Pagi ini, semuanya berwarna putih. Awan, atap gedung dan bangunan, sungai, jalanan, pepohonan, semuanya. suhu dingin yang mencekam membuat seorang gadis berambut ikal yang kini tengah berjalan kaki menuju tempat kuliahnya itu menjadi muak. Rintik butiran salju yang terlihat seperti kelopak bunga dandelion bahkan tak mampu membekukan air mata yang terus mengalir di pipi wanita muda bernama Yoon Yura tersebut.
Ia masih saja terlarut pada perdebatan antara ia bersama keluarganya tadi malam, hingga bibir tipisnya tak bisa berhenti mencibir sepanjang perjalanan.
"Bagaimana bisa orang tua menyerahkan harga diri putrinya sendiri pada seorang lelaki yang telah berusia 50 tahun? Wah... Kukira ini hanya akan terjadi di film-film fiksi, bukankah ini tak masuk akal?" Umpat Yura seiring langkah kakinya yang mulai gemetar kedinginan di trotoar jalan.
Gumamannya tersebut membuat pikirannya sejenak terbang kembali pada kejadian tadi malam.
♒♒♒
"Appa telah bangkrut, Yura-ya... dan sekarang tak ada lagi harta yang tersisa selain catatan hutang Appa yang menumpuk di Bank Nam. Pihak mereka bahkan telah memberi surat peringatan kepada Appa, bahwa jika Appa tidak membayar tagihan itu bulan ini, maka mereka akan menyita rumah kita berikut harta bendanya ,dan itupun hanya bisa melunasi sebagian hutang Appa. Sedangkan temponya jatuh besok lusa. Appa tidak mau kalian menjadi gelandangan." Ujar sang ayah di tengah perjamuan makan malam keluarga mereka, tertunduk penuh kepiluan menutupi matanya yang mulai berkaca-kaca dengan berpura-pura fokus pada makanan yang tengah ia santap.
"Memangnya berapa hutang Appa pada bank itu? Biar aku bantu melunasinya..." Sahut Yura dengan santai, sembari asyik menyantap nasi yang hanya ditemani dengan kimchi dan kacang hitam sebagai santapan makan malam mereka.
"Kita tak akan sanggup membayarnya walaupun kita semua bekerja, Yura-ya..." Rintih ayah Yura, penuh dengan kesedihan.
"Katakan saja berapa..." Timpal Yura yang lalu mendongak untuk menatap wajah ayahnya yang tepat duduk di seberang meja.
"200 juta won, belum termasuk bunga." Aku lelaki paruh baya tersebut dengan penuh penyesalan.
Mendengar hal itu, Yura hanya membelalakkan matanya tanpa mampu berkata apa-apa.
Bagaimana bisa, uang sebanyak itu harus dilunasi dalam waktu dua hari?
"Uang sebanyak itu telah Appa gunakan untuk mendirikan usaha Appa yang gagal itu." Ucap ayahnya lagi, masih belum berani menatap Yura tepat ke arah matanya.
"Tapi, ada satu jalan untuk melunasinya, Yura-ya..." Sambung Eomma kemudian, saat berhasil menelan satu sendok penuh nasi tanpa lauk ke dalam kerongkongannya, hampir tanpa dikunyah karena sudah tak sabar ingin angkat bicara. "Tapi jalan itu... hanya kau yang bisa memutuskannya. Maka dari itu kami rundingkan bersamamu."
"Aku? Kenapa aku?" Tanya Yura tak mengerti. Matanya mengerling menatap kedua orang tuanya secara bergantian, mengekspresikan perpaduan antara bingung dan takut.
Apakah orang tuanya akan menyuruh ia untuk berhenti kuliah? Yura sudah mengantisipasi adanya usulan seperti itu.
"Jadi begini... CEO bank itu bersedia melunasi hutang Appa, jika Appa bersedia menyerahkan putri Appa untuknya..." Jelas sang ayah dengan singkat, dengan rasa bersalah yang teramat besar hingga ingin rasanya ia kabur dari hadapan putri satu-satunya tersebut saat itu juga.
"MWO? Jadi kalian berniat untuk menjual harga diriku pada CEO itu?" Pekik Yura marah, hingga tanpa sadar tangan kirinya sudah mendobrak meja. Piring-piring beradu dengan sendok hingga menimbulkan suara dentingan yang agak memekakan telinga. "Appa tahu kan, rumor mengenai CEO bank itu!! Sudah puluhan tahun bank itu berdiri, tapi tak ada seorangpun yang pernah melihatnya selain sekretaris bank itu sendiri yang memang disuruh untuk tutup mulut, konon katanya semua itu dia lakukan karena dia malu akan wajahnya yang sangat buruk rupa dan tak layak untuk dilihat... dan yang lebih mengerikan lagi, dia adalah pedofil yang suka meniduri wanita muda yang masih perawan!! Kalian tahu bahwa dia itu monster!! Lalu mengapa kalian malah menyerahkan putri kalian untuk lelaki brengs*k semacam dia? Aku tak habis pikir!" Sungut Yura dengan mengeluarkan ungkapan rasa keberatannya. Satu tangannya mencengkeram taplak meja makan kuat-kuat, mencoba sebisa mungkin untuk menahan diri agar tak sampai menyuarakan kata-kata yang lebih tajam dari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped by A Cold Pervert
Любовные романыcerita ini merupakan sequel dari BASTARD ON MY LIPS. *Tapi gapapa sih kalo mau langsung baca ini tanpa baca BOML terlebih dahulu ?* cerita ini mungkin hanya sesuai untuk dibaca oleh usia 15 tahun ke atas.