Haloww apa khabs?
.
.
.
Kalo mau kasih saran atau kritik, silahkan.
.
.
.
Klik 🌟 kuyy***
Stella berlari secepat mungkin setelah pak Darto--satpam sekolah-- membolehkannya masuk walaupun ia terlambat, tapi usahanya untuk cepat datang ke kelas ternyata sia-sia saja. Kelas begitu ribut, tidak seperti kelas-kelas yang ia lewati tadi di koridor. Penyebabnya karena bu Fatma--Guru bahasa indonesia--sedang sakit jadi dia ijin untuk tidak datang ke sekolah. Sesampainya di tempat duduk, ia langsung menenggelamkan kepalanya di atas meja dan memejamkan matanya. Lelah. Itu yang dia rasakan.
Belum lama Stella mengistirahatkan tubuhnya tiba-tiba seseorang datang mengganggu. "Stella, tumben terlambat, kenapa?" Stella mendongkak kepalanya untuk melihat siapa yang berbicara kepadanya. Sole--Si anak pembuat onar--entah di lingkungan sekolah atau di luar sekolah, sama saja.
"Lah tumben juga lo manggil gue Stella, biasanya juga wangi. Kenapa emang?"
Sole tersenyum. "Kan nama lo sama kayak salah satu produk pewangi ruangan. Nanya doang."
"Eh, gue dengar-dengar lo mau pindah IPA, ya? Kenapa?"
Sole duduk di atas meja, di depan mejanya Stella sambil menghadap ke arah koridor. "Lo dengar dari mana emang?"
"Ya dari oranglah, gimana sih!"
Sole tertawa kecil. "Bisa jadikan lo nanya sama rumput yang bergoyang."
Stella menatapnya datar.
"Becanda gue. Iaia gue bakal pindah IPA, kalau gak ada halangan sih."
Stella mengangguk beberapa kali. "Tapi kenapa?"
"Hmm kenapa, yah? Mungkin IPA lebih asik kali ya." jawab Sole sambil melihat-lihat situasi kelas yang sudah tenang, sedikit.
"Ihh kan sama aja, terus kenapa lagi lo--"
"Eh, lihat tuh!" potong Sole sambil menunjuk ke arah jendela.
Stella mengikuti arah yang ditunjuk oleh Sole. Matanya menangkap seorang cowok yang sedang ingin dia lupakan, tapi gagal. Matanya mengikuti tubuh cowok itu. "Entah sudah berapa kali gue janji buat acuh sama lo, tapi kenapa gue selalu langgar janji itu ketika gue gak sengaja lihat lo lagi, Kak." batin Stella.
"Biasa aja kali mata lo." ejek Sole sambil menjitak dahi Stella pelan. Stella langsung memanyunkan bibirnya sambil menatap Sole dengan wajah kesalnya.
"Usir rasa gengsi lo kalo lo masih suka sama dia."
"Apaan sih,"
Sole berdiri dari duduknya. "Cih, kalian berdua sama aja, kesal gue." Sole berjalan pergi meninggalkan Stella yang masih bingung dengan kata-kata yang Sole ucapkan tadi.
***
"Dari mana lo?" tanya Tian ketika berpapasan dengan Odney di koridor.
"Dari sana," jawab Odney sambil menunjuk arah yang dia maksud dengan jarinya.
Tian melihat tempat yang ditunjuk oleh Odney, di sana ada banyak cewek-cewek. Ada yang lagi nyapu, ada yang lagi ngelap kaca dengan naik di atas kursi, ada yang bergosip, mungkin, dengan teman-temannya dan ada lagi deh pokoknya.
"Anjirrr, sahabat gue ternyata udah mulai buka hati lagi nih." Tian tersenyum menggoda.
"Apaan sih, gaje deh." Odney mengipaskan tangannya di depan wajah Tian dan berjalan pergi ke tempat yang ia tunjuk tadi.
"Jangan! Anak gadis gak boleh bawa yang berat-berat, kamu bawa yang itu aja. Ringan." suara bariton itu terdengar ketika Odney memasuki sebuah ruangan.
"Yang mana lagi pak?" tanya Odney kepada seorang lelaki yang sudah berumur, yang bernama Robert--guru fisika--pelajaran yang paling disukai Odney.
Pak Robert melihat sekelilingnya. "Yang itu aja." jawab pak Robert sambil menunjuk barang-barang praktek yang telah dibuat oleh para siswa. Odney pun mulai mengatur satu per satu barang-barang tersebut disebuah kardus.
"Maaf ya Bu, karena pindahan saya ruangan Ibu jadi kotor karena dilewati oleh murid-murid yang mengangkat barang." ucap Pak Robert dengan tidak enak hati.
Bu Fatma tersenyum. "Ah, gak masalah kok Pak, bisa dibersihkan." Bu Fatma kemudian melihat ke arah tiga murid yang ikut bersamanya tadi. "Kalian sudah selesai tulis namanya?"
"Sudah Bu, kami permisi dulu." jawab salah satu dari mereka. Bu Fatma mengangguk.
Pak Robert melihat ketiga murid itu. "Stella, bisa bantu saya?" Stella mengangguk.
"Tolong angkat berkas-berkas yang dilantai itu dan bawa ke ruangan saya yang baru."
Dengan sopan Stella berjalan kearah berkas-berkas yang ditunjuk oleh Pak Robert tadi. Disaat sedang menyusun berkas-berkas itu, Stella tak sengaja melihat ke arah kanan. Matanya membulat seketika dan kepalanya langsung mundur kebelakang, jika saja dia tidak bisa mengatur keseimbangannya pasti dia sudah jatuh. Ya...walaupun sedang jongkok sih, tapikan tetap akan sakit.
Stella menatap Odney dan begitu pun sebaliknya. Lama. Hingga akhirnya Odney mengeluarkan suara. "Kalau kayak gini terus, kita kayak sinetron-sinetron, ya?" Odney tersenyum.
"Gue duluan," ucap Stella pamit. "Maaf Pak, tapi ruangan barunya dimana ya?"
Pak Robet menatapnya dari balik kacamata. "Kamu ikutin Odney aja," Stella mengangguk sambil tersenyum kaku.
Ditengah perjalanan, Odney mengubah Rutenya. Yang tadinya dia menggunakan jalan pintas, kini dia menggunakan jalan yang lumayan jauh bahkan harus melewati keramaian. Yang dipikirkan Odney hanya, "Biarin aja, diakan gak tahu."
***
"Stella, nanti bunga mama masuk angin loh!" ucap Marina--Ibu Stella--yang kini sedang berada di taman dengan Stella.
"Stella!" panggil Marina dengan sedikit berteriak kepada anaknya.
Kaget dengan teriakan Marina, Stella pun bertanya, "Ehh...kenapa Ma?"
"Ck, bunga mama tuh udah mau masuk angin, disiram terus sama kamu." jawab Marina. "Ada masalah, ya?"
Stella menggeleng. Tapi nyatanya dia ada masalah, masalah percintaan.
Stella melamun karena mengingat apa yang dikatakan Odney tadi siang kepadanya. "Lupain aja kata-kata gue yang nyuruh lo buat jauh." Hanya itu, bisa dibilang hanya kata-kata biasa tapi kemudian Odney kembali mengatakan kata-kata yang lebih dari kata-kata biasa bagi Stella. "Karena definisi 'menjauh' lo dan gue itu beda." Kata-kata itulah yang sekarang sedang berputar-putar dipikiran Stella. Beda?
"Eh, kemarin malam kalau gak salah sih sekitar jam....9-an, ada teman kamu yang nelpon."
Stella baru saja mematikan keran air, menatap Marina. "Teman siapa? Kok mama gak bilang sama aku?"
"Gak tahu, pokoknya cowok, satu sekolah juga sama kamu. Lah gimana mama mau ngasih tahu, kamunya udah tidur juga."
Stella tertawa kecil. "Kan capek jadi tidurlah, dia nitip pesan gak sama mama?"
"Enggak, tapi dia itu aneh deh, masa dia bilang : 'Anak tante cantik, pasti tante cantik juga. Duh pengen langsung ketemu deh.' gitu." Marina tertawa kecil.
"Ihh apaan sih ma," ucap Stella melihat tingkah Marina. "Tapi siapa ya?"
"Gak tahu,"
Stella berdecak. "Ck, Mama. Yaudah deh Stella masuk dulu."
To be continue 🙇♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Ada Alasan
Teen Fiction---Cover by summer--- Teknologi udah canggih tapi lo masih pake surat? Mungkin pertanyaan itu sangat tepat untuk Stella, gadis SMA kelas 11 jurusan IPS itu. Dia menyukai seorang kakak kelas, ganteng, dan surat menjadi pilihan gadis itu untuk dekat...