Embun mulai menampakkan dirinya di dedaunan, menyebarkan udara segar dan dingin diantara angin yang berlarian
Disini aku duduk diantara ratusan kursi yang siap untuk disinggahi
Namaku salsa madatillah seorang remaja yang labil akan makna cinta
Aku menatap langit yang sedang tertutup oleh kain-kain indah , menatap orang-orang yang tengah sibuk untuk mempersiapkan pernikahan
Ya, ini adalah hari istimewa kakakku
Anak pertama dari seorang ibu yang kuat dan ayah yang hebat
Lewatkan hal itu.
Aku termenung dalam keramaian, kesepian dalam ramainya suasana
Entah rasa apa yang aku rasakan
Apakah ini cinta ?
Merasa ada yang kurang saat aku jauh dengannya
Merasa ramai dan damai saat aku ada didekatnya
Siapa ? Ku perkenalkan
Dia adalah reynaldi umar, teman terbaikku saat berada dalam rantauan
Aku pikir dialah yang selalu ada (diantara teman cowokku selama ini)
Aku jauh dari nya, hanya beberapa hari. Namun, rasa sepi selalu saja datang saat aku tak lagi dengannya
Bukan pacar, kita hanyalah teman biasa hanya saja kita saling terbuka satu sama lain jika ada masalah ataupun lainnya. Jangan tanyakan seberapa dekat kita saat ini
Karena hingga titik kelemahannya pun aku tau, begitu juga dengannya.
Waktu terus berjalan maju tanpa ada jeda yang harus diulang
Seperti ucapan yang tak dapat kembali setelah terucap
Acara ini berjalan sangat menyenangkan
Kali ini rumah seperti kotak kardus yang sangat kecil dan panas
Dalam hati aku selalu berangan untuk dapat segera kembali ke kota perantauanku.
Lebih asri dibanding kota asalku sendiri, ya lihat saja asri nya kota bunga yang begitu nyaman untuk ku singgahi, bukan hanya bunga julukannya, kota perantauanku sangat banyak tempat-tempat wisata yang bagus untuk mengeluarkan segala penat tugas-tugas kuliahku
Acara pun telah usai, ini saatnya aku bersiap-siap untuk kembali beraktivitas seperti biasanya
"Salsaaa, buruan mandi" perintah kakak perempuanku yang juga akan kembali ke kota tempat kuliahnya
"Iya kak, bentar" jawabku yang sejujurnya masih tak ingin membersihkan diri karena pengapnya udara
"Ayoo, banyak orang disini nanti bakalam antri, biar gak kemalaman sal" tambah kakakku yang super duper cerewet
"Yayayayaaaaa" jawabku yang bergegas ke kamar mandi karena enggan berdebat dengannya
Kini semua telah siap, siap menghadapi kegiatan yang nyata di perantauan.
Meski acara belum 100 persen selesai namun aku memutuskan untuk kembali di zona nyamanku
Eiiiiittss, disini pun adalah zona membahagiakan bagiku dengan berkumpul bersama keluarga. Namun, kali ini aku lebih nyaman berada di perantauan entah apa yang kurasakan. Hingga merasakan kesepian saat kembali di istana ku sendiri.
Waktu semakin berputar maju meninggalkan segenap kenangan untuk tak bertemu lagi dengan masa dimana ku harus menemuinya. Satu per satu keluarga ku salami guna berpamitan untuk kembali menimba ilmu.
"Mbak besok pulang lagi kan ?" Tanya adikku dengan raut wajah yang tak ingin kutinggalkan
"Iya dek, tenang aja" jawabku dengan seulas senyum
Berat rasanya namun, aku tak begitu nyaman. Ntahlah karena telah beberapa tahun hidupku bukanlah bersama keluarga, namun bersama sebaya yang mampu membuatku sangat bahagia disana.
Mobil pun melaju dengan kencang nya seperti desir hatiku yang semakin ingin sampai dan beristirahat. Siang berganti sore hingga senja seolah melambaikan tangan dan tersenyum padaku
Ada pepatah bahwa senja adalah keikhlasan yang abadi. Mengihlaskan pagi yang pergi berganti siang dan mengihlaskan dirinya tuk pergi berganti bulan dan bintang. Namun, ingatlah mereka akan kembali berjumpa dengan rona yang berbeda . Mengihlaskan sesuatu yang telah pergi dan membuka lebar untuk apa yang akan datang dengan rona kehidupan yang baru.
Adzan maghrib pun telah berkumandang dan aku masih di tempat duduk melihat roda yang berputar dan pemandangan yang selalu berganti dari satu sisi.
Bis pun berhenti di tempatnya aku bersama rombongan lainnya pun turun sesuai dengan tujuan. Yah aku telah sampai pada tempat dimana aku bisa berkarya. Aku menelusuri koridor terminal seorang diri dengan membawa barang bawaanku dan duduk di salah satu kursi tuk menunggu seseorang.
Tak perlu ditanya lagi seseorang tersebut adalah reynaldi yang sempat aku cerita kan diawal ceritaku ini. Ia telah berjanji tuk menjemputku di terminal dan mengantarkanku hingga depan kos. Waktu terus berjalan hingga terminal pun mulai sepi, namun reynaldi tak kunjung datang aku menghubunginya pun tidak ada respon darinya.
Emm mungkin masih dijalan, kataku dalam hati.
Aku selalu menunggu dengan memainkan handphone ditanganku
Cukup lama ku menunggu, hingga hampir semua toko tutup tuk beristirahat
Ketahuilah, menunggu adalah hal yang membosankan . Namun, akan menjadi membahagiakan kala kita telah yakin dengan apa yang kita tunggu.
"Tut turuut rurut tut tut tururut" dering lagu kasmaran yang aku jadikan rington saat ada yang menelpon
"Hallo, asaalamu'alaikum" ucapku mengangkat telepon dari reynaldi
"Hallo, wa'alaikumsalam. Kamu dimana sal?" Jawabnya
"Kamu udah masuk terminal ? Balasku sambil menengok kanan dan kiriku
"Iya sal, ini aku lagi jalan" jawabnya
"Ooh, kamu terus aja" balasku yang tak lama mataku menemukan dia berjalan ke arahku sambil tersenyum
Telepon pun aku matikan seketika ia telah didepanku
"Lama kah ?" Tanya nya sambil tertawa tak berdosa
"Bangeeeet, kemana aja sih ?" Balasku dengan wajah agak cemberut
"Ahahahha, maaf sal tadi macet parah di luar" jawabnya dengan wajah yg tak lepas dari tawanya yang lucu itu
Jujur aku suka tawanya, namun aku benci diamnya
"Sendirian kah ?" Tanyanya lagi
"Iyalah rey sendirian aku, mau sama siapa lagi ? Ahahha" jawabku sambil berdiri dari tempat dudukku
Kali ini aku membawa cukup banyak barang.
Ada 2 kresek besar yang aku bawa dari rumah. Dan akhirnya 1 diantaranya ku berikan pada reynaldi dan ia pun membantuku dengan seulas senyuman
"Yah, barangkali kan sama mbakmu ?" Balasnya sambil jalan menuju tempat parkir
"Haha, nggak rey. Aku tadi dari surabaya sendiri" jawabku
Selama perjalanan kita selalu berbincang, hingga tak terasa telah sampai di depan motor reynaldi.
Setelah membayar parkir kitapun melaju keluar terminal.
Langit begitu cerah tanpa mendung yang mampu mengubur bintang-bintang indah dipangit dan aku bahagia saat bertemu dengannya.
Ntahlah, mengapa aku merasa begitu setiap dekat dengannya
Namun sayangnya perjalanan kita tak selancar yang aku bayangkan. Terjebak macet yang benar-benar lumayan melelahkan
"Nih sal, macet parah kan" ucap reynaldi yang menunjuk ke sebrang jalan yang tadi ia lewati, dan aku hanya tersenyum dan menjawab "iya rey, percaya kok"
Sebenarnya, tanpa kamu yakini aku udah percaya kok rey, ucapku dalam hati sambil tersenyum yang tak tahu disadari olehnya ataupun tidak.
Dalam perjalanan dan kemacetanpun, kami terus berbincang dan terkadang diam seribu bahasa, ketahuilah dalam diamku , aku ingin detik ini juga mampu berhenti sejenak untuk dapat lebih lama denganmu. Aku merindukanmu, hingga sesampainya kami tepat berada di depan kos ku, kita masih berbincang sejenak seakan tak ingin berpisah satu sama lain, lumayan lama. Namun, tak lama bagiku dan menurutku ia tak tahu akan kebahagiaanku saat itu, karena aku sudah cukup bahagia memendam ini sendirian tanpa satu orangpun mengetahuinya.
Hingga akhirnya ia berpamitan untuk pulang dengan raut wajah yang begitu bahagia, aku tak pernah tau perasaan apa yang ada dalam dirinya, kami sempat saling memandang , namun tak lama aku mengalihkan pandanganku.
Karena bagiku, pandangannya terlalu tajam dan aku tak mau berlama-lama memandangnya, aku malu dengannya dan dengan diriku sendiri
Hingga akhirnya ia benar-benar pergi tuk mengakhiri pertemuan di hari ini, ia hanya meninggalkan tawa, do'a dan bahagia. Terima kasih untuk malam ini .
KAMU SEDANG MEMBACA
Berhentilah Sejenak
Short StoryInginku memberhentikan waktu tuk bersama denganmu