00.02

132 45 4
                                    

"Tumben amat sih lu pingsan,"

Aku meminum air putih yang disodorkan Bang Rafly untukku. Kepala ini masih terasa sakit, tapi ku paksakan untuk bangun dari rebahan. Ku lihat id card tanda pengenal osis yang digantung dilehernya. Entah sejak kapan id card itu sudah berada dileher bang Rafly. Tapi yang pasti sejak pagi tadi aku tidak melihat dia memakainya.

"Makanya kalo tiduran itu jangan dibathup, kedinginan masuk angin kan jadinya." oceh Bang Rafly sambil mengambil sisa air digelas yang ku minum setengahnya.

Bang Rafly ini sama adeknya bisa berubah profesi menjadi kaka, ayah bahkan ibu. Itulah yang ku suka darinya walaupun aslinya ngeselin sih.

"Dek, lu dengerin gue gak?"

Kepalaku masih berdenyut denyut, tapi Bang Rafly masih saja mengoceh. Aku memutarkan kedua bola mataku, "Iya denger,"

"Habis ini lu makan, kalo sampe lu sakit. Ntar gue yang dimarahin sama emak lu!"

Emak aku? Dasar bang Rafly, ibuku juga ibumu bang.

Aku berpikir untuk mengirim pesan kepada sahabatku dari SMP, Wina. Ia juga masuk sekolah di SM A ini, tapi sampai saat ini aku maish belum menemukannya.

Aku berniat mengambil handphoneku, Namun setelah ku raba kantong saku baju dan rok ku. Aku tidak menemukan benda tipis itu. Lalu ku coba untuk mengingatnya, baru ku sadarihandphone ku didalam tas ransel ku yang ku letakan asal asalan pagi tadi.

Aku berniat mempertanyakannya kepada bang Rafly, namun tidak jadi. Perhatianku teralihakn kepada seseorang yang memanggil nama bang Rafly didepan pintu UKS. Terlihat dia seorang cowok dengan hoodie coklat yang diletakan dibahunya, dia tak kalah tinggi dengan bang Rafly.

Aku melihatnya begitu seksama, ku lihat dengan detail wajahnya yang begitu putih, bibirnya merah merona seperti memakai lipstik.

Begitu mengagumkan.

Bang Rafly menoleh, sepertinya mereka berteman karena dilihat dari cowok itu memanggil bang Rafly dengan sangat akrab. Bang Rafly hanya mengeluarkan kata pertanyaan kenapa.

"Ini tas lu kan?" katanya sambil masuk kedalam UKS dengan membawa tas hitam milik bang Rafly.

Bang Rafly sepertinya lupa untuk mengambil tasnya, ia memancarkan tatapan bersyukur karena tasnya tidak hilang. "Ah iya, Thanks bro." ucapnya sembari mengambil tas.

Cowok itu tersenyum ringan, sangat tipis hampir tidak terlihat.

Namun aku masih bisa melihat senyuman itu, karena sedari tadi aku hanya menatapnya tanpa mengedipkan mata.

Sayang kalau wajahnya dilewatkan begitu saja tanpa dikagumi

Sayup sayup ku dengar sepertinya ia berbicara kepadaku, lamunanku buyar ketika kelima jari milik bang Rafly mengibaskannya kedepan wajahku. Segera ku mundurkan wajahku agar tidak terkena tangannya yang lebih besar dari muka ku.

"Apaan sih bang?" ucapku malu, karena mungkin cowok itu menyadari aku telah menatapnya berlebihan. Atau jangan jangan ia merasa aku mengaguminya.

Aduh jangan sampai, kan malu

"Itu tas lu," kata Bang Rafly sambil menunjukan tas berwarna tosca yang dipegang oleh cowok itu.

FANATIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang