4

483 21 0
                                    

Suatu kali pernah pula seorang lelaki tua bernama Munuik menyelam pukatnya yang tersangkut pada sebuah karang  berlobang di bawah batu terbalik ini.

Gaek itu terkenal karena ilmu kebathinannya yang amat sakti, dia tidak mempan dimakan besi, tidak hangus terbakar api, dan tidak sakit tertusuk duri. Dia memakai ilmu penahan bisa.

Ketika sampai didasar sungai, di kaki Batu Terbalik ini, ditemukannya seorang lelaki tua berbaju jubah putih, berjenggot putih lebat sedang duduk memegang pukatnya.

Melihat situa itu, Kakek Munuik membaca mantra-mantra, akhirnya ketika dia didekati makhluk itu, dia berkata kepada Kakek Munuik, bahwa apabila ia sampai dipermukaan nanti tolong sampaikan pesannya kepada seluruh umat manusia yang ia temukan bahwa tak boleh menyelam dengan alasan apapun ke air di bawah batu terbalik itu, karena dasar Batu Terbalik tersebut merupakan kampung kakek berjubah putih itu bersama anak, isteri dan cucu-cucunya.

Sehabis orang itu berkata, pukat yang dipegangnya itu ia lepas. Sesampai dipermukaan air, badannya terasa lemas dan hampir-hampir tak sanggup lagi ia menggapai ke sampannya. Untung saja cucunya Usman Malin Saidi segera menangkap tangan Kakek Munuik ke atas sampan.

Semenjak itu tak ada orang di perkampungan Sungai Penuh yang berani menyelam ke bawah Batu Terbalik yang separuhnya terendam air sungai Batang Hari itu.

Beberapa ssat setelah menyadari bahwa dia sedang berada di atas Batu Terbalik, bulu roma Tiang Bungkuk merinding, dia bagaikan dicekam ketakutan.

Namun tak lama kemudian, tiba-tiba dia mendengar  kembali suara Engku Kabanaran , yang mengatakan bahwa dia tak perlu merasa takut.

Dia harus bersiap-siap menunggu jatuhnya sembilan buah limau sembilan macam yang batangnya sedang ia pegang erat-erat ke badannya.

Setelah buah limau itu jatuh sembilan kali kepadanya nanti, berarti telah bersalinlah semua ilmu yang ada pada Engku Kabanaran oleh lelaki itu.

Satu hal permintaan Engku Kabanaran, jika nanti selesai sembilan kali buah limau itu menimpa tubuhnya, Tiang Bungkuk  harus membaca dua kalimah syahadat dengan meniatkan di dalam hati dengan sebenar-benar khidmat bahwa dia mengakui tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Berikutnya langsung membaca di dalam hati, bahwa tidaklah ada daya dan upaya baginya kecuali karena pertolongan Allah.

" Jelas olehmu Tiang ? ", tangya Engku Kabanaran.

" Jelas Engku Guru ", kata Tiang Bungkuk.

Tak lama kemudian, datanglah angin yang cukup kencang. Tubuh Tiang Bungkuk terasa amat dingin. Kayu-kayu yang ada di atas Batu Terbalik tersebut terdengar melenggok oleh Tiang Bungkuk.

Ketika setelah sekitar lima menit angin kencang itu bertiup, Tiang Bungkuk dikejutkan oleh pekikkan suara siamang di atas pohon limau sembilan macam yang sedang ia jadikan tempat bergantung itu.

" Kamu jangan terkejut muridku, kamu harus mengingat seluruh ilmu yang sudah aku ajarkan padamu. Kamu harus benar-benar mampu memutuskan ma'rifat dan hakikat. Kamu harus mampu menyatakan sebelum nyata. Jangan kamu lengah sedikitpun, ingat itu muridku ", kata Engku Kabanaran yang didengar Tiang Bungkuk  suara gurunya ini dari atas batang limau sembilan macam itu.

" Baiklah Engku Guru, aku akan menurutinya ", jawab Tiang Bungkuk.

Ketika kedua tangan Tiang Bungkuk sedang memegang erat pohon limau sembilan macam itu di tengah rarauan siamang dan tiupan angin yang semakin kencang, jatuhlah sebuah limau keubun-ubunnya.

Ditempat jatuh limau itu, dirasakan Tiang Bungkuk bagaikan berlobang ubun-ubunnya ke bawah, dan langsung lobang itu dilalui angin dingin sampai kedadanya.

Pendekar Gunung SangkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang