Part 4

6.1K 300 41
                                    

Takdir. Tidak pernah ada yang bisa menyalahkannya. Hal-hal menyangkut negosiasi seperti tawar-menawar barang, menulis petisi, mengajukan surat permohonan atau bahkan mengadakan demonstrasi besar-besaran hanya bisa kita lakukan kepada sesama manusia. Lagipula, siapa yang berani menentang suratan dari penulis skenario terbaik?

Ada yang percaya bahwa takdir selalu dikaitkan dengan pertemuan pertama kita dengan seseorang. Bila kesannya baik, biasanya hanya akan berakhir dengan senyuman perpisahan. Namun bila kesannya buruk, katanya, kita akan bertemu dengan orang itu terus-menerus. Bahkan, ada yang percaya bahwa bisa jadi mereka adalah jodoh kita.

Hellen bergidik ngeri setelah sosok Jo tiba-tiba muncul di benaknya dengan mengenakan kain serba putih sambil melambaikan tangan. "HELL NO!"

Di sampingnya, Chelsea mengerutkan kening. "Kesambet lo?"

"Selamat pagi anak-anak."

Bu Emi muncul dengan setumpuk buku di tangan sebelah kanan dan tas di sebelah kiri.

"Pagi, Bu."

Hellen menggeleng. Hellen memelankan suaranya ketika ia menceritakan kejadian tadi malam. Saat ia diganggu beberapa lelaki, saat Jo datang tiba-tiba dan menyelamatkannya, juga obrolan singkat mereka yang menyebalkan.

"Serius lo, si Jo dateng dan nyelamatin lo?"

"Lo tau gak sih. Dia bahkan bilang, kalo gue pacarnya! Tapi ya gue pura-pura gak inget aja deh, pura-pura kena efek alkohol gitu."

Chelsea melotot sementara Hellen mengeluarkan cengiran khasnya. "Bitch, modus lo kelas kakap banget."

Hellen tidak memedulikan sapaan kasar Chelsea. Menurutnya, sapaan seperti itu merupakan bentuk kepedulian Chelsea kepadanya, bukan merendahkan seperti yang orang lain berikan kepadanya.

"Yee, orang ngomong malah dikacangin," ucap Chelsea kesal, kemudian mendorong bahu Hellen keras sampai gadis berambut cokelat itu meringis.

"AW! Lo kira-kira dong kalo ngambek!" Hellen berbicara dengan nada lantang.

Tanpa ia sadari, suasana kelas yang tadinya tenang menjadi ricuh. Tanpa ia sadari, spidol yang tadi sedang menuliskan angka-angka materi pendapatan umum terhenti begitu saja. Tanpa ia sadari, bu Emi---guru ekonomi sudah melotot tajam ke arahnya.

Siswa-siswi lain yang sudah begitu mengenal suasana seperti ini di kelasnya hanya bisa menghela napas tertahan. Dalam hati berceloteh, menyuarakan ketidaksukaan terhadap Hellen dan Chelsea, namun pada kenyataannya hanya bisa diam, menunggu kejadian selanjutnya.

Bu Emi maju beberapa langkah. Mendatangi meja Hellen dan Chelsea yang terletak di paling belakang pojok kanan. Seperti biasa, berkacak pinggang. "Hellen! Chelsea! Masalah apa lagi yang kalian perdebatkan?"

Chelsea melirik Hellen yang tampaknya tidak menampakkan raut takut sama sekali. "Ibu mau tau?"

"Iyalah saya mau tahu."

"Mau tau aja, mau tau banget, atau mau tahu bulat?"

Seisi kelas tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan aneh yang keluar dari mulut Hellen. Sementara Bu Emi menarik napas perlahan---menetralisir kemarahannya pada siswa 'tersayang'.

"Mau tahu banget." Suaranya melembut, seperti Cinderella saat akan dipinang oleh Pangeran.

"Ah, ibu sih kepo-an banget! Gini deh Bu, ibu bisa cek di instagram aja kalo kepo tentang keseharian saya, atau pengen tau tentang perdebatan kami tadi. Nanti saya upload video klarifikasinya, biar kayak awkarin. Jangan lupa like dan subscribe ya, Bu." Hellen tersenyum lebar---menampakkan sederetan giginya yang putih bersih. Satu kelas kembali tertawa dengan celetukan garing Hellen, padahal Hellen tahu, itu tidak lucu sama sekali.

Bu Emi balas tersenyum. "Iya, nanti saya subscribe... SUBSCRIBE KAMU BUAT DIKELUARIN DARI SEKOLAH! KELUAR DARI KELAS SAYA!"

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Banyak penyakit di dunia ini dikatakan tidak ada obatnya. Padahal, sudah jelas dibuktikan di semua kitab suci, tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Semua hanya tentang waktu, kapan kita bisa menemukannya.

Tapi, kita tidak pernah mau menunggunya.

Kedua tangan menjewer telinga dan sebelah kaki diangkat memang menjadi andalan para guru Indonesia untuk memberi pelajaran bagi muridnya. Dengan tujuan, ingin membuat mereka kapok dan tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Seperti itulah yang sedang Hellen dan Chelsea lakukan saat ini. Mereka melakukannya dengan senang hati---tanpa merasa dipaksa seperti yang orang lain rasakan.

"Kalo gini caranya, gue gak perlu repot-repot bolos sekolah buat cabut dari kelas." Hellen tertawa. Chelsea balas mengangguk.

Seperti itu pula tanggapan yang diberikan oleh manusia-manusia sejenis Hellen. Dihukum keluar selama berjam-jam pelajaran ibarat surga dunia yang tidak boleh disia-siakan. Meskipun pada akhirnya, mereka harus mengangkat sebelah kali dan menjewer telinganya sendiri. Tapi, bukankah setiap kesenangan ada perjuangan?

"Gila. Kadang gue tanya sama diri sendiri, kenapa gue bisa nyambung sama cewek aneh sekaligus gila kayak lo?" Chelsea menggelengkan kepalanya---merasa ada yang aneh pada dirinya sendiri.

Hellen terbahak. "Gue juga bingung... kenapa bisa punya temen se-oon dan sebodoh lo? Hahahaha."

Chelsea berdecak. Lagi-lagi melampiaskan ketidaksetujuannya untuk mendorong kasar bahu Hellen. "Lo mah kalo ngatain gue bodoh nomor satu!"

Hellen tidak menanggapinya. Ia malah menggigit bibir bawahnya sambil meringis. Tangannya beranjak mengusap pundak.

"Eh kenapa? Sakit ya? Abisnya, gue kesel sama lo."

Chelsea memeriksa bagian pundak Hellen. Melotot setelah melihat bekas merah akibat tali pinggang. Chelsea sangat mengenalinya dan tahu siapa yang melakukannya.

"Lagi?"

Hellen mengangguk.

"Ayo ke UKS."

Chelsea menarik tangan Hellen sekuat tenaga sekalipun pemiliknya mencoba memberontak. Namun, Chelsea tidak ingin Hellen menahan sakit lebih lama lagi.

"Chel, gak perlu. Buat apa coba? Gue udah kebal ah, gue bukan anak tk yang kena jatuh dikit udah nangis. Jangan lebay."

"Tapi ini udah keseringan, Hellen. Kalo dibiarin bisa infeksi!"

"Yaudah infeksi aja, selesai kan?"

"Hellen, cukup bokap lo yang nyakitin diri lo. Lo jangan. Karna cuma lo yang bisa nyelamatin diri sendiri."

Hellen membuang napas kasar.

"Kalaupun disembuhin, apa luka di hati gue juga bisa sembuh?"

That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang