Hello!

42 3 8
                                    


Jarum jam tidak bergerak lagi untuk ke sekian kalinya. Jika dihitung, ini sudah jam dinding yang ke-14 yang kamu beli dalam satu bulan terakhir. Setiap kali kamu mencoba mengganti batu baterainya, jam itu tidak kunjung bergerak. Terlalu niat jika kamu pergi untuk mencari tukang service jam dinding di sekitar rumahmu. Karena kamu tinggal di kompleks perumahan yang jauh dari keramaian. Hanya ada rumah-rumah dengan orang-orang yang muncul di pagi hari saat berangkat kerja dan malam hari saat pulang kerja.

Bisa dibilang, kamu itu orang yang cukup aneh. Sebenarnya jika kamu menaiki motormu dan berjalan lurus saja lalu belok kiri saat masuk jalan raya, kamu bisa menemukan tukang service jam di dekat toko kue. Kamu bisa sekalian membeli kue di sana dan bertemu dengan kakak kelasmu, Chanyeol, yang kamu incar saat sekolah dulu. Tapi kamu lebih memilih untuk pergi ke stationery yang berada jauh sekali di kota lain, sehingga kamu perlu menaiki kereta.

"Aduh, di mana ya kartunya?" gerutumu sambil mengacak-acak tas kecil yang kamu bawa. Lalu dompet dan powerbank milikmu terjatuh. Saat kamu berjongkok untuk mengambilnya, tas makeup milikmu juga ikut jatuh, memuntahkan seluruh isinya. Kamu panik karena orang-orang yang mengantri di belakangmu mulai terdengar memaki.

"Ada yang bisa saya bantu, kak?" Petugas kereta pun menghampirimu karena kericuhan ini. Kamu mengangkat kepalamu, melihat wajah petugas itu.



Gemas ih gingsulnya!



"Lucu..." matamu tak berkedip saat petugas itu tersenyum padamu.

"Hmm?" Petugas itu menaikkan salah satu alisnya sambil melihat barang-barangmu yang berserakan di lantai. Dengan sigap, dia membereskan barang-barangmu lalu memasukkannya ke dalam tasmu.

"Terima kasih, mas... Woojin." Kamu membaca name tag yang tertera di saku kemejanya.

"Iya sama-sama, kak." Kata Woojin, nama petugas itu.

"Ikut saya, kak." Lanjut Woojin.

Woojin meraih lenganmu, lalu kamu pun berdiri dan ikut berjalan dengannya. Kalian pergi dari kerumunan antrian sehingga suara ricuh makian pun meredam. Sepertinya dengan kepergianmu juga, antrian menjadi lebih lancar. Kamu berusaha mencari lagi kartu dengan salah satu tanganmu, karena tangan kananmu masih dipegang oleh Woojin. Barang-barangmu kembali jatuh berserakan di lantai.

"Aduh, maaf." Kamu melepaskan tangan Woojin, lalu kembali duduk berjongkok membereskan barang-barangmu sendiri.

"Lucu." Kata Woojin pelan. Lalu kamu melihat ke atas, menemukan senyum usil tergores di sepanjang bibir Woojin.

"Kalau kartunya ketinggalan, kakak bisa pakai tiket di sana." Woojin menunjuk ke arah loket yang terletak sangat dekat, sekitar lima langkah dari tempat kalian berdiri.

"Oh, iya?" Dengan wajah sedikit malu, kamu lalu segera berlari kecil ke loket.

Saat berlari kecil, tiba-tiba kamu menabrak seorang laki-laki berbadan tinggi sekali. Rambutnya hitam, pakaiannya sangat rapi, dan kulitnya sangat cerah. Tidak pernah sekalipun kamu melihat orang dari bawah sampai ke atas dengan mulut yang menganga. Dia hanya mengerenyitkan dahi saat melihat matamu yang berhenti di matanya. Dalam beberapa detik, kesadaranmu mulai kembali, matamu mulai berkedip.

"Ladies, first." Orang itu menadahkan tangannya, memintamu untuk maju duluan ke loket. Tapi kamu salah tanggap. Karena kamu kurang fokus, kamu malah menggapai tangannya yang lembut.

Hello Clumsy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang