Aluna tidak bercanda ketika menyanggupi project itu dalam dua minggu. Ia team leader-nya. Dan pagi itu ia sudah duduk di meja kantornya dengan pakaian yang rapi dan lengkap dengan secangkir kopi yang menegepul di atas mejanya. Senyumnya merekah ketika melihat Bang Ozi tiba di kantor.
"Bang, gue udah selesai ngonsep, nih. Tinggal gue konsultasiin aja ke lo, kan?"
Bang Ozi mengernyit. Ia bahkan belum duduk di kursinya, Aluna yang tidak bisa diam itu sudah menanyainya tentang pekerjaan. Matanya melirik secangkir kopi panas di mejanya. Pasti Aluna.
"Cepet amat semalem doang. Lo lembur di kantor?" tanyanya setelah menyesap kopinya.
"Iya, Bang. Tapi gue bawa mobil kok, jadi pas pulang jam tigaan masih aman, dong. Jadi gini nih, setelah gue nyari beberapa footage, gue rasa ide gue kali ini bakalan cocok sama brand kali ini."
Bang Ozi mendengarkan Aluna yang menjelaskan konsep buatannya dengan seksama. Perlu dia akui, selama ia mengenal Aluna, dia tak pernah menyesali keputusannya untuk membawa dia ke perusahaan ini. Aluna kreatif, selalu berpikir out of the box, dan semangatnya lah yang membuat Bang Ozi terkesan.
Bang Ozi justru tidak suka Aluna yang pendiam. Seperti tahun lalu. Ketika Aluna bahkan tak telihat ingin bicara. Selama bekerja, ia banyak diam. Sesekali mengangguk ketika teman-temannya meminta sesuatu, lalu melakukannya tanpa banyak tanya.
Beruntung Bang Ozi dengan cepat menyadari keadaan dan membawa Aluna keluar untuk membicarakannya. Aluna membiarkan dirinya menangis di hadapan Bang Ozi, ia meminta maaf karena pekerjaannya terganggu karena ketidakprofesionalannya.
Memang butuh waktu untuk mengembalikan Aluna seperti sediakala. Tapi untuk saat ini, asal senyuman itu tidak hilang dari wajahnya, maka Bang Ozi akan berhenti mencemaskannya.
"Oke, eksekusi langsung ya," ujar Bang Ozi.
"Nanti kita rapat bentar, gue ajakin Arian juga, terus lo jelasin sedetail mungkin konsep lo itu. Kalau lancar, mungkin kita bisa presentasi ke brand 3-4 hari ke depan. Siap?"
Aluna mengacungkan jempolnya.
***
Arian dibuat uring-uringan oleh Joy yang belakangan ini bertingkah sensitif. Harusnya Arian memahami, tapi terkadang Joy bisa jadi sangat menjengkelkan. Joy baru saja putus dari pacarnya yang sedang kuliah master di Australia. Ini bukan yang pertama kalinya, mereka memang sering putus, lalu kembali bersama lagi, lalu putus lagi. Arian berani bertaruh, tidak kurang dari seminggu mereka pasti akan berbaikan.
Kaki jenjang Arian membawanya ke pantry, ia ingin kopi. Lalu matanya bertemu dengan sepasang mata bulat yang menatapnya ramah.
Aluna lagi.
Tadi pagi ia sudah bertemu Aluna di lantai dua, dan sekarang bertemu lagi. Melihatnya tersenyum, Arian pun melakukan hal yang sama.
"Mas Arian mau mie?" tanyanya.
Arian menaikkan sebelah alisnya. Seingatnya, dia telah memperingatkan Aluna untuk tidak memanggilnya Mas. Rasanya aneh.
Sadar, Aluna meralat, "Arian, bukan Mas Arian. Sori. Soalnya muka kamu ditekuk, sih. Kan jadi kelihatan lebih tua, sampai aku harus panggil Mas."
Arian tersenyum singkat. Agak lucu melihat Aluna memanggilnya Mas. Ini mengingatkannya pada Bunda yang selalu memanggil Ayah dengan sebutan itu ketika tak ada dirinya dan Bayu di rumah.
"Lama-lama kamu aku jadiin office girl, tiap ketemu selalu nawarin sesuatu," tukasnya.
"Eits, double positioning dong aku. Gapapa sih selama ada penambahan gaji. Tapi aku serius, mau dibuatin sesuatu nggak? Mumpung kopi buatanku rasanya masih yang paling enak di kantor ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alluring Aluna
General FictionTentang Aluna, tingkahnya, hari-harinya, dan caranya melupakan masa lalu, juga tentang Arian yang dibuat terpesona olehnya. Starring Kim Minkyung and Jeon Wonwoo