Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah tampak sepi. Bel pulang sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, namun aku tidak kunjung melihat y/n sama sekali. Jadilah aku sekarang menyusuri koridor sekolah yang sepi untuk menghampiri y/n didalam kelasnya.
Aku sampai dikelas y/n, aku melihat y/n sedang duduk sendirian dibangkunya. Jelas dia sendirian, kelas sudah berakhir sejak 15 menit yang lalu bukan? Aku sudah kenal dengannya sejak kecil, sifatnya tidak berubah. Memang sudah beberapa hari ini dia tidak langsung keluar saat bel pulang berbunyi. Aku melihatnya sangat fokus dengan pensil dan buku sketsa yang ada dimeja. Entah sedang menggambar apa dirinya.
“y/n?,” panggilku. Dia mengangkat kepalanya dan menoleh kearahku. Dia tersenyum, dan tidak lama kembali fokus dengan gambarnya.
Aku menghampirinya dan melihat gambar yang sedang dikerjakannya. Sudah hampir selesai, tapi itu gambar siapa ya? Aku memperhatikannya dengan seksama, dan aku tahu itu gambar siapa. Myungjun-sunbae.
“Untuk siapa?,” tanyaku.
“Untuk Myungjun-sunbae,” ucapnya. Tepat seperti dugaanku. Aku hanya terdiam.
“Menurutmu dia akan suka?,” tanyanya kepadaku.
“Mungkin.” Hanya itu yang bisa aku katakan, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan.
“Sudah selesai! Apa Myungjun-sunbae masih bermain basket dilapangan?Aku harus memberikan ini padanya.” Jujur, tadi saat aku menuju kesini aku melihat Myungjun-sunbae dilapangan sedang bermain futsal. Namun aku sangat berharap jika dia sudah pulang sekarang.
y/n berjalan dengan semangat sambil memegang gambar yang dia gambar sendiri itu dengan erat seakan-akan takut ada yang mengambilnya. Aku hanya mengikutinya dari belakang.
Sesampainya kami dilapangan, y/n mencari-cari sosok yang ada dalam gambarnya tersebut. Dan sialnya, laki-laki itu masih disekolah. Ternyata ini bukan hari keberuntunganku.
Saat myungjun-sunbae sudah menyelesaikan permainan basketnya. Dia langsung mengambil tasnya dan bergegas untuk pergi. y/n mengejarnya sampai ke parkiran motor, tempat dimana Myungjun-sunbae memarkirkan motornya. Tentu saja aku masih mengikutinya dari belakang.
“Sunbaenim,” panggil y/n kepada orang tersebut. Orang yang dipanggil pun menghentikan langkahnya dan menoleh keasal suara.
“Aku buat ini untuk sunbae,” ucap y/n sambil memberikan beberapa kertas sketsa yang sudah dibuatnya belakangan ini. Seseorang yang ada didepan y/n melihat gambar yang diberikannya dengan seksama.
“Apa ini?Ini aku?Huh, kenapa aku jelek sekali?,” ucapnya sambil membuang kertas-kertas yang diberikan oleh y/n.
Aku terbelalak melihat perlakuan Myungjun-sunbae terhadap y/n. Kalau dia tidak suka, kan bisa bilang baik-baik.
Myungjun-sunbae meninggalkan y/n bersama kertas-kertas sketsanya yang berantakan. Akupun menghampiri y/n dan membantunya untuk membereskan kertas-kertas yang berantakan tersebut.
“Kamu baik-baik saja y/n?,” tanyaku.
Dia hanya mengangguk sembari terus membereskan kertas-kertas yang berserkan tersebut. Aku melihat matanya yang berkaca-kaca, aku yakin dia menahan tangisnya.
Aku memberikan beberapa kertas yang aku bereskan kepada y/n. Diapun menerimanya dan langsung berjalan menuju halte bus. Aku terus mengikutinya.
“Aku kan sudah bilang, dia bukan orang yang baik untukmu,” ucapku kepadanya saat kami sedang menunggu bus.
“Aku rasa ini semua salahku, gambarku terlalu jelek,” ucap y/n. Air mata yang daritadi ia tahan kini tidak bisa ia tahan lagi. Aku menyandarkan wajahnya kedalam pelukanku. Dia menangis sejadi-jadinya, aku tidak perduli seragamku akan basah karena air matanya, yang terpenting saat ini adalah dia bisa merasa tenang.
Setelah merasa sedikit tenang y/n berusaha untuk melepaskan pelukanku. Akupun membiarkannya.
“Maaf eunwoo, bajumu jadi basah,” ucap y/n meminta maaf.
“Tidak apa, kamu bisa bersandar padaku, dan katakan padaku kapanpun kamu ingin menangis. Tapi aku lebih ingin kalau kamu tidak menangis, matamu terlalu cantik untuk menangis,” ucapku. Dia tidak bergeming sama sekali. Aku sadar perkataanku mungkin membuatnya bingung.
Tidak lama bus yang kami sudah tunggu sejak tadi datang, kamipun menaikinya.
.....
Aku dan y/n sudah berteman sejak kami sekolah dasar. Bisa dibilang kami teman sejak kecil. Iya, dan aku menyukainya. Namun aku tidak bisa mengatakannya. Aku sudah memendam perasaan ini lama sekali. Aku tidak bisa mengatakannya karena aku tahu, dia tidak mencintaiku juga. Dia mencintai Myungjun-sunbae.
Aku selalu berfikir, dari sekian banyak manusia didunia ini mengapa aku hanya bisa melihat y/n?mengapa aku hanya menyukai y/n? Mengapa aku mencintai seseorang yang mencintai orang lain?
Malam ini aku berencana untuk bermain ke rumah y/n. Sebenarnya aku ingin melihat keadaannya. Apakah dia sudah baik-baik saja atau masih merasa sedih. Dan aku ingin mengutarakan perasaanku padanya. Aku sudah tidak tahan lagi, aku harus mengakuinya sekarang.
Aku sampai didepan rumah y/n. Aku mengetuknya, dan ibunya yang membukakan pintu. Wanita itu mempersilahkan aku duduk diruang tamu, namun aku berkata aku akan menunggu y/n dibalkon saja. Wanita itu pun mengerti dan segera memanggil y/n dikamarnya.
Aku melihat pemandangan langit kali ini, indah. Beberapa hari terakhir dimusim panas. Aku tidak akan melewatkannya. Aku masih fokus memperhatikan keindahan langit, sampai y/n menginterupsi kegiatanku.
“Eunwoo, gambarku kali ini bagus gak?,” tanya y/n kepadaku sambil memperlihatkan sketsanya yang baru. Namun, orang yang digambarnya tetap sama. Myungjun-sunbae.
“Eunwoo?Jelek ya?,” tanyanya. Diapun menundukkan kepalanya.
“y/n aku mau ngomong sama kamu,” ucapku. Ya, aku harus mengatakannya sekarang.
Kepalanya yang tadi tertunduk, kini kembali terangkat dan sekarang dia sedang menatapku. Aku mendekatinya, cukup dekat.
“Aku mencintaimu, sungguh. Aku pun tidak tahu sejak kapan perasaan ini muncul. Aku hanya tahu bahwa aku mencintaimu. Lupakan dia, aku tidak bisa melihatmu bersamanya. Aku tidak akan membuat matamu yang cantik itu mengeluarkan air mata, aku akan membuat tanganmu yang dingin itu menjadi hangat. Aku akan mencintaimu sebanyak yang ku bisa, aku tidak bisa hidup dengan siapapun kecuali denganmu. Aku tidak akan mengubah pikiranku.” Aku memejamkan mataku setelah mengatakan itu.
Setelah membuka mata, aku melihat y/n menatapku dengan lekat namun raut wajahnya masih terlihat bingung.
“Jawab aku.” y/n masih diam.
“Aku berjanji padamu jika kamu mempercayaiku. Apakah kamu bisa mendengarnya, bahwa aku mencintaimu?”
y/n tidak menjawab dan hanya memelukku. Erat sekali.
“Maafkan aku yang selama ini tidak menyadarinya. Aku minta maaf,” ucap y/n.
Aku mempererat pelukannya seakan tidak mau kehilangan dirinya.
Aku temanmu sampai kemarin, namun sekarang aku kekasihmu kan?
끝 ♡