Melepasmu(sulit)

2.8K 344 6
                                    

Taehyung mengetuk pintu kamar Jimin pelan, berharap sang empunya kamar mau membuka pintunya.

"Hyung."

Jimin mengangkat wajahnya, sudah berapa lama dia terduduk menekuk lutut? Ah, dia bahkan lupa.

"Hyung, Apa kita bisa bicara?"

Jimin menghela napas. Berpikir sejenak. Apa mungkin ini saatnya dia bilang jujur dan menumpahkan semua rasa sakit juga kecewanya? Lalu melangkah maju ke depan meninggalkan segala rasa yang pernah ia miliki untuk mencintai seorang Kim Taehyung yang bahkan tidak peka akan perasaannya.

"Hyung, ayo kita selesaikan ini." Taehyung masih terus mengetuk pelan pintu Jimin, berharap dia bisa menjelaskan semua masalah yang terjadi dilingkaran mereka. Tapi sepertinya Jimin masih ingin berada di zona nyamannya.

Kaki Taehyung melangkah tapi terhenti ketika mendengar bunyi kunci terbuka dan pintu berdecit.

"Hyung," lirih Taehyung saat menoleh ke arah pintu. Apa benar itu Jimin yang selalu peduli padanya? Wajah yang semakin tirus, kulit yang memucat, mata sayu nan sembab dan kurang tidur. Ada sedikit perasaan teriris di hati Taehyung. Bagaimana tidak? Sahabat yang selalu ada untuknya kini tengah begitu terluka dalam karena keegoisannya.

"Hyu—"

Jimin berjalan keluar kamar melewati Taehyung yang berdiri mematung. Menuju ruang tengah melewati dapur.

"Jimin," panggil Yoongi. Taehyung mengisyaratkannya untuk berhenti. Yoongi seolah tahu, dia harus memberi mereka waktu untuk bicara.

Jimin keluar dorm menuju taman dan duduk di bangku kayu tepat di mana dia mengingat segalanya. Taehyung berjalan perlahan menghampiri lalu duduk di samping Jimin. Hanya keheningan yang terjadi di sana. Jimin menatap kosong pagar rumput di halaman.

Taehyung menghela napas. "Mianhae, hyung." Air mata Jimin kini semua tumpah, setelah mendengar kata maaf dari mulut pemuda berkulit tan itu. Taehyung merengkuhnya dalam pelukan, tangis itu pecah. Menumpahkan segala lara yang selama ini terendap, menumpahkan segala rasa sakit dalam satu tangisan.

Taehyung mengusap lembut punggung Jimin yang masih bergetar dan terisak oleh tangisan. Dia membiarkan pemuda itu mengeluarkan segala sesak yang selama ini dia tahan.

"Kamu tahu—kamu tahu aku menyukaimu lebih dari sahabat. Kamu tahu, 'kan?" tanya Jimin dalam tangisnya di dalam dekapan Taehyung.

"Ya, hyung. Aku tahu selama ini kamu memiliki perasaan itu."

"Lalu kenapa? Harusnya kamu bersikap tegas dan jangan membuatku selalu berharap. Jika dari dulu kamu menolak seluruh perhatianku, menolak simpati dan empatiku mungkin aku ... mungkin aku—"

"Untuk itu aku minta maaf. Hyung, aku hanya nggak ingin ada jarak di antara kita. Aku menyukai semua perhatian dan rasa pedulimu. Katakanlah aku egois, aku juga nggak menampik semua perasaanmu itu. Tapi, hyung, itu semua aku batasi. Ada batas dalam perasaanku dan itu nggak mungkin aku langgar. Aku menyukaimu hyung, sebagai sahabat yang baik. Sebagai seseorang yang peduli padaku setelah keluargaku. Kamu berarti, hyung."

"Taehyung-ah, apa kamu ... apa kamu menyukai Yoongi hyung? Apa orang itu Yoongi hyung? Orang yang mampu melanggar batasan?" tanya Jimin. Wajahnya kini menatap manik hazel milik Taehyung. Taehyung tahu ada kesedihan di dalam sana, tetapi bagaimanapun Jimin harus tahu perasaannya juga.

"Ya, orang itu Yoongi hyung. Dia yang mampu membuatku keluar batas dan mendobrak perasaanku sendiri. Aku—"

"Kamu mencintainya?" potong Jimin tersenyum masam.

Taehyung menghela napas. "Ya, sangat."

Jimin mengangguk. Dia tahu tidak ada kesempatan untuknya. Tidak ada tempat untuk ia singgahi dalam hati Taehyung.

"Aku tahu," lirih Jimin. Taehyung menatap sedih hyung-nya lalu merengkuhnya kembali ke dalam pelukannya.

"Hyung, aku tahu ini nggak baik jika aku yang mengatakannya. Tapi, kamu harus percaya ada seseorang yang selalu melihatmu dan berada dijarak terdekat denganmu. Mengkhawatirkanmu dan juga melindungimu."

Jimin tersenyum untuk pertama kalinya. "Aku tahu."

Taehyung terkejut dengan matanya yang membola. "K-Kamu tahu? Aiisshh, dia pasti akan membunuhku secepatnya," gerutu Taehyung sembari menggigiti kukunya

"Hahahaha, tidak akan. Serahkan padaku," ujar Jimin lalu tersenyum lembut.

"Hyung, jadi masalah kita selesai, 'kan? Kamu nggak akan mengurung diri di kamar lagi, 'kan? Berjanjilah hyung, aku adalah orang terakhir alasanmu menangis. Selanjutnya kamu harus terus bahagia."

"Aku masih mencoba untuk move on darimu, brengsek!!!!"

"Astaga, hyung kamu sudah bisa mengumpat sekarang."

"Memangnya aku selama ini nggak bisa? Dasar bodoh."

"Astaga, kamu mulai lagi. Sekarang kamu benar-benar menyebalkan," keluh Taehyung.

"Argghhhh." Jimin mengerang dengan memeluk perutnya.

"Ke-kenapa hyung apa kamu sakit? Bagian mana? Katakan hyung jangan membuatku khawatir lagi."

Jimin tertawa kecil. "Tae ...."

"Ya, hyung. Katakan saja."

"Aku lapar."

"Aishhhh, jinjja! Kamu benar-benar membuatku hampir jantungan."

"Hei, aku serius. Aku lapar."

"Hahahahah. Baiklah ... baiklah, ayo kita ke dalam. Yoongi hyung tadi membuat makan siang untuk kita."

"Ayo, kita masuk."

Kamu tahu, 'kan? Perasaan itu sulit ditebak. Hari ini kamu mencintainya, tapi besok kamu tidak akan tahu. Kamu masih mencintainya atau malah kamu merasa perasaanmu biasa saja. Tapi, persahabatan selamanya akan tetap abadi. Meski kamu terpisah sekalipun, aku mencintainya. Tapi bahagianya tidak ada padaku. Aku harus maju bukan???- pjm

"Akhirnya lo keluar sarang juga."

"Maaf hyung membuat kalian khawatir."

Grebbb

"Hyung, lo bikin gue khawatir. Gue bener-bener ketakutan."

"Maaf."



Tebece💦

[✔️  COMPLETE ] What Happend In The Dorm?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang