Sembilan belas

21.7K 2K 186
                                    

Salah satu hal yang aku sukai dari menulis adalah aku bisa berimajinasi tentang banyak karakter orang di dunia ini. Percayalah aku gak sebaik Zea juga gak sejahat Kyara.

Terkadang aku bisa sedingin Zio dan secerewet Zea, juga bisa senyelekit omongan Iqbal.

Aku cuma cewek single yang suka berimajinasi bisa jadi jodohnya Alvaro Mel.

Udah baikan curcol absurd aku.

Happy reading.

***

Iqbal tahu ucapannya itu keterlaluan, Alana tidak pernah mengajarinya untuk berlaku tidak sopan kepada orang lain apalagi seseorang yang lebih tua darinya terutama perempuan. Iqbal masih saja kepikiran tentang ucapannya tadi terhadap Valen.

Minta maaf nggak?

Setelah dipikir-pikir untuk apa Iqbal minta maaf, lagipula yang dikatakan oleh Iqbal benar. Gadis itu memang salah karena tidak menolak permintaan Safira.

Sangking asiknya melamun, Iqbal sampai tidak sadar kalau orangtuanya sudah pulang. "Bal, lagi mikir apa? Ini ada bakmie." Ujar Alana meletakkan sebungkus bakmie di atas meja. Iqbal berlalu ke dapur untuk mengambil piring.

***

Brak!

Valen menggebrak meja Zea yang sedang serius menulis sebelum ke kantin untuk mengisi perutnya. Zea langsung terlonjak kaget dan menatap Valen dengan tatapan bertanya. Kyara dan beberapa teman yang masih ada di kelas menjadi penonton yang baik atas drama yang diciptakan oleh Valen ini.

"Salah gue kalau tante Safira pilih gue sebagai calon menantunya?" tanya Valen tanpa memedulikan dirinya sedang jadi bahan tontonan gratis.

Zea mengernyit. "Penting bahas itu di sekolah?"

Valen tertawa renyah. "Cara lo kampungan, lo gunain Iqbal buat ngelabrak gue? Segitu terobsesinya sampai lo manfaatin adik lo!" ujarnya berapi-api.

"Sumpah gue nggak ngerti maksud lo apaan tapi yang jelas gue nggak pernah manfaatin Iqbal atau siapapun untuk kepentingan gue! Asal lo tahu dengan atau tanpa gue mintapun, Ken lebih memilih gue daripada lo, Valencia Dilla Berlian!"

Kyara sepertinya tertarik untuk ikut dalam perdebatan ini. Dua lawan satu, saatnya untuk memojokkan Zea. "Selalu ranking satu tapi otak nggak pernah digunain buat mikir."

"Mikir dong! Cowok yang lo dekati sekarang itu calon suaminya Valen. Lo mau jadi pelakor? Lo cantik? Gue akui, lo pintar? Itu fakta, lo tajir? Benar! Tapi lo nggak bisa dapatin semua yang lo inginin karena diri lo yang sempurna. Gue ingatin Kenzio adalah milik Valen dan lo jangan ngerusak hubungan mereka!"

Zea merasa terpancing emosinya, ia berdiri tepat di hadapan Kyara yang sedang bersidekap. "Hubungan seperti apa yang mereka punya? Pacaran? In your dream! Valen dan Kenzio tidak memiliki hubungan apa-apa, camkan itu! Itu hanya perjodohan konyol antara orang tua!"

Zea menarik napas pelan, tetap bersikap tenang. "Gue pelakor? Lo nggak nyadar kalau pelakor sebenarnya adalah lo, Kyara Floreta Ananta!"

Zea menatap teman-temannya di kelas. "Guys, kalian masih ingat Kalau Alvin adalah mantan gue! Dan tentu kalian tahu apa penyebab kami putus, jadi penikung di sini siapa sebenarnya?"

Serentak teman-temannya menjawab. "Kyaraaaaaaa."

Zea tersenyum puas. "Pelakor jangan teriak pelakor!" setelah itu Zea mentap Valen dan Kyara secara bergantian. "Gue sih masih punya malu buat ribut di sekolahan gara-gara masalah cowok."

Setelah itu Zea berlalu meninggalkan mereka, jujur bukan ini yang ia inginkan, tidak pernah ada di benak Zea untuk merusak persahabatan mereka menjadi permusuhan. Tapi kalau memang ini takdir, Zea bisa apa.

Baru satu langkah Zea melangkahkan kakinya kelur kelas, seseorang menepuk pundaknya kemudian Zea menoleh. "Mantan gue asli keren banget," ujar Arka yang juga memperhatikan perdebatan tadi dari luar kelas.

Zea tersenyum.

"Lo sekarang taken apa nggak sih? Kalau jomblo, yuk balikan."

"Balikan aja ama tembok."

"Serius gue!"

"Sorry, Ar. Gue nggak mau balikan. Rasa yang gue punya ke lo dulu hanya sesaat dan itu sebatas cinta monyet, gue udah cinta sama cowok lain."

Arka mengangguk, walaupun ia sedikit kecewa dengan jawaban Zea tapi ia tidak bisa memaksa karena itu hak Zea. "Ok, kalau jadi teman gimana?"

"Mantan jadi teman?" Zea berpikir sejenak. "Not bad!"

Arka tersenyum sumringah. "Kalau gitu, gue traktir lo di kantin sepuasnya sebagai tanda pertemanan kita."

Zea tidak menolak, lumayan gratis apalagi ia sedang lapar.

***

"Huaaaaaaaa Kennnnnnnn, Zea kesal. Bete sebete-betenya. Fix Zea hari ini butuh pelampiasan!" setelah pulang sekolah Zea diantar oleh Arka ke kantornya Kenzio, lumayan ada tumpangan gratis, hemat ongkos naik grab dan tidak perlu minta jemput Kenzio.

Zea berjalan mondar-mandir di hadapan Kenzio seperti setrikaan. Membuat Kenzio tidak fokus dengan pekerjaannya lalu ia bertanya. "Ada apa sayang?" Kenzio menuntun Zea duduk di sofa.

"Tadi ya masa si Kyara sama Valen bilang Zea pelakor padahal 'kan Ken emang milik Zea!" ujarnya bangga di akhir kalimat.

"I'm yours!" dua kata yang membuat Zea mematung, jantung Zea berdetak kencang. Tangan Kenzio terangkat untuk mengacak rambut Zea, itulah salah satu hobi Kenzio.

"Biar aja mereka mau bilang apa tentang kamu, satu yang harus kamu ingat, hati aku adalah milikmu dulu, sekarang dan selamanya because i love you."

"Biarpun dunia menolak, aku akan tetap memperjuangkan kamu," lanjutnya.

Zea langsung menghambur ke dalam pelukan Kenzio, tangisnya pecah membuat jas yang dikenakan Kenzio menjadi basah. "Zea beruntung dicintai oleh Ken," ujar Zea di sela isak tangisnya.

Kenzio mengusap lembut rambut Zea, "Aku lebih beruntung bisa mendapatkan kamu, cewek cerewet berotak cerdas yang selalu bisa membuat jantung aku berdetak kencang."

Zea melonggarkan pelukannya dan mendekatkan telinganya ke dada Kenzio. "Ritme jantung kita sama, Ken."

"Itu karena aku dan kamu satu hati." Ucap Kenzio seraya tersenyum manis.

***

Kenzio

Kenzio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arka

Arka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rahasia Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang