04. Hujan di Pagi Itu

150 25 15
                                    

Pagi itu, 23 Desember 2016. Kurang lebih setahun yang lalu. Arian masih mengingat dengan jelas aroma tanah yang basah karena hujan ketika ia membuka jendela ruangannya. Hujan lebat setengah jam yang lalu mengakibatkan pemadaman listrik total di kantornya. Padahal baru kemarin Farhan mengabarkan bahwa ada masalah pada genset mereka, tapi perbaikan ditunda karena masih harus mengurus wifi yang putus nyambung di kantornya. 

Merasa pengap, Arian putuskan untuk membuka jendelanya, membiarkan angin menerpa wajahnya sembari menunggu listrik kembali nyala.

Dia tidak bisa bekerja tanpa komputer, bukan?

Angin selepas hujan tidak dingin, justru memberikan kesejukan. Terlebih di kota yang panasnya bukan main seperti Jakarta. Maka Arian membiarkan dirinya berdiam selama beberapa menit untuk berterima kasih pada Sang Pencipta karena telah menciptakan hujan yang begitu lebat hingga mematikan aliran listrik di kantornya dan Arian bisa istirahat sejenak sambil menikmati suasana lembab setelah hujan.

Masih di hari dan suasana yang sama, Bang Ozi membawa seseorang bernama Aluna ke dalam ruangannya.

Tidak ada kesan khusus yang ditunjukkan oleh gadis yang mengenakan jaket denim kebesaran dengan rambut lurus yang dikuncir kuda itu. Seperti gadis pada umumnya, dia terlihat biasa.

Kecuali bibirnya yang terus mengulaskan senyuman.

Ada sedikit kesan kekanakkan yang melekat ketika ia melihat wajahnya sekilas.

"Hai, aku Aluna Bimala. Sahabat Bang Ozi, masih semester 5."

Sebaris perkataan itulah yang paling Arian ingat.

Menderngarnya, Arian dan Bang Ozi sempat bertatapan. Sebelumnya Bang Ozi bercerita bahwa ia bertemu seorang mahasiswi di sebuah galeri seni, dan katanya, dia seseorang yang luar biasa.

Arian mencibir, well, memang benar luar biasa.

Mana ada orang yang menyebut orang lain sebagai sahabat ketika ia hanya bertemu sekali?

Tapi, sesuai peraturan yang berlaku. Perusahaannya bisa menerima anak magang dengan satu syarat, yaitu dengan membuat sebuah demo. Apapun. Desain poster, pamphlet, leaflet, atau iklan sekalipun, dalam waktu satu minggu.

Karena hari itu Aluna hanya membawa berkas seadanya, jadi Aluna diminta mengirimkan demonya via email berhubung seluruh pegawai akan cuti bersama hingga tahun baru.

Arian tidak benar-benar serius ketika mengatakan satu minggu. Semua orang pun tahu kalau seminggu kedepan kantor ini akan libur karena Natal dan tahun baru. Tapi Aluna menganggap sebaliknya.

Tepat pada tanggal 1 Januari 2017 pukul 00.10 WIB, sebuah email berjudul "Dear Mas Arian" datang dan menarik perhatiannya.

Pengirimnya? Mahasiswa yang seminggu sebelumnya datang ke kantornya, Aluna Bimala.

Jarinya bergerak meng-scroll layar ponselnya.

Dear Mas Arian,

Di malam tahun yang mana semua orang bersenang-senang dengan orang terkasihnya, aku nggak pernah merasa keberatan tuh ngerjain demo agar bisa kerja jadi orangnya Mas Arian.

Sekitar jam 10 aku ngerasanya biasa aja. Tapi semakin kesini malah semakin deg-degan. Sampai mama dan papa tanya, "Kamu mau kirim email atau mau ngelamar orang?"

Tapi bukannya sama aja, ya? Ngelamar kerjaan kan sama aja kayak ngelamar orang. Bikin orang itu terkesan sama kita. Dan deg-degannya juga sama aja. Ya, nggak?

Jadi, selama dua jam sepuluh menit, deg-degan yang aku rasain ternyata cuma karena mau kirim email. Rasanya juga sama kayak mau kirim email ke dosen. Ribet jadi mahasiswa. Mas mau aku ceritain soal aku yang lontang-lantung ngerjain tugas, nggak? Pengin kerja aja. Semoga mas Arian mau, ya, kerja sama aku.

Kemarin pas ketemu, aku nggak sempat memohon-mohon, jadi mohon-mohonnya via email aja, biar kelihatan dramatis.

Terakhir, Bang Ozi bilang, Mas Arian itu orang yang hebat. Semoga di tahun 2017, atau ke depannya, Mas Arian akan semakin hebat, dan diberikan kebahagiaan berlimpah. Selamat tahun baru 2017!

Aluna

Arian tersenyum. Tidak tahu kenapa, ia merasa terkesan sekaligus gemas dengan tingkah mahasiswa berumur 20 tahun itu.

Dan ketika ia membuka sebuah file yang dilampirkan, ia semakin senang menyadari keanehan yang dimiliki gadis ini.

Sebuah desain poster tentang peduli banjir.

Dan satunya lagi, foto dirinya yang mengacungkan jagung bakar dengan tulisan judul keluarga_saya_bikin_jagung_bakar_mas_arian_iri_nggak_lihatnya.jpeg

Tawa Arian meledak.

Pasti, Aluna. Kantorku butuh seseorang seperti kamu, batinnya.

Dengan cepat Arian mengetikkan sebuah balasan.

Dear Aluna,

Terima kasih atas antusiasme dan semangat kamu. Ternyata kamu segila ini. Jangan tersinggung, gila yang kumaksud bukan hal yang buruk, kok. Terima kasih juga atas ucapan selamat tahu barunya. I wish the same for you and your beloved ones. I'd love to hear your stories, as well. Minggu depan kamu mulai kerja, ya.

P.s. Stop calling me Mas.

Arian Devananta

Arian menekan 'send' lekas mengamini segala doa yang terucap di malam penghujung tahun itu.

Dua minggu setelah Aluna bekerja di N:ext, Arian jarang melihatnya. Selain karena kantornya dan tempat kerja Aluna yang terpisah, Aluna juga lebih sering menghabiskan waktunya bersama Bang Ozi dan temna-teman satu departemennya.

Tidak ada kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat.

Sayang sekali, padahal Arian sangat menyukai anak itu.

Namun mereka pernah sesekali bertemu di pantry, ketika keduanya sama-sama ingin membuat kopi atau mie instan. Jika bertemu, mereka hanya akan bertukar sapa dan menawarkan untuk membuatkan kopi satu sama lain.

Sekadar basa-basi yang tidak menarik.

Tapi Aluna benar-benar tidak terduga. 

Ini yang membuat Arian selalu teringat Aluna ketika hujan turun.

Di pagi hari yang lain, ketika hujan turun dengan deras, Arian harus merasa bersyukur karena telah tiba di kantor sebelum hujan semakin menjadi-jadi. Coba kalau dia terlambat 5 menit saja...

Sudah menjadi kebiasaannya untuk mengecek siapa saja yang sudah datang di kantor begitu dirinya sampai. Kantor masih sepi, masih banyak yang belum datang. Hari ini pasti banyak anak yang terlambat, pikirnya.

Tak terasa kakinya telah membawanya ke lantai 2, tempat creative bekerja. Di sinilah nyawa kantornya. Jantungnya. Arin mengintip dari celah pintu yang terbuka, sudah ada 3 orang di dalamnya. Reza, Daniel, dan Aluna. Bukan, mereka bukan berangkat terlalu pagi. Mereka memang suka lembur di kantor, hampir sama seperti sekuriti.

Arian mendorong pintunya perlahan, namun tepat sekali dengan listrik yang tiba-tiba padam, lagi.

Dan terdengar suara Aluna yang ribut, diiringi tepuk tangan dari Daniel dan Reza.

"HAPPY BIRTHDAY TO YOU! HAPPY BIRTHDAY TO YOU! HAPPY BIRTHDAY HAPPY BIRTHDAY HAPPY BIRTHDAY TO YOU~"

Arian menaikkan sebelah alisnya, "Siapa yang ulang tahun?"

"Nggak ada, reflek aja karena kamu datang pas listriknya mati. Kan jadi mirip birthday party gitu." Aluna nyengir. 

Sedangkan Daniel dan Reza hanya terkikik geli. Dua orang ini bisa menjadi anak TK ketika sedang bersama Aluna.

Arian menghela napas.

Kini pemadaman listrik pun akan mengingatkannya pada Aluna.



Alluring AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang