Chapter 11 | Perjalanan Mindarwati (Bag.2)

8 0 0
                                    

'CITTTTT' 'hah!!' terkejut Mindarwati karena kereta pun tiba - tiba terhenti. Saat ia membuka mata, situasi kereta tersebut sudah berantakan dan listriknya pun mati. "Ada apa ini" gumam Mindarwati. Ia pun melihat sekeliling dan nihil, ia tidak mendapatkan petunjuk tentang situasi kereta sekarang. Ia pun lanjut melihat dan sekarang ia melakukanya sambil berdiri dan berniat memeriksa setiap gerbong ke gerbong. Dan hasilnya pun sama. Hanya saja di gerbong kedua situasi nya lebih parah. Gelap dan hanya sinar bulan yang menjadi penerangan utama di sana. 'MINDARWATI! INILAH DOSA - DOSA MU! KAU HARUS MEMBAYAR SEMUANYA!!!!!!!' suara tersebut sangat menggema menyelimuti seisi gerbong.

"ada apa ini? DIMANA KAU! TUNJUKKAN DIRIMU!" teriak Mindarwati sambil melihat sekeliling mencari asal suara tersebut. 'RASAKANLAH!' tiba - tiba kereta itu pun perlahan berjalan, tetapi berjalan ke arah yang tidak seharusnya. Yaitu ke Jurang. Ternyata kereta tersebut terhenti di jembatan yang bawahnya terdapat lembah yang sangat gelap.

'DREKKKK!' dengan cepat kereta meluncur ke bawah.

"sial! Bagaimana ini?! Apa aku harus mati disini??" ucap Mindarwati dalam hati.

Kereta itu semakin cepat meluncur ke bawah. Dengan tumpuan kepada dua kursi di kiri dan kanannya Mindarwati berpikir menerima situasi yang saat ia alami. Sebuah teknik pembunuhan dengan menceburkan tumpangan target ke lembah sangat menyakitkan sepertinya. Tapi inilah yang sedang Mindarwati rasakan. Rasa gelisah dan takut membuat ia sulit berpikir. Apakah ia akan mati atau adakah pilihan lain?

'BYURRRRrrrrr.........Nyonya! nyo..... nya!..... Nyonya!' terdengar sayup - sayup suara asing di telinga Mindarwati. 'Nyonya!' "hahhh!"Mindarwati tersentak dari tidurnya dan langsung membuka matanya. Ia langsung dengan cepat memegangi, meraba - raba tubuhnya dengan cepat. Memeriksa apakah ia baik - baik saja. "nyonya maaf bisa tunjukkan karcis anda?" ucap seseorang berpaikaian biru laut dan mengenakan topi ala masinis. "ahh ini, tiket ke Purajaya" sambil mengambil karcis di saku mantelnya Mindarwati menjawab petugas tersebut.

'ROEKKK!!' "baik ini, terima kasih" ucap petugas tersebut yang tadi menyobekkan tiket Mindarwati sebagai tanda bukti.

"Hufttt, ternyata hanya mimpi" ucap Mindarwati pelan. "mimpi buruk mace?" tanya seorang yang ada di depan Mindarwati. Ternyata ia adalah laki laki yang sedang tidur tadi saat Mindarwati datang. Ia memakai kacamata dan postur tubuh tidak terlalu tegap, sepertinya ia kutu buku. Itu terlihat dari cara ia memegang buku dan sepertinya ia kaget saat melihat Mindarwati tersentak yang sedang membaca buku. Terlihat buku tersebut adalah buku tentang kedokteran.

"ahh ia" jawab Mindarwati singkat.

"ini, minumlah" sambil memberikan sebotol air mineral dari tas slempang di sampingnya tertutup rapih.

"terima kasih" 'GLEK! GLEK! GLEK!'

"apa anda dari kota?" tanya pemuda tersebut.

"tidak, aku hanyalah warga lokal yang tinggal di sekitar Pajajaran" jawab Mindarwati sambil menutup botol tersebut dan memberikan kembali kepada pemiliknya.

"hmm sa juga pernah mimpi buruk di kereta" ucap Pemuda itu membuka pembicaraan.

"iya" jawab Mindarwati.

"......."

"hei namamu siapa?" tanya Mindarwati karena penasaran dengan pemuda tersebut.

"namaku Alex, kalau ko?" jawab Alex

"Subanglarang, apa kau dari Purajaya? Logatmu mirip"

"ahh iya, aku berasal dari sana"

"kenapa kau ke kota?"

"aku ingin menjadi dokter"

"mengapa?"

"anak - anak di desa ku sangat tidak terawat, setiap hari bisa dihitung kematian anak - anak disebabkan dehidrasi."

"kenapa pemerintah tidak memberikan bantuan?"

"mungkin karena kami berada di perbatasan maka kami di anak tirikan"

"hmm sadis sekali" gumam Mindarwati

"oiya ada apa kau ingin ke Purajaya?"

"ada sesuatu yang harus aku selidiki"

"apa itu? Kalo boleh sa tahu?"

"jika kau orang yang tepat maka akan aku beritahu"

"mungkin" balas Alex dengan sedikit senyuman.

Mereka pun terlarut dalam obrolan. Mulai dari makanan favorit sampai kisah asmara yang membuat mereka lupa akan waktu. Tak' disangka mereka akhirnya tiba di stasiun Purajaya.

"hmm sepertinya ini perpisahan kita Subanglarang" ucap Alex sambil menggendong tas nya.

"yaa semoga kita bertemu kembali Alex" jawab Mindarwati sambil melepas mantelnya karena Purajaya adalah wilayah yang panas. Ia pun langsung mencari pedagang kaki lima untuk membeli rokok.

"ahh akhirnya ada" ucap Mindarwati pelan. "rokok Boro pa sebungkus" pedagang tersebut langsung memberikan rokok yang Mindarwati pinta. "dua puluh keping perak mace" jawab pedagang tersebut. "ini, terima kasih".

"baiklah aku harus mulai dari mana sekarang" tanya Mindarwati kepada dirinya sendiri yang sambil menghisap sebatang rokok.

Nusan Tara ( Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang