3 -

3.2K 374 24
                                    

Haii~
Sebelumnya kuucapkan terima kasih banyak buat yang baca dan voment cerita ini.
Karena yang authornya ini masih abal-abal tolong dimaafkan ya.

Aku tunggu kritik dan sarannya.
Selamat membaca (≧▽≦)

٩(๑òωó๑)۶

Aku masih berkutat dengan tugas tambahan dari pak Wonwoo, ya gara-gara aku membolos kelasnya minggu lalu. Mungkin aku terlalu serius hingga tidak mendengar suara disekitarku.

Tiba-tiba Seo Jisoo, sahabatku, menepuk keras pundakku.
"Ya!! Kau membuatku terkejut!" Seruku dengan sedikit meninggikan suaraku.

"Ssstt!!! Kau gila? Pak Wonwoo dari tadi menatap tajam ke arahmu." Bisik Jisoo.

Aku langsung melihat ke arah pak Wonwoo yang sudah ada di depan kelas, tentu saja dengan menatap tajam ke arahku. Tapi beberapa detik kemudian, dia kembali seperti biasa dan mulai mengajar dengan sangat menyebalkan.

"Park Myungeun-ssi, pergi keruangan saya sekarang!" Perintah pak Wonwoo.

"Mampus!" Ejek Jisoo.

Aku hanya menatap Jisoo dengan kesal, sebelum berlalu mengikuti pak Wonwoo. Ini akan menjadi kedua kalinya aku bertemu pak Wonwoo sendirian.

.

"Mana tugasmu?" Tanya pak Wonwoo dengan dingin.

Ini tangan udah gemetar dari awal masuk ruangan pak Wonwoo. Aku takut, sendirian disebuah ruangan bersama seorang pria. Aku trauma.

Aku menyerahkan makalah yang Sejujurnya baru aku kerjakan tadi pagi. Beruntung aku paham dengan tugasnya, jadi aku bisa mengerjakannya dengan cepat. Aku melihat pak Wonwoo membolak-balik makalahku dengan wajah datarnya. Tidak ada senyum atau raut marah atau gimana gitu. Sumpah ini orang punya ekspresi nggak sih?

"Oke. Hukumanmu untuk tadi pagi," kata pak Wonwoo yang tiba-tiba melempar kunci mobil padaku.

Hukuman? Memangnya aku bikin salah? Kapan? Tapi ini beneran dikasih kunci mobil? Hukumannya dikasih mobil? Kalau gini tiap hari aja bikin salah sama pak Wonwoo.

Pak Wonwoo yang sepertinya melihatku kebingungan hanya menunjukkan smirknya.

"Tunggu saya dimobil. Sekarang kamu keluar!" Perintah pak Wonwoo sebelum dia berkutat dengan tumpukan dokumen dimejanya.

Aku iyain aja, daripada beliau ngelakuin sesuatu yang diluar dugaanku mungkin.

.

Sudah 30 menit aku menunggu pak Wonwoo. Dan orang itu baru muncul dihadapanku saat aku memutuskan untuk pulang jika orang itu tidak muncul dalam 2 menit.

Akhirnya aku kembali masuk mobil. Mau marah gak punya hak, orang tuanya bukan, pacarnya bukan. Jadi aku cuma diam selama perjalanan  -yang entah kemana ini-  sampai pak Wonwoo memberhentikan mobilnya didepan sebuah rumah yang besar. Mungkin tiga kali lebih besar dari rumahku.

Pak Wonwoo mengajakku masuk ke rumah itu. Apa ini rumahnya?

Mungkin.

"Myung-ah, akhirnya kau datang." Sambut nyonya Jeon yang langsung memelukku.

"Iya, bibi."

"Ya! Panggil aku Mama. Sebentar lagi kan kamu mau nikah sama Wonwoo."

Astaga.







Ngapain di-ingetin?







Kalo aku mau nikah sama dosen triplek itu.







Gak mau sih sebenernya.






Tapi udah terlanjur bilang kalau setuju.






Emang kenapa sih mulutku, waktu itu langsung nantangin buat nikah sama pak Wonwoo, cuma gara-gara sakit hati sama perkataan Mom?




Nyonya Jeon -- maksudku Mama, menarikku ke dapur. Dia memamerkan keahlian masaknya padaku. Ini niat pamer apa nyindir aku yang gak bisa masak sih?

"Cobain rasanya." Suruh Mama.

Duh.. jadi manggil Mama.

"Eemmm... rasanya sangat enak," Masakannya benar-benar enak.

"Wonwoo nggak makan seafood, jadi tiap hari makannya ya semacam ini. Bahkan kadang dia jarang makan dirumah, dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya." Cerita Mama.
Aku nggak tau kenapa Mama tiba-tiba bercerita seperti ini.

"Wonwoo, meskipun cuek gitu, dia Sebenarnya hangat kok. Dia akan tetap peduli sama orang yang disayanginya apapun keadaannya. Cuma kalau sifat Wonwoo yang lain muncul, dia bisa jadi orang yang nggak berperasaan, kata-katanya bisa nancap dihati banget. Jadi kamu harus kuat-kuat ya hadepin Wonwoo." Mama bercerita dan menasihatiku sambil menyiapkan peralatan makan.

"Kalau dia nyakitin kamu.. bilang sama Mama. Mama nggak akan mencegahmu untuk mencari kebahagiaanmu sendiri,"

Kata-kata yang terakhir itu, aku tidak mengerti maksudnya. Aku nggak paham, jadi aku iyain aja.

Beberapa saat kemudian tn. Jeon dan pak Wonwoo udah duduk rapi didepan meja makan. Aku sama Mama ikutan duduk juga.

"Myung-ah, bagaimana kuliahmu hari ini?" Tanya tn. Jeon.

"Seperti biasanya. Hanya saja seharusnya ada kelas sebentar lagi." Jawabku lalu tersenyum. Tn. Jeon yang bertanya hanya mengangguk mengerti.

Setelah itu Mama terus bercerita tentang keluarganya, juga sesekali kisah cintanya. Jujur aku tidak tertarik, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan selain mendengarkan beliau.

∆∆∆

Aku masih setia memainkan ponselku. Sambil sesekali melirik jam tanganku, juga menatap Seungkwan yang belum juga selesai melakukan kegiatannya.

"Myung-ah, tolong belikan aku coffe latte." Ucap Seungkwan yang masih nyalon.

Aku sekarang sedang menemani Seungkwan  NYALON.  Ini yang cewek siapa? Yang mau nikah siapa? Kok dia yang nyalon?

Tapi pada dasarnya aku nggak suka yang namanya nyalon, tapi hobi banget nemenin Seungkwan nyalon. Aneh kan.

"Okay,"

Aku berjalan ke cafe didepan salon. Cafenya lumayan ramai meskipun belum waktunya jam makan siang. Aku memesan coffe latte dan milk tea kesukaanku.
Saat menunggu pesananku, seseorang menepuk pelan pundakku yang membuatku hampir menendangnya.






"Jeon?"


ヾ(。>﹏<。)ノ゙✧*。

Haiii~
Gimana ceritanya?

Membosankan?
Atau bikin penasaran?

Lanjut nggak nih?
Voment yaa~
See you soon (^.^)/~~~

[✔] MOON RISE - JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang