How did I fall in love with you?
How can it hurt like this?
I've never wanted anyone this bad- Younha (waiting)
***
Di ruang makan yang besar, keluarga Xavier terlihat tengah menikmati sarapan yang telah dibuatkan oleh Bi Ijah. Tak lupa Bi Ijah dan Mang Asep juga turut sarapan bersama mereka. Meski mereka hanya pembantu dan supir, namun keluarga itu tak sungkan mengajak mereka ikut bergabung. Beruntung Bi Ijah dan Mang Asep mempunyai Nyonya yang baik hati. Berikut dengan dua anak gadisnya yang cantik-cantik.
"Cin, lo ke kampus naik apa?" tanya Christine --kakak Cindy -- setelah ia meneguk air putih.
"Mobil." terdengar jawaban singkat yang meluncur dari mulut Cindy. Sementara itu di bangkunya, Elizabeth --ibu mereka-- masih menikmati nasi goreng buatan bi Ijah.
"Tumben. Biasanya naik blacky,"
Blacky adalah sebutan untuk motor besar berwarna hitam milik Cindy.
"Lagi males. Kalo udah siang tuh panas banget buset heran gue." Cindy melanjutkan sendok terakhir nasi gorengnya.
"Cindy! Ngomongnya dijaga!" protes Elizabeth kemudian.
Lantas kedua bola mata Cindy berputar malas. "Iya, ma...,"
Hal seperti ini sudah biasa bagi Cindy. Mamanya selalu memperingati kala dia mengeluarkan kata-kata kasar satu kata saja. Padahal gadis itu menganggap bahwa kata itu tidak mempunyai makna yang berlebihan. Sepertinya pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya tidak berlaku bagi Cindy. Sebab sifat Cindy dengan sang mama sangat berbanding terbalik.
Bi Ijah dan Mang Asep pun sudah sangat hafal dengan sifat anak majikannya yang satu itu. Bagi mereka yang telah lama menikah tapi belum dikaruniai anak, telah menganggap Christine dan Cindy sebagai anak mereka sendiri.
Ponsel layar sentuh berukuran lima inci milik Elizabeth berdering. Lantas Elizabeth mengangkat ponsel itu cepat dengan sekali sentuhan, bangkit dari duduk dan berjalan keluar ruang makan. Telpon penting dari kliennya mengharuskannya untuk menerima telpon di ruang kerja. Baik Cindy dan Christine sama-sama tahu bahwa sang mama seorang designer terkenal yang mempunyai butik dengan cabang di mana-mana.
Meski tidak ada seorang ayah yang seharusnya menjadi peran kepala keluarga, namun Cindy dan Christine sangat menghormati Elizabeth. Mama mereka bekerja tak kenal lelah demi mencukupi kebutuhan mereka. Berkat keuletan dan kegigihan Elizabeth, sekarang mereka bisa menikmati hidup yang dikatakan lebih dari layak.
"Gue boleh nebeng nggak?" tanya Christine lagi sesaat setelah Cindy menghabiskan segelas susu.
"Nggak. Emang mobil lo kenapa?"
Christine meringis, mengeluarkan cengiran khasnya. "Lagi males nyetir hehe."
"Naik grab aja," kali ini Cindy mengeluarkan ponselnya lalu mengetikkan sesuatu. Membalas chat Aurel yang dikirim satu jam yang lalu.
"Yah, gitu banget lo jadi adek."
"Bodo amat," sahut Cindy tak acuh sembari netranya fokus terhadap layar ponselnya.
Ujung-ujungnya selalu begitu, Christine tak akan pernah bisa menang berdebat dengan adiknya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE [TERBIT✔️]
FanfictionSEBAGIAN PART DIHAPUS KARENA PROSES PENERBITAN. [Completed] Cindy Alexandra Xavier--cewek jurusan sastra inggris Universitas Nusantara udah lama suka sama Kevin--si ketua SEMA Universitas Nusantara. Cindy yang supel dan gayanya yang serampangan berb...