Daku luruskan pandangan ke utara
Duduk bersila di tengan padang sabana
Menatap seonggok kayu sebatang kara
Meratapi nasib menunggu ajalnya
Dia tampak sedang meronta-ronta
Menangis, bercucuran air mata
Tak terlihat secercahpun asa
Ataupun sedikit saja gelora
Tetapi, raga ini salut kepadanya
Tangguh, teguh, kukuh akan hidupnya
Biarpun panas terik badai menerpa
Meskipun hujan darah yang akan menimpa
Dedaunannya gugur perlahan sirna
Rantingnya rapuh, kering, penuh noda
Aku tahu, sungguh tahu
Semua ini ulah benalu
Yang hanya datang sebagai pengganggu
Merampas hak tumbuhan berkayu
Buatnya mati, buatnya layu
Puaskah kau wahai jelatang?
Tak tahu diri untung menompang
Khianati mereka biarkan kerontang
Hinalah kau wahai jelatang!
Sago, 8 Desember 2017
YOU ARE READING
Semua Ini Ulah Benalu
Teen FictionSemua ini ulah benalu, yang hanya tumbuh menghisap nutrisi tumbuhan berkayu. Merenggut asa yang selama ini dirajut, memutus harapan yang selama ini dirantai dalam bisu. Aduh, sungguh malang engkau yang telah layu.