[1]

29 3 0
                                    

Desiran air terjun Immortal Kingdom yang terletak di Pulau Pelangi tak mampu membuat seorang pemimpin di pulau tersebut tenang. Ia adalah Daniel Wishaka, cucu dari Mario Wishaka yang berhasil menemukan Pulau Pelangi dan membawa rakyat Timur Indonesia bebas dari wabah penyakit yang menyerang kala itu.

Kini, Daniel tengah menunggu kedatangan anaknya yang bersekolah di Universitas Indonesia, untuk meneruskan pekerjaan dirinya sebagai seorang Raja. Namun Daniel tahu, tak semudah itu untuk membuat Elang, anaknya menerima jabatan ini.

"Maaf Yang Mulia Raja, Pangeran Muda Elang telah tiba dari Jakarta," seseorang yang berkepala plontos dan mengenakan kemeja hitam membungkuk pada Daniel dan menyampaikan informasi yang ia dapat dari pengawal di bandara.

"Suruh dia temui saya," ucap Daniel yang kemudian berjalan menuju pulau kapuk, memejamkan mata sebentar untuk mengistirahatkan dirinya.

Orang yang berkepala plontos tadi mengangguk kemudian memberi hormat dengan membungkuk kepada Daniel yang terbaring, setelahnya meninggalkan ruangan Daniel.

"Kuharap kau sudah dewasa, Lang," ucap Daniel seraya memandang sesuatu yang berharga di depan matanya.

Usai Daniel berkata, terdengar suara ketukan dari luar ruang istirahat Daniel.

Setelah mendengar Daniel mengizinkannya masuk, ia membungkukkan badan sebagai tanda hormat pada Daniel.

"Duduklah," ia kembali membungkuk kemudian duduk di tepi kasur milik Daniel. "Bagaimana kabarmu, Lang?" tanya Daniel pada anaknya, Elang Wishaka.

"Seperti biasa," jawab Elang datar.

"Syukurlah. Kuharap, kau bisa memimpin negeri ini tanpa bantuanku."

Elang mengerutkan dahinya tanda tak mengerti dengan apa yang ayahnya bicarakan.

"Ayah sakit?" tebak Elang yang melihat wajah Daniel memucat.

Daniel mengangguk lemah, "ya, dan kuharap kau mau menggantikanku."

"Tapi saya belum siap, Ayah," ucap Elang to the point.

Daniel mengembangkan senyumnya, ia sudah tahu apa yang akan anaknya jawab ketika ia meminta untuk menjabat sebagai Raja.

"Siap tidak siap, kau harus segera dinobatkan Lang. Ayah sudah menyiapkan semuanya," ucap Daniel menatap lekat manik mata anaknya itu.

Sementara Elang hanya bisa mengerutkan dahinya dan mencoba berpikir keras.

"Ayah sudah punya calon permaisuri untukmu, dan kau akan segera menemuinya," ucapan Daniel sontak membuat Elang bangkit dari duduknya.

"Saya sudah katakan, saya belum siap. Bagaimana mungkin saya mencintai seseorang yang bahkan saya kenal saja tidak," tolak Elang dengan penuh amarah yang tampak membuncah dalam matanya.

Lagi, Daniel hanya tersenyum dan berkata, "kau akan segera mencintainya, Lang. Cepat atau lambat, kau akan tetap jatuh cinta padanya."

Mendengar Daniel mengatakan hal itu membuat Elang semakin murka. Ia membungkukkan badan kemudian pergi meninggalkan ruang istirahat milik Daniel.

Melihat anaknya melarikan diri lagi dari sebuah perbincangan semakin meyakinkan dirinya bahwa Elang masih belum cukup dewasa, tapi ia sudah menemukan orang yang bisa mendewasakan Elangnya.

.

.

.

"Rachel! Kemana saja kau?" Arjuna begitu murka ketika mengetahui Rachel menghilang di saat jam Sejarah dimulai dan kini ia menemukan Rachel berada di lorong menuju belakang sekolah sedang membaca novel.

"Aku menghindari ulangan, tentu saja," jawab Rachel malas.

Arjuna memutar bola matanya malas. Ia jengah dengan kelakuan Rachel yang terus menerus seperti ini. "Mau sampai kapan kau seperti ini, Net?"

Fokus Rachel terpecah begitu mendengar Juna menyebut nama belakangnya, "eits, yang boleh memanggilku dengan sebutan itu hanya Alexa seorang, mengerti?" tanya Rachel pada Arjuna yang masih memandangnya dengan tatapan jengah kemudian kembali memfokuskan diri membaca novel.

"Terserah. Alexa menunggumu di kantin," Rachel terbelalak ketika Juna mengucap kata kantin.

"Tentu saja, aku sangat lapar Jun, ayo kita ke sana sekarang!" Rachel bangkit dari duduknya dan menarik tangan Arjuna menuju kantin.

"Oh ho, aku sungguh ingin tahu dimana Alexa mendapatkanmu, kau benar-benar aneh," Juna mengumpat sebenarnya, dan ia pasrah saja ketika tangannya digenggam Rachel kemudian menyeretnya menuju kantin.

.

.

.

Alexa tengah duduk di sebuah kursi dimana terdapat meja yang berisi 3 mangkuk bakso sambil menunggu kedatangan Arjuna yang mencari Rachel.

"Selamat pagi cantik, kau sudah menunggu lama?" suara yang sangat familiar di telinga Alexa membuat dirinya mendongak dan mendapati Arjuna tengah sibuk mengelap keringat dan Rachel yang tersenyum tak jelas.

"Ayo kita santap bakso ini sebelum dingin," ucap Rachel kemudian mengambil sendok dan garpu kemudian memakannya.

"Aku sungguh ingin tahu, darimana kau menemukan makhluk semenyebalkan dia, Lexa," eluh Arjuna pada Alexa seraya duduk di samping Rachel yang sedang menyantap makanannya dengan lahap. "Apa guna garpu itu jika kau hanya memakannya menggunakan sebuah sendok, Netta?" lagi-lagi Arjuna kesal dengan kelakuan Rachel.

"Garpu ini, sebagai tanda bahwa akupun bisa makan dengan gaya orang berada, haha," Rachel tertawa, tapi melahap kembali bakso tersebut setelahnya.

Arjuna menggelengkan kepala berkali-kali seraya menatap Rachel dan Alexa bergantian, "dia mulai gila."

"Kenapa kalian tidak memakan makanan kalian? Apa tidak nafsu makan? Oh, baiklah, biarkan aku saja yang menghabiskannya," baru saja hendak menyentuh mangkuk milik Arjuna, si empunya sudah menepuk tangan Rachel cukup keras.

"Kau baik-baik saja, Net?" tanya Alexa sambil menatap tingkah laku Rachel yang luar biasa pada hari ini.

Rachel mengangguk, "tadinya sih baik, tapi baru saja monster ini memukul tanganku, jadi sekarang aku tidak baik-baik saja, haha."

Alexa ikut tertawa mendengar gelakan tawa Rachel dan hal itu menarik seluruh perhatian orang-orang yang berada di kantin.

Arjuna yang berada di satu meja bersama mereka benar-benar menahan malu saat ini, dan ia hanya bisa mengucapkan, "maaf, saya tidak mengenal mereka."

ELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang