1. Aku Sudah Mengundurkan Diri dari Dunia Persilatan
AKU sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan -tapi mereka masih terus memburuku bahkan sampai ke dalam mimpi. Apakah yang belum kulakukan untuk menghukum diriku sendiri, atas nama masa laluku yang jumawa, dan penuh semangat penaklukan, setelah mengasingkan diri begitu lama, dan memang begitu lama sehingga sepantasnyalah kini tiada seorang manusia pun mengenal diriku lagi?
Aku menghilang dari rimba hijau dan sungai telaga dunia persilatan pada puncak masa kejayaanku, setelah kukalahkan seratus pendekar yang sengaja kutantang untuk mengadu ilmu di atas bukit karang yang terjal dan berbatu tajam, pada suatu malam bulan purnama yang bergelimang dengan darah. Seratus pendekar dari golongan hitam, golongan putih, maupun golongan merdeka yang tidak pernah berpihak, kulumpuhkan satu persatu seperti elang perkasa memangsa tikus. Nyaris secara harfiah dalam cahaya bulan aku melayang dari batu ke batu dan setiap kali melayang turun, bahkan ketika kakiku belum menapak bumi nyawa setiap pendekar itu melayang. Kepada pendekar golongan putih kuberikan kematian tanpa penderitaan, kepada pendekar golongan hitam kuberikan kesakitan setimpal dengan kejahatan yang mereka lakukan, dan kepada pendekar golongan merdeka kubiarkan ilmu mereka menangkal ilmuku semampu dayanya.
Sebagai pendekar, kuberikan mereka kematian yang terhormat, yakni kematian dalam pertarungan. Pengeroyokan memang bukan sikap yang terpuji, tetapi akulah yang telah mengundang mereka datang, sekaligus dan semuanya, di luar itu tiada lagi pendekar kelas atas di dunia persilatan -yang tersisa hanyalah centeng-centeng
pasar, tukang kepruk, dan penjahat kampung takberharga. Kutantang mereka semua karena aku sudah bosan melayani tantangan bertarung satu persatu. Mereka sungguh-sungguh sudah mengganggu tidurku!
Pendidikan yang salah telah membuat setiap pendekar belum merasa menjadi pendekar jika belum mengalahkan pendekar takterkalahkan seperti aku. Di atas langit ada langit -tetapi falsafah dunia persilatan ini rupanya tidak pernah mereka hayati sepenuhnya. Seratus pendekar ternama dunia persilatan, mulai dari yang tua sampai yang muda, termasuk para mahaguru yang sebelumnya kukira mulia, tanpa tahu malu datang untuk menghabisi aku. Mereka semua ingin menjadi langit di atasku dengan cara menamatkan riwayatku.
Jika kukatakan telah kuberikan kepada mereka kematian yang terhormat, maka itu bukan berarti hanya dengan memberikan kepada mereka kematian dalam pertarungan, tetapi bahwa meskipun aku mengundang mereka semua sekaligus, pada dasarnya seratus pendekar itu kukalahkan satu persatu. Dengan demikian tidak kuberikan kesempatan kepada diriku sendiri untuk bersombong telah mengalahkan seratus orang sekaligus. Mereka semua belum sempat mengeroyokku, jarak antara mereka satu sama lain di bukit karang itu tidaklah begitu dekat, sehingga tidaklah bisa dikatakan aku mengalahkan seratus pendekar sendirian saja.
Memang aku telah mengalahkan seratus pendekar pada malam bulan purnama di bukit karang yang terjal di tepi samudera yang gelombangnya begitu dahsyat menghantam dinding karang, tetapi aku sungguh mengalahkannya satu persatu. Tidakkah aku telah melakukan sesuatu yang baik, demi kehormatan mereka maupun kerendahan hatiku sendiri? Hehehehehe...
Kini aku tahu betapa pembenaranku saat itu hanyalah suatu cara lain untuk jumawa dan kini aku menerima akibatnya. Peristiwa yang berlangsung 50 tahun lalu itu disebut sebagai peristiwa Pembantaian Seratus Pendekar.
Tidak ada seorang pun menyaksikan peristiwa itu, seratus pendekar yang datang semuanya tewas, dan hanya para pencari sarang burung yang menemukan seratus mayat di bukit karang. Bersama para nelayan, dengan susah payah, mereka menggunakan tali-tali kerekan untuk menurunkan seratus jenazah tersebut. Berita segera tersebar dengan bumbu cerita yang tidak bisa kubayangkan lagi di dunia awam. Tentu sebagian besar dari mereka tidaklah dikenal. Para pendekar adalah orang-orang yang terasing dan sengaja mengasingkan diri dari kehidupan sehari-hari dalam pencarian ilmu untuk mencapai pengetahuan sempurna. Siapa pun dia yang telah
YOU ARE READING
NAGABUMI 1 JURUS TANPA BENTUK
Historical FictionNaga Bumi KITAB I: Jurus Tanpa Bentuk (Karya: Seno Gumira Ajidarma) Kisahnya berpusat dari Pendekar Tanpa Nama yang terpaksa harus turun gunung dari pertapaanya lantaran sepasukan rajya-pariraksa atau pengawal kotaraja memburu dan hendak membunuhnya...