***
Tatsuya dapat merasakan matanya basah. Ia bisa mendengar jelas kata-kata gadis itu. Suara itu, suara yang dirindukannya, suara Tara Dupont. Rasanya seluruh beban yang membelenggu hati Tatsuya Fujisawa kini lepas sudah. Tara telah mengatakan apa yang ingin ia dengar. Kini Tatsuya tahu bahwa gadis itu akan baik-baik saja, bahwa ia akan pulih dan tersenyum seperti semula. Bibir tipis Tatsuya melengkung sedikit, tersenyum tipis. Air mata mengalir melalui sela-sela matanya yang terpejam.
Tara Dupont, aku mencintaimu.
Meski Tara tidak dapat mendengarkan langsung dari mulutnya. Tapi Tatsuya tahu bahwa perasaannya telah tersampaikan pada gadis itu. Perlahan, nafasnya memendek, tapi ia tidak merasa takut. Kata orang, kematian tidak akan menakutkan bila kita siap, itulah yang dirasakan oleh Tatsuya. Untuk sejenak, yang terdengar hanyalah isak tangis tertahan dari Tara. Sedetik kemudian, mata Tatsuya akhirnya terbuka. Ia memandangi punggung Tara yang duduk di sisi ranjang, terus memegang erat tangannya. Kemudian menatap tubuhnya sendiri.
Ia beranjak mendekati Tara, memeluk gadis itu dari belakang. Samar-samar terdengar bunyi mesin pendeteksi detak jantung yang berubah datar. Dan Tatsuya tahu waktunya telah tiba, ia melepaskan Tara dan berbalik ke arah pintu kamar yang segera terbuka. Seorang dokter dan beberapa perawat berlari masuk dan berbondong-bondong melewati Tatsuya yang tak kasat mata.
Ia menoleh sejenak ke arah Tara yang menangis dalam pelukan Jean-Daniel.
Selamat tinggal, Tara-chan.***
"BANGUN!"
Tatsuya tersentak, reflek mengangkat wajahnya dari meja. Sosok seorang gadis terlihat kabur di hadapannya. Tatsuya memijat pelipisnya yang terasa sakit. Kapan ia tertidur? Apa tadi ia bermimpi? Kenapa sepertinya ia melihat sosok gadis yang sama dalam mimpinya? Sebelum Tatsuya sempat menjawab semua pertanyaan itu, Tara telah memajukan wajahnya, menatap Tatsuya dengan matanya yang membulat. "Tatsuya, kau kurang tidur? Lupakan saja janji kita kalau begitu, aku bisa makan berdua dengan Sebastien di bistro. Kau pulang saja ke apartemen dan istirahat."
Tatsuya melongo. Ucapan yang mengalir tanpa henti dari mulut gadis itu membuatnya bingung. Samar-samar potongan mimpi barusan kembali menghantuinya. Otaknya tidak berfungsi, untuk sejenak ia hanya diam memandangi Tara dengan tatapan kosong.
"Hei, Tatsuya. Ada a..."
"Tara-chan." Tatsuya memotong. Ia harus memastikan sesuatu. "Kau menyukaiku, ya?"
Tara tersentak. Ia sama sekali tidak mengira akan mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Tatsuya. Lelaki itu tampak agak aneh sejak Tara membangunkannya. Meski begitu Tara dapat merasakan wajahnya memanas. "Ke-Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?" Ia balas bertanya dengan agak terbata-bata. "Kepalamu terbentur, atau kau terlalu lapar? Ayo kita pergi sekarang."
Tak sabar, Tara menjulurkan tangannya dan menarik lengan Tatsuya. Lelaki itu berdiri dan menurut, membiarkan Tara menarik lengannya keluar dari ruang kerjanya. Senyumannya melebar melihat gadis itu salah tingkah, membuatnya tak tahan untuk bertanya lagi. Baru saja Tatsuya akan membuka mulut untuk bertanya, Tara berbalik.
"Sepertinya..." Ia menghela nafas dan menatap ke dalam mata kelabu Tatsuya. "Sepertinya kau benar."
Pupil mata Tatsuya membesar. Ia melepaskan lengannya yang digamit oleh Tara dan menggenggam tangan gadis itu. "Soal apa?" tanya Tatsuya, menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Jawaban gadis itu tidaklah penting. Karena kini Tatsuya telah membuat pilihannya. Ia tidak akan melepaskan Tara Dupont, apapun yang terjadi. Karena gadis ini adalah gadis yang merubahnya, gadis yang membuat Paris menjadi begitu indah bagi Tatsuya Fujisawa.
"Aku menyu... Ah sudahlah! Kau pasti sudah tahu apa yang akan kukatakan." Tara merasakan degub jantungnya meningkat dua kali lipat lebih cepat. Dalam dekapan Tatsuya, ia merasa begitu damai dan tenang. Ia hanya berharap waktu dapat berhenti saat ini, untuk selamanya.
"Aku tahu." Tatsuya tersenyum lebar dan semakin mengeratkan pelukannya. "Aku juga menyukaimu, Tara Dupont."