for

35 15 4
                                    

Ternyata dibalik gantengnya dia, tersimpan hati yang gak ikhlas untuk nganter gue ke rumah Opa dan Oma gue di Tebu Ireng. Gue terbelalak atas omonganya dia ke gue.

Seburuk itukah penampilan gue saat ini? Apa gue udah stress beneran?

"Maaf ya, gue sama sekali gak stress dan sama sekali gak pengen buat nikah. Itu saja alasan gue ada disini bareng kalian, bareng Akang Lukman, sama kamu siapa... Akang Kalun atau siapa kamu gue gak peduli. Makasih sama omongan nyelkit kamu udah bilang saya orang stress,"kata gue sarkastik. Kan sue

Kang Lukman daritadi tidur, makanya dia gak tau soal obrolan gue tadi. Sekarang hanya hening dan suara angin yang bertiup doang yang mengisi. Gue liat kedepan.

Kalo dimata Calum sama Kang Lukman pasti ngerasa mobil ini akan berjalan kedepan. Kalo gue liat dari diri gue sendiri, rasanya berjalan mundur, gue semakin menjauh sama benda-benda yang baru gue liat. Iyalah, gue kan ada di belakang.

Haduh jadi inget sama Mama dan Papa. Mereka ngapain ya? Yang namanya kangen apa nggak sih jangan ditanyain, tapi gue masih sebel. Masa gue mau dinikahin sama orang yang gak gue cinta sama sekali? Ya kabur lah. Pasti Mama lagi khawatirin gue, dan Luke? Sekarang apa dia masih ada minat buat nikah sama gue? Yang jelas hanya Tuhan yang tau. Gue menatap langit, gak kerasa air mata gue turun saking kangenya karena sekitaran hampir 3 hari gue gak ketemu mereka.

"Saya minta maaf,"

Gue menengok ke belakang, ternyata Calum yang bilang gitu ke gue. Iyalah, Kang Lukman kan lagi tidur. Yakali dia tidur sambil ngomong.

"Minta maaf buat apa?"tanya gue balik. Tanpa melihat ke belakang.

"Ya maaf aja saya tadi ngomong yang nggak-nggak ke kamu,"kata dia. Calum.

"Lo kalo gak mau nganterin gue sampe sana yaudah, turunin gue aja disini. Biar dikirain orang stress beneran."kata gue sinis.

"Gue gapapa kok jalan sendirian sampe sana. Yang harusnya 2 hari nyampe sana dengan jalan kaki, mungkin gue bakal ketemu 2 bulan."tambah gue.

"Jangan atuh, saya teh gak tega ngeliat perempuan kesiksa begitu. Saya cuma mau minta maaf aja, ternyata kamu itu perempuan biasa. Bukan dedemit,"katanya. Dedemit?

"Apaan dedemit?"

"Itu, setan yang sukanya nyamar jadi manusia. Terus teh dia biasanya gangguin manusia gitu."katanya. Tunggu, kok gue tersinggung ya?

"Ternyata kamu teh bener-bener orang cantik,"tambahnya.

"Udah teh, jangan nangis."katanya lagi.

Gue terdiam, sama sekali gak ada minat buat bales omonganya. Masa iya, gue dikira setan? Dan gak lama kemudian suara Kang Lukman terdengar.

"Gimana neng Dyanna? Enak kan numpang disini?" Gue menghadap ke belakang lagi lalu tersenyum.

"Emang teh neng Dyanna disana mau nyariin siapa?"tanya Kang Lukman.

"Gini nih, Kang. Saya mau cari Kakek dan Nenek saya,"kata gue.

"Namanya siapa?"tanya Kang Lukman.

"Itu, James sama Dini. Saya blasteran, Australia Indonesia dari Kakek saya yang cinta sama Nenek saya yang asalnya di Desa sana."jelas gue.

"Wah, Calum!"Kang Lukman memukuli lengan Calum yang ada di sebelahnya. "Saya teh daritadi ngobrol sama bule!" kata kang Lukman antusias. Si Calum cuma diam fokus dengan nyetirnya.

"Kakek James? Nek Dini? Aduh itu ya? Saya sama Calum teh dulu suka main sama beliau atuh. Beliau teh luar biasa hebat, dulu suka buatin saya sama Calum layangan, main bareng Beliau. Aduhh pokoknya hebat teh Beliau itu.." Jelas kang Lukman yang gue rasa dia lagi bernostalgia waktu lagi nge-trend nya layangan disana. Kalo di Aussie mah kapanpun layangan itu masih sering dimainin.

"Apalagi Nek Dini aduhh.. masakanya teh manteb-manteb delisius,"tambahnya. Gue cuma senyum, mengingat itu. Gue malah tambah kangen sama mereka.

"Tapi asal neng Dyanna tau teh..." kang Lukman menggantung omonganya. Gue mendelik.

"Ada apa Akang?"tanya gue.

"Kakek James sama Nek Dini lagi pergi ke Jakarta... mereka ada urusan disana,"lanjutnya. Gue terbelalak, mengutuk diri sendiri.

"Yaaah..." gue menutup wajah gue dengan kedua telapak tangan sedih. "Jadi gue sia-sia dong kesini? Kenapa gue gak ke Jakarta aja?"

"Aduh, Eneng mah jangan sedih atuh..."kata Lukman khawatir. "Tapi mereka bilang bakal dateng gak lama lagi kok, jangan sedih atuh."kata Kang Lukman.

"Kamu bisa kok nginep dulu di rumah saya, Ibu sama Bapak saya baik kok."

Calum?

***

Gue mendaratkan kaki gue yang terbungkus Converse ke tanah Bandung yang pertama kalinya. Dengan bantuan tangan Calum yang maksa untuk bantuin gue. Padahal gue udah nolak. Iyalah, gue masih tersinggung atas omonganya tadi.

Setelah gue benar-benar berdiri. Dia nahan tangan gue buat pergi ninggalin dia. "Saya bener-bener minta maaf."katanya.

"Gue udah tanya, Calum. Untuk apa?"

"Jangan pura-pura gak tau, Dyanna. Saya tau kamu marah sama saya."kata Calum. Gue terdiam.

"Dyanna,"

Gue mengangguk. Dan Calum tersenyum. Aduh, kok ganteng banget sih orang ini.

"Iya, gue maafin." Dia tersenyum lagi.

"Kamu jadi kan tinggal sementara di rumah saya? Tenang aja, kamar di rumah saya banyak kok."katanya.

"Tapi juga harus ngurusin izin kamu di pak RT. Nanti saya temenin. Mau?" Gue cuma mengangguk sambil tersenyum.

Dan akhirnya, gue jalan berdampingan sama Calum dan Kang Lukman untuk ke rumah Calum. Diperjalanan, gue berniat untuk bertanya sesuatu.

"Kang Lukman tinggal dimana?"tanya gue.

"Ooh saya teh tinggal di deket rumah Calum."kata dia. Gue mengangguk mengerti.

"Disini enak ya, gue suka."kata gue sumringah.

"Oh, iya. Dyanna, umur kamu berapa?"tanya Calum. Gue bergumam.

"Hm? Umur gue? Kenapa nanyain itu?"

"Ya tanya aja, kamu juga harus jawab dong."kata Calum.

"18, cal."

"18? Selisih 1 tahun dong sama saya. 19,"

"Gak ada halangan buat nikah." Kata Calum pelan, namun kedengeran di telinga gue.































Kode ye cal hm. Makin sini makin absurd gaes maafkan.

Vomments as always❤

Runaway ; cth.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang