Pain

14 1 0
                                    


"Akankah sebuah luka akan pulih ketika semua kenangan tentang luka itu terbuka kembali?, Menjadi baik-baik saja setelah tersakiti itu tidak mudah"Delmora-

Delmora mencorat-coret lembaran kertas yang ada di hadapannya. Pikirannya menggelayut mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin, saat dirinya terbangun pagi tadi, serasa ada yang aneh, namun dia tidak tahu apa, ingatannya terhenti saat dirinya dan Evan berada di gudang. Prasangka buruk menghampiri kepalanya, kenapa bisa ini terjadi?, apakah penyakitnya yang ia kira telah sembuh 7 tahun lalu itu kembali?, apa sosok Feli hadir lagi dalam dirinya?. Delmora mencoba merangkai satu kejadian yang terjadi, dimana semua orang menatapnya aneh seolah ada kesalahan besar telah ia lakukan, ditambah lagi Vierra yang seolah marah padanya, tak sedikitpun Vierra mengeluarkan suara apalagi sekedar menyapanya dengan cara konyol seperti hari-hari biasa. Ah, apa yang sebenarnya terjadi setelah kejadian kemarin?, apa Evan melakukan sesuatu yang tidak pantas kepadanya?. Pertanyaan itu terus bermunculan dan Delmora tidak mendapatkan jawabannya sedikitpun.

"Delmora."

Delmora tersentak kaget saat mendengar seseorang memanggil namanya. Ternyata sosok Pak Bambang yang berdiri di ambang pintu. Guru BP itu memainkan jemarinya, seakan memberi kode agar Delmora menghampirinya.

Delmora bangkit, dan mendekat. Perasaan takut langsung menghampirinya, mungkinkah ini karena peristiwa kemarin saat dia kabur untuk menghindari kejaran Pak Bambang. Ah seketika Delmora menyesal dengan kelakuan bodohnya itu.

"Iya, Pak, kenapa?"Tanyanya dengan wajah polos.

"Ikut Bapak ke ruangan BK"

Tanpa harus berpanjang lebar, Delmora mengikuti perintah Pak Bambang.

Berulang kali Delmora menepuk jidatnya sendiri. Mulutnya berkomat-kamit memaki kesalahan yang telah ia lakukan.

Di ruang BK, terlihat beberapa orang berdasi duduk di sana dan terdapat satu siswa, Evan.

"Ini yang namanya Delmora pak"Pak Bambang menunduk dengan sopan ke arah pria yang memiliki wibawa paling kuat diantara semua orang yang ada disana.

Delmora bingung, sejenak ia menatap Evan yang terlihat tersenyum puas. Ada apa ini?

"Kamu yang berani menampar anak saya?" Pria yang sangat dihormati Pak Bambang berbicara dengan suara berat, nadanya pelan namun entah kenapa terdengar sangat menakutkan.

"Tampar? Saya?"Delmora menunjuk dirinya sendiri. Ia sama sekali tidak tahu apa maksud dari pembicaraan ini.

"Jangan pura-pura lupa lo Del, liat nih"Evan ikut bersuara, ia memperlihatkan wajahnya yang sedikit membengkak. Delmora semakin bingung.

"Aku nggak tau apa-apa pak. Sumpah"Suara Delmora bergetar, ingin rasanya ia membela namun dia sendiri tidak tahu duduk permasalahannya apa.

"Delmora, sebaiknya kamu mengakui semua kesalahan kamu, biar masalah ini cepat selesai, daripada nantinya kamu dibawa ke pengadilan, kamu nggak liat Ayah Evan sudah membawa tim pengacar buat nuntut kamu"Pak Bambang berbisik pelan, dia malah semakin menyudutkan posisi Delmora.

"Tapi, pak.."

"Jangan tapi-tapian, ini jalan keluar satu-satunya supaya kamu nggak dapat hukuman lebih berat" Paksa Pak Bambang.

"Lo kok jadi takut gini Del, kemarin aja lo ngebentak sama nampar gue, hehe"Evan terkekeh licik.

"Kemarin? Bukannya lo yang nyeret gue ke.."

"Alaah, lo jangan ngelak nggak jelas gitu deh"

Belum sempat Delmora menyelesaikan kata-katanya, Evan langsung menyelah karena takut jika saja belangnya ketahuan. Dasar pria brengsek.

DELMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang