Biru berjalan bolak balik dari ujung ke ujung. Memutari kamarnya yang berukuran tidak biasa. Dia merasakan bosan yang teramat sangat. Sebenarnya Biru bisa saja menghilangkan rasa bosannya dengan menghisap sepuntung rokok, bahkan racun mematikan itu bisa menghilangkan penatnya. Namun jika dia melakukan itu dirumah sama saja Biru menawarkan tubuhnya pada seekor buaya.
Tiga hari Biru membolos dan tidak masuk sekolah menyebabkan Biru dikeluarkan secara tidak hormat. Hal ini membuat Mamanya mengamuk habis-habisan. Hal itu tidak masalah baginya, yang lebih membuatnya pusing adalah rosa memaksanya bersekolah di SMA Angkasa. Biru tidak mau, ia memiliki alasan yang jelas untuk menghindari sekolah tersebut.
Mendengar derap langkah kaki Rosa Biru membanting tubuhnya ke atas kasur, menarik selimut lalu memejamkan mata. Pintu kamar Biru terbuka dan menampakan Rosa yang sudah segar dengan setelan baju mewah. Sepertinya wanita paruh baya itu akan mengahdiri suatu acara.
"Biru bangun! Kamu kira Mama ketipu?" Rosa melangkah kearah kasur biru. lantai marmer dan hak sepatu Rosa bertabrakan menghasilkan suara.
Rosa melipat kedua tangannya di depan dada. "Mama nggak akan bisa kamu bohongi. Jelas jelas mata kamu gerak. Bangun sekarang juga dan buka mata kamu"
Rosa berdecak kesal karena anaknya itu tetap bersikeras memejamkan mata. Ia tahu biru berpura-pura tertidur, jadi percuma saja Biru beracting seperti itu. Rosa menunduk berencana menarik selimut yang menutupi tubuh Biru akan tetapi sebelum itu Biru lebih dulu berteriak dengan tiba-tiba di depan wajah Rosa. "HAAaaakkkk!!!!"
"Ayam eh ayam" Latah Rosa sembari memegangi dadanya. Memastikan jantungnya masih berada di tempat atau tidak.
Bom dalam diri Rosa meledak. Anak itu sudah berlari ke sudut kamar menghindarinya dengan bantal guling yang ia peluk sebagai perlindungan. "Biruuu!" Rosa menggertakan gigi. "Kamu anak siapa sih!"
"Anak Sapi mah" Jawab Biru santai, bahkan terlalu santai.
"BERANI KAMU BILANG MAMA SAPI?!!!"
Biru tertawa. Berlarian di dalam kamarnya. Bermain kejar-kejaran dengan Rosa. Rosa tak habis fikir kenapa dia bisa memilki anak seperti Biru, kenakalannya berada di atas zona aman. Apakah dia salah makan saat sedang mengandung Biru? Apa dia tidak sengaja menelan sianida waktu itu? entahlah, Rosa lupa.
Sejak kecil sifat Biru sudah menjengkelkan seperti ini. Bahkan saat dia baru lahir Biru bukannya menangis seperti bayi pada umumnya, tapi anak itu malah menyemprotkan urinnya kewajah Dokter yang saat itu menangani persalinan. Setelah dokter yang ia semprot dengan urine berteriak histeris bayi Biru tersenyum begitu lebar. Benar-benar ajaib.
Rosa terengah lalu beristirahat. Dia tidak sefit dulu. Dia sudah tua sekarang, tidak akan bisa mengimbangi kemampuan berlari biru serta kelincahan anak itu. dia juga memikirkan make upnya yang akan rusak jika terus melanjutkan.
"Stop! Biru, mama capek"
"Biru juga ma"
"Diam kamu!"
"iya ma Biru diam"
"Bagus, di kantor lagi ada tamu, karena Papa lagi di luar kota Mama harus pergi sekarang. Kamu jangan kemana-mana. Diam dirumah, jangan coba-coba kabur atau kamu Mama kurung dalam gudang"
"Emang gue ayam di kurung"
"Biru!!"
"Iya ma" Biru mengangkat tangannya di depan dada seperti seseorang tawanan yang menyerah.
"Mama berangkat"
Bukan Biru namanya jika hanya gertakan seperti itu akan menciut. Bahkan jika Rosa mengancam akan memasung kakinya Biru akan tetap kabur. Biru gitu loh, ia mengintip dari balik jendela kamarnya, menunggu mobil Rosa menghilang dari pandangan. Seperti biasa Biru menari hula-hula setelah Mobil milik Rosa keluar melewati gerbang dan gerbang ditutup kembali oleh satpam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru
Teen FictionBiru tidak akan pernah sama dengan Bintang. Biru ya Biru, Bintang ya Bintang. mereka berdua memang terlahir dari rahim ibu yang sama tapi semua yang ada pada diri mereka sama sekali berbeda. Biru yang nakal, Bintang si penurut. Biru si pemalas, Bint...