26. Kehormatan

12.7K 444 36
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

.

.

.

Matanya terbuka saat cahaya menusuk indra penglihatannya. Ia mengerjapkan matanya berulang kali untuk menyesuaikan cahayanya yang masuk ke retina matanya. Saat semuanya jelas, ia melihat sekeliling lalu ia langsung menegakkan tubuhnya. "Ini dimana?"

Kamar ini bernuansa monokrom dengan banyak gambar-gambar abstrak yang terlihat cocok dan menyatu dengan dindingnya. Matanya terus menyorot, menilai satu per satu apa saja yang terdapat dalam kamar tersebut. Mencari petunjuk dimana sebenarnya sekarang ia berada. Sampai fokusnya teralihkan oleh decitan pintu yang terbuka.

"Udah bangun?" tanya orang tersebut yang mempersembahkan senyum terbaiknya. Seolah lupa diantara mereka beru saja terjadi perdebatan sengit.

"Ini dimana?"

"Kamar, gue." Mendengar jawaban tersebut bukannya merasa tenang Fia malah semakin waspada.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa kamu bawa aku kesini?"

"Lah, salahnya dimana. Kan kita suami istri, nggak inget?" Sikap waspada Fia terhenti, otaknya mulai mencerna dan mengingat semua yang terjadi hingga kilasan percakapannya dengan Gia terulang kembali.

"Gue ngucapin bela sungkawa buat orang tua lo. Bukannya mereka meninggal sebulan lalu?"

"Berhenti." Cegahnya saat melihat Ghazy hendak mendekat kearahnya.

"Ada apa?"

"Tujuan kamu nikahin aku apa?" Fia menatap Ghazy lekat. Ia ingin mencari kebenarannya dari mulut Ghazy sendiri.

"Ya, apalagi. Karena gue mau." Masih berusaha tenang walau kenyataannya sekarang dirinya ketar-ketir apalagi melihat mata Fia yang terlihat begitu membencinya. Bahkan kebenciannya berbeda saat awal perjumpaan mereka dulu.

"Bohong!"

"Kenapa kamu nggak pernah jujur?" Fia bertanya masih dengan nada dinginnya. Pikirannya berputar pada ucapan Alya beberapa waktu lalu.

"Kamu tahu orang tuaku meninggal?" tanyanya. Namun, Ghazy bergeming. Haruskah ia menjawab sejujurnya? Haruskah ia mengatakan segalanya sekarang?

"Jawab, Kak!"

"Iya."

"Kenapa kamu menyembunyikan kalau orang tuaku udah nggak ada? Apakah kamu ada hubungannya dengan meninggalnya orang tuaku? Atau benar ucapan Alya bahwa aku ini adalah istri penebus dosa? Iya? Kek gitu kak?"

"Demi lo."

"Nggak ada yang namanya demi aku, Kak! Kalau semua demi aku kenapa harus bohong kek gini. Kenapa harus nyembunyiin kalau orang tua aku nggak ada? Ini udah sebulan, sebulan loh! Anak macam apa aku yang bahkan di hari terakhir orang tuanya aja nggak datang. Sedurhaka itu aku sampai-sampai aku baru tahu orang tuaku udah nggak ada setelah sebulan. Ini yang kakak maksud demi aku? Bullshit!" Kemarahan Fia kali ini benar-benar membuat Ghazy tak tahu harus bagaimana. Ia tak tahu harus menenangkan Fia bagaimana lagi.

"Ini permintaan terakhir orang tua kamu." Akunya kemudian.

"Arghhh. Kak, sadar nggak sih? Coba deh sebentar aja diposisi aku. Coba rasakan sekarang gimana jadi aku. Pernah mikir kesana gak? Coba jadi aku, gimana rasanya pas tahu kalau aku tiba-tiba jadi istri orang, gimana aku yang harus adaptasi dengan hal baru, gimana rasanya pas pulang dapat kabar ternyata orang tuaku udah nggak ada bahkan tahu setelah sebulan berlalu. Pernah ada pikiran kesana gak?" Mata Fia berkilat marah, bahkan mata itu tak lagi mengalirkan anak sungai tapi memerah penuh kebencian menatap Ghazy. Napasnya saja ia tak kuat untuk menariknya.

Crazy Ghazy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang