03 B. Back to Reality II

725 119 42
                                    

"Usianya masih satu Bulan. Belum terlambat bagi kita untuk memperjuangkan" ujar Jennie seraya mengusap pelan perutnya yang masih rata .

"Aku sudah menikah Jen"

"Aku tahu Tae, lalu apa salahnya jika kau menikah lagi? Aku yakin Ten tidak akan marah jika kau mengutarakan ini. Kau harus membantuku Taeyong-ah. Aku tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi. Hikss.. Hikss" tangis Jennie semakin pecah.

Taeyong pun mengelus punggung tangan Jennie pelan. Mengisyaratkan kan agar Jennie menghentikan tangisannya. Karena semua pasang mata yang berada di dalam cafe ini tengah menatap mereka.

"Aku tak meminta lebih Tae. Aku hanya ingin anak ini mendapatkan nama ayah di akta kelahirannya. Agar anak ini tidak menanggung malu karena dosa ibunya. Aku tidak butuh hartamu, Kasih sayangmu, perhatianmu, aku tidak butuh itu. Aku hanya butuh bukti pernikahan, sehingga anak ini bisa mendapatkan nama ayahnya di akta kelahirannya. Walaupun kau bukan ayah biologisnya" terang Jennie. Matanya masih mengeluarkan air mata, tetapi ia berusaha mengontrol emosi dan nada bicaranya.

Taeyong menarik nafas gusar. Ia tidak tahu harus berkata apa. Jauh di dalam hatinya tidak ingin Ten nya terluka. Sudah cukup selama ini Ten menderita karena bayang masa lalu Taeyong yang kelam. Ia tidak ingin permata hatinya jatuh terperosok semakin dalam. Ke dalam gelapnya dunia ini.

"Aku harus menanyakan kepada Ten terlebih dahulu. Sekarang ayo kita pulang. Ini sudah malam. Ten pasti menunggu. Kau bisa tinggal dulu di rumahku. Besok akan ku carikan apartemen" Taeyong beranjak dari tempat duduknya. Meraih kedua koper yang terletak tak jauh dari meja makan cafe tempatnya duduk. Sedangkan Jennie hanya mengekor, mengikuti langkah Taeyong.

Dalam hatinya ia berkata 'apakah yang kulakukan ini sudah tepat? Apakah ini pilihan yang baik?'

.
.
.

"Kenapa harus kau hyung? Tidak adakah lelaki lain di luar sana selain dirimu?" tanya Ten. Ia berusaha tegar saat ini. Air matanya sudah mengalir sedari tadi. Ia sudah tak mampu membendungnya lagi. Apa yang Taeyong ceritakan barusan, entah mengapa membuatnya terhenyak. Apakah semua akan berakhir disini? Ia tak tahu.

"Kau tahu kan, ia tidak bisa percaya pada sembarang orang. Jennie orang yang antisosial. Kau adalah satu-satunya teman semasa kuliahnya. Ia tidak punya siapa-siapa lagi Ten" Taeyong berusaha menerangkan kembali.

Ya, dulu Jennie dan Ten adalah teman satu jurusan ketika kuliah. Mereka akan selalu bersama. Dari Jennie lah, Ten bisa mengenal Taeyong. Bukan bermaksud menikung, tetapi kepergian Jennie selepas masa kuliah ke New Zealand untuk bekerja, membuat Ten iba kepada Taeyong. Lelaki itu rapuh, tidak ada yang menyokongnya lagi. Lambat laun rasa kasihan itu berubah menjadi cinta. Yang mengantarkan mereka pada saat ini.

Ketika hari pernikahan mereka, Jennie menyempatkan diri untuk datang di tengah kesibukannya menyiapkan pameran busana hasil rancangannya di New Zealand. Dulu ia dibesarkan di Negara itu. Sebelum kedua orangtuanya membawanya ke Korea Selatan di usianya yang ke sepuluh.

Jennie sangat mendukung hubungan antara Taeyong dan Ten. Ia senang-senang saja asalkan Ten dan Taeyong bahagia.

Dan kini, Ten harus segera memberikan jawaban atas apa yang diinginkan Jennie. Ten memejamkan matanya. Berusaha menerawang apa yang harus ia lakukan. Usia kandungan Jennie masih memasuki usia 1 bulan. Belum barang terlambat untuk melaksakan ikrar pernikahan. Belum terlambat agar semua orang tidak menganggap anak yang dikandungnya hasil di luar nikah.

"Aku merestuimu hyung. Menikahlah dengannya jika itu untuk kebaikan sang anak" jawab Ten mantap. Ia tidak ragu, ia tidak perlu ragu. Walaupun jauh di dalam hatinya sudah sangat hancur. Ia akan dimadu. Tapi sahabatnya tentu akan menderira jika harus berjuang seorang diri. Tak apa, suaminya ada disisinya. Dan sampai kapanpun akan seperti itu.

"Hanya kita dan beberapa orang saja yang tahu. Aku janji. Tidak akan ada yang tahu. Biarkan saja seluruh dunia tahu, bahwa kau satu-satunya istri ku" jelas Taeyong. Ia merengkuh pria yang lebih muda, memeluknya erat dan memberinya kecupan di kening.

"Terimakasih Ten, aku berjanji, hanya sampai anak itu lahir, mendapatkan aktanya saja" Ten hanya mengangguk perlahan ia tidak tahu, apakah keputusannya kali ini salah atau benar. Ia hanya yakin, suaminya dapat dipercaya.

"Ten, bisakah kita menunda momongan. Setidaknya hingga anak itu lahir. Aku tidak ingin ada yang membicarakan kita di belakang" blarrr

Ucapan Taeyong barusan mampu menceloskan hatinya. Ia sudah lama menanti adanya buah hati di antara mereka. Sudah sangat lama. Tetapi baru saja Taeyong menampar angannya dengan pernyataan seperti itu.

"Aku tahu ini berat bagimu Ten. Percayalah ini juga berat untukku. Tapi menjadi nama ayah dari dua anak, dengan nama ibu yang berbeda dalam waktu berdekatan, itu akan menjadi berita yang tidak baik Ten"

"K-kau kan bi-bisa membayar petugas ataupun semua orang untuk diam hyung..hiks.. hiks.. Aku ingin segera mem-memiliki a-anak sendiri hyung. Hikss. Hiks" pertahanan Ten kembali hancur. Ia menangis kencang. Bukankah ini sama saja dengan Taeyong melarangnya untuk hamil? Walaupun kecil sekali kemungkinan baginya untuk hamil. Tetapi bukankah itu menyakitkan ketika suami kita mengatakan hal serupa? Apakah masa lalu suaminya itu harus dibayar sedemikian mahalnya?

"JANGAN CENGENG TEN. Semua tidak semudah itu! Aku memiliki saingan di dunia kerja yang cukup banyak. Mereka bisa menggali informasi pribadi apapun itu untuk menjatuhkanku. Apa kau tidak memikirkan reputasiku huh?" Taeyong sedikit membentaknya. Membuat Ten terkaget.

"Lalu bagaimana jika semua orang tahu bahwa kau menikah lagi hyung?" kali ini Taeyong terdiam. Ia tidak sempat memikirkan hal itu.

"Sudahlah hyung. Biarkan saja. Aku lelah, kau juga. Lebih baik kita tidur" Ten beranjak meringkuk di atas kasur. Sedangkan Taeyong masih memandangi punggung sang istri yang tidur membelakanginya. Ia telah membentak istrinya yang sangat baik. Istri nya yang penurut. Lagi-lagi ia menyakiti perasaan istrinya.

Hari yang panjang dan melelahkan bagi Taeyong. Tak lama, ia menyusul sang istri untuk tidur. Ia memeluk tubuh mungil itu dari belakang. Mengeratkan pelukannya di balik selimut putih tebal, yang mampu menutupi seluruh tubuh mereka. Menjaga keduanya dari dinginnya malam

.
.

Di luar sana, Alyssum tak mengubah warnanya. Masih dalam keadaan yang sama. Masih dengan makna yang sama. 'Kecantikan yang Berharga'. Bagi Ten, yang dimaksud kecantikan adalah takdir hidupnya. Takdir hidupnya yang cantik, yang tak pernah membuatnya kecewa. Takdir yang mulus, yang membuatnya bahagia. Takdirnya yang berharga. Ini masih permulaan. Dan semua masih bia berubah.

TBC





YA ALLAH!! apaan iniiiiii? Sudahlah yaa. Sebelumnya udah koar koar banyak.
Double up biar ga kepanjangan
Ngantuk sendiri gue bacanya..😂
Kritik dan sarannyaa yaa.
Gapapa kokk kalo mau protes alurnya atau apaan gitu.
Ceritanya aneh kek, gaje, atau kalimatnya bikin bingung...
Pokok jangan Taeten nya yang diprotes. Kasiann tutututu.

Jangan lupa vomment sayangkuu.
😘😘😘😘😚😚


Next or End?

Big luv
#태텐

Alyssum [Taeyong x Ten | Taeten]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang