BAB 12 - Rasa Ini

1.7K 226 17
                                    

"Hani, lo ngapain sekolah?" tanya Gana kaget saat melihat Hani melenggang masuk dengan santainya ke dalam kelas.

"Ya kenapa? Gue bayar kok sekolah di sini." balasnya sarkas seraya duduk ditempat duduknya.

Gana menoleh menatapnya, "Lo tau bukan itu maksud gue."

Hani meliriknya ragu, "Kita harus latihan buat pensi."

Gana tersenyum, "Jadi itu alasan lo masuk sekolah. Lo khawatir sama penampilan kita di pensi nanti."

Hani menatapnya tajam, tak suka jika Gana mengetahui alasannya melakukan semua itu.

"Kak Digo tadi udah nge-Line gue, katanya dia minta tolong untuk nganterin lo balik kalo udah selesai latihan di rumah gue." Gana memberitahu Hani seraya menatapnya, penasaran dengan reaksi teman sebangkunya itu.

Hani menoleh dengan wajah datarnya lalu mengangguk, "Tolong ya. Lo nggak keberatan kan nganterin gue?"

Gana tersentak dengan pertanyaan Hani yang tiba-tiba, tak menyangka kalau ia akan mengatakan hal itu. Gana kira, mungkin Hani akan membalas dengan anggukan kepala saja karena terlalu gengsi. "Ng-nggak kok. Gue seneng malah bisa bantuin lo."

Gana mengalihkan penglihatannya ke arah tangan Hani yang masih diperban, "Gimana tangan lo? Masih sakit?"

Hani mengangguk, "Masih."

Mereka sama-sama kembali diam ketika bel masuk berbunyi dan guru Sejarah mereka Pak Heri masuk ke kelas.

Pak Heri mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, lalu berhenti pada sosok Hani. "Hani? Gimana keadaan kamu? Saya denger kamu kemarin terluka ya."

"Saya nggak baik-baik aja pak. Luka saya sampai dijait, mana mungkin nggak sakit." jawabnya jujur.

Pak Heri tersenyum menanggapi, "Saya tahu pasti itu sakit. Saya cuma bisa doain kamu cepet sembuh."

"Dan Gana, karena kamu teman sebangkunya Hani, tolong Hani kalau dia butuh bantuan ya." lanjut Pak Heri.

Gana mengangguk kalem, "Baik pak. Tanpa bapak bilang pun saya pasti akan bantuin Hani."

Jawaban Gana membuat Hani mendelik ke arahnya, dan juga membuat seluruh pasang mata yang ada di kelas menatap mereka.

Hani bisa merasakan pandangan dingin dan bisik-bisikan yang membicarakan atau bahkan mencemoohnya dari para perempuan di kelas yang menyukai Gana, tapi dengan mudahnya ia mengabaikan semuanya. Itulah Hani, ia selalu tak perduli dan tak ambil pusing dengan perkataan orang dan tanggapan orang terhadap dirinya.

***

Saat bel istirahat berbunyi Alisa langsung menghampiri Hani ke kelas dengan reaksi hebohnya. "Haniii! Lo kenapa masuk sih? Kenapa nggak istirahat aja di rumah? Gue kaget waktu tadi Gana nge-Line gue dan bilang kalo lo udah masuk sekolah."

Hani menatapnya kesal, "Nggak usah heboh deh. Gue masuk juga karena mikirin latihan buat pensi. Kalo kita nggak latihan terus penampilan kita di pensi nanti jelek, semuanya pasti nyalahin gue. Gue bawa nama kelas."

Dahi Alisa berkerut heran, "Jadi, lo masuk sekolah karena khawatir soal latihan itu?"

Hani berdeham salah tingkah, tak berani balas menatap Alisa sama sekali.

"Padahal kan lo bisa istirahat dulu, nanti kalo udah mendingan baru sekolah lagi." Alisa menepuk-nepuk punggung Hani seraya tersenyum menggodanya. "Atau jangan-jangan lo kangen ya sama kita?"

"Ngaco! Ngapain gue kangen lo?!" bantah Hani cepat.

"Oh, jadi kangennya cuma sama Gana?"

Hani mendelik kesal lalu mencubit lengan Alisa dengan gemas yang membuat sang empunya meringis kesakitan.

Next to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang