Sebelas

1.9K 165 4
                                    

Jean mendengus kesal mendengar ocehan orang yang sedari tadi tidak hentinya mengeluarkan omongan-omangan yang dirasanya tidak penting itu.

"Ya Tuhan ini cowok kok bawel banget, bener kata Daffa, mulutnya itu nggak jauh beda dari mulutnya lambe turah," gerutu Jean dalam hati.

"... dan menurut gue lo itu unik, cuman sampe sekarang gue masih penasaran. Sebenernya kenapa sih lo itu sedingin ini?" suara Fathur terdengar sebagian karna Jean tengah sibuk dengan dunia lamunannya sendiri.

"Lo dengerin gue nggak sih?" tanya Fathur sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Jean.

Jean yang semakin kesal dengan kelakuan Fathur menolehkan matanya tajam.

"Lo bisa diem nggak sih?" ucap Jean kecut.

"Nggak bisa karna gue mahluk hidup." Fathur menyahut sembari menampakan deretan gigi putihnya dengan ekspesi tanpa dosa.

"Cihh." Jean mendecak kesal. Lalu ia mempercepat langkahnya meninggalkan Fathur.

"Hey, tungguin gue. Nanti ada binatang buas aja lo nyari-nyari gue." Fathur segera menyusul Jean.

Mereka kembali berjalan beriringan. Fathur tak berbicara apa-apa lagi, suasana di sekitar mereka sangat hening. Hanya ada suara daun yang bergesekan karna tertiup angin.

"Rasanya merinding juga di hutan dengan situasi sehening ini," batin Jean. Sesekali Jean menoleh pada Fathur yang fokus menatap jalanan lurus. Ia benar-benar diam kali ini.

Jean menghela nafas pelan. "Sebenernya siapa sih orang yang mau jauhin gue sama Daffa?" tanya Jean dingin. Fathur hanya menoleh sebentar. Lalu meluruskan kembali pandangannya tanpa menjawab.

"Heh gue nanya!" ucap Jean kesal.

Fathur menghentikan langkahnya. "Gue heran sama cewek, gue ngomong di marahin. Gue diem di marahin juga. Maunya apa coba?"

Jean hanya terdiam. Fathur membali berjalan sembari mendecak kesal. Jean hanya terdiam mendengar ucapan Fathur yang memang ada benarnya itu. Mereka kembali berjalan beriringan.

Tak lama Fathur kembali membuka suaranya.

"Sebenernya gue nggak pernah mau ngelakuin hal rendahan kayak gini," ucap Fathur merasa bersalah.

"Lo harus hati-hati sama orang di sekitar lo, dia punya obsesi buat mencintai. Menurut gue dia bakal terus berusaha buat misahin lo sama Daffa kalau pun gue berhenti."

Jean mengkerutkan keningnya. "Maksud lo?" Fathur kembali terdiam. Jean berusaha memikirkan apa maksud dari ucapan Fathur barusan.

"Nyokap gue ada di rumah sakit, dia ngidap kanker tulang belakang, sekarang kankernya udah masuk ke tahap akhir. Dokter bilang dia udah nggak punya harapan, tapi gue masih percaya sama yang namanya mukjizat dari Tuhan."

Ucapan Fathur membuat Jean tertegun. Ia ingat pada mamanya dulu.

"Gue minta maaf sama lo, maaf gue harus jadi orang jahat yang tega punya niat buat pisahin lo sama orang yang lo sayang. Tapi gue butuh uang itu, gue harus sembuhin nyokap gue," sambung Fathur.

Jean masih tetap membisu, setetes air mata turun dari sudut matanya.

"Jalannya cepetan yuk, langit udah mendung banget. Bentar lagi kayaknya hujan."

Jean menatap langit yang kini di tutupi awan kelabu. Ia tak menjawab perkataan Fathur dan hanya mempercepat langkahnya.

Drrrddt ... drrrddt

Suara getar ponsel terdengar, itu sudah pasti berasal dari ponsel milik Fathur karna Jean memang tak membawa ponselnya.

"Halo?" ucap Fathur pada orang di telpon tersebut.

ThantophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang