Itu Mommy!

11K 235 43
                                    

Suara yang berasal dari sepasang sepatu pentofel berdentum cukup nyaring, langkah kakinya memenuhi lantai marmer di dalam sebuah mansion megah bak istana dengan nuansa serba modern.

Tujuannya kini hanya satu, yaitu sebuah ruangan dimana buah hatinya berada.

Tak berapa lama seseorang memanggilnya, dia adalah seorang asisten rumah tangga yang bertugas untuk mengurus rumah beserta kedua anaknya.

"Tuan Raymond sudah pulang?" Wanita paruh baya itu menunduk hormat kepada tuannya.

"Iya bi, maaf saya tidak mengabari orang rumah terlebih dulu"

"Tidak apa tuan, hanya saja sepertinya non Shannon sedikit kecewa dengan tuan, tuan bilang akan pulang tiga hari yang lalu, non Shannon sudah sangat bersemangat menyambut tuan pulang. Tetapi tuan tidak bisa pulang"

Pria itu mendesah pasrah, akan sulit mendapatkan maaf dari putri cantiknya itu.

"Saya permisi tuan" wanita itu berlalu meninggalkan majikannya yang sedari tadi tak bergeming.

Sampai-sampai ia tak menyadari bahwa di belakangnya terdapat sepasang kornea mata yang menatapnya penuh rindu.

"Daddy" sebuah suara membuyarkan lamunannya, sontak saja Raymond memutar tubuhnya ke arah sumber suara.

Raymond sangat merindukan suara itu, pekerjaan menuntutnya untuk tidak bertemu anak-anaknya selama beberapa bulan belakangan ini. Ia memeluk penuh kerinduan pada pria kecil dihadapannya kini yang tak lain dan tak bukan adalah putra kebanggaanya.

"Daddy rindu"

"Sean lebih rindu daddy, daddy ngga pernah pulang" tetes demi tetes air mata anak itu membasahi pundak sang ayah.

Sean baru menyadari bahwa daddynya selalu berpesan jika seorang lelaki tidak sepatutnya menangis. Cepat-cepat ia menghapus air matanya sebelum daddynya tahu.

"Kenapa di hapus sayang?" Raymond menyentuh kedua pipi tembam putra tunggalnya dengan lembut.

"Daddy bilang laki-laki ngga boleh menangis" balas Sean dengan wajah polos khas anak-anak, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan merasa gemas.

"Dalam waktu-waktu tertentu laki-laki boleh saja menangis sayang, daddy tahu kamu menangis karena kamu kecewa dengan daddy bukan?"

"Mungkin iya mungkin juga tidak daddy"

Raymond terkekeh geli mendengar jawaban anaknya yang menurutnya sangat dewasa untuk ukuran anak berusia tiga setengah tahun.

"Aku kecewa sama Daddy, tapi aku juga bangga sama daddy karena pekerjaan daddy yang keren, kalau aku besar nanti aku mau seperti daddy"

Di dalam kalimat yang di ucapkan Sean, anak itu mengungkapkan kekagumannya terhadap pekerjaan yang di emban ayahnya.

Raymond mengusap lembut kepala putranya, diam-diam ia mengaminkan dalam hati keinginan putranya untuk menjadi seperti dirinya. Ia memang sangat berharap bahwa putranya bisa meneruskan jejaknya.

"Shannon dimana, Sean?" Raymond sedari tadi belum melihat putrinya itu, bahkan Sean menemuinya hanya seorang diri tanpa di dampingi kembarannya.

Sean dan Shannon merupakan anak kembar Raymond, kelahiran mereka hanya berjarak lima menit.

"Di taman daddy, tadi aku udah ajak dia untuk temuin daddy tapi Shannon ngga mau dad"

Raymond mengganguk, pasti putrinya itu tidak mau menemuinya karena sedang marah. Ia mengajak Sean untuk menemui Shannon di taman.

"Princess, daddy minta maaf ya daddy ngga bisa nepatin janji" Raymond berjongkok di hadapan putrinya agar mensejajarkan tingginya dengan putri kecilnya itu. lengannya memegang kedua telinganya seolah olah ia sedang menjewer kedua telinganya karena merasa bersalah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Young MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang