik Sani sekilas, lalu pandangannya menerawang, "Namanya dosa ya nggak enak, Ndul. Inget kata Pak Sodiq, kamu harus tobat, mandi besar dan janji gak akan ngulangi lagi."

"Lambemu, Mble. Sok alim aja," Sani mencubit mulut dower itu gemes, "kamu pernah nglakuin itu sama Mita pacarmu?"

"Yo nggak lah. Dapat dadanya aja udah lumayan. Hihi. Kalau kamu, Ndul?"

"Nggak juga, Mble. Aku cuma bergandengan tangan aja sama Lina. Mau macem-macem tapi nggak berani. Takut di gampar. Tapi, Mble. Isi otakku kok seperti video itu ya, rasanya tersiksa!"

"Kawin aja, kamu, Ndul!"

"Ngawur aja! Anak sekolah kan nggak boleh kawin, Mble! Ketahuan hamil aja langsung dikeluarkan dari sekolah. Ingat Indah, kan? Anehnya yang menghamili aman-aman saja sampai lulus."

"Makanya, Ndul. Mikir sekolah dulu. Kerja, baru kawin."

Sani membaringkan tubuhnya, memandang cahaya mentari yang menerobos dedaunan. Memikirkan seorang gadis putih yang resmi jadi pacarnya tiga bulan lalu. Setiap kali melihatnya, Sani berpikiran kotor. Ingin mencabik baju yang dikenakkan Lina dan mengarungi surga dunia.

Sani memukul kepalanya sendiri. Bertanya dalam hati, 'apa ada yang tidak beres padaku?'

Bersambung

Minta Kawin (Completed) Telah Terbit Di HazerainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang