Bagian 14 (Extra parts)

1.3K 43 15
                                    

Dia mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Dia membuka pintu toko buku dan berlari-lari ke seluruh ruangan mencari handphone-nya. Tidak ditemukan dimanapun. Sampai seorang security menghampirinya yang terlihat kebingungan.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Hand phone saya hilang, Pak. Terakhir saya menggunakannya disini."

"Baiklah. Kita akan cari sama-sama."

Mereka berdua mencarinya disetiap penjuru, disetiap rak buku dan menghabiskan waktu 4 jam lamanya. Mischa duduk dan menyandarkan kepalanya ke dinding, mukanya terlihat lelah dan peluhnya yang membasahi kening dan sedikit rambutnya. Security itu mengahmpirinya dan menawarkannya sebotol air mineral.

"Sepertinya hand phone mu sudah di ambil orang lain, atau mungkin terjatuh di jalan. Karena setelah melihat rekaman cctv tidak ada hal yang aneh.Minumlah. kamu terlihat lelah."

"Terima kasih, Pak." Dia meneguk air tersebut dan menghempaskan nafas yang panjang.

"Apa hand phone itu sangat berarti sampai kamu mencarinya seperti itu?"

Mischa hanya menoleh dan tersenyum kecil. Dia kembali minum dan kemudian tak lama setelah itu, dia kembali pulang dan mengurung diri di kamarnya. Dia duduk di ranjang dan mengobati luka di pergelangan tangannya. Dia terus berpikir bagaimana caranya agar bisa menemukan Masha. Apalagi setelah dia kehilangan hand phone dan tak hafal kontak Masha. Dia mengambil perban di laci dan mulai melilitkannya pada lukanya. Dia terus melamun, dan tiba-tiba kedua tangan lembut seseorang meraihnya.

"Sudah kubilang kamu punya hutang padaku, kenapa kamu tidak menemuiku malam itu? Sekarang kamu terluka." Masha dihadapannya, dia tersenyum dan memegang tangan Mischa dan memberikan plester pada perbannya. Dia mengecup lembut tangan Mischa dan tersenyum.

Tangannya mencoba meraih wajah gadis cantik yang dia cintai, dia ingin mengelus rambut indahnya dan memeluknya seperti biasanya. Matanya berkaca-kaca, bibirnya ingin mengatakan rindu tapi hatinya terlalu sesak karena dia merasa sangat bersalah atas yang telah terjadi pada Masha. Ketika tangannya hampir berhasil meraih wajahnya, Masha menghilang dari hadapannya.

"Masha?" Mischa terkejut, kemudian tertunduk. Dia tak bisa menahan tangis dan penyesalan, "Seharusnya aku menemuimu malam itu, maafkan aku, Sha."

---

Sekarang jadwal pria itu mengganti perbannya, aku siapkan air hangat dan peralatan P3K dan naik ke kamar atas. Aku sedikit gugup karena ini pertama kalinya aku menggantikan tugas Phillip. Suara pintu yang berdecit membangunkan tidurnya, dia sudah sadar.

Aku semakin gugup.

Dia tidak bicara sepatah kata apapun, tapi matanya terus mengikutiku. Aku duduk disebelahnya dan menyiapkan perban dan obat lukanya.

"Kamu sudah sadar?"Tanyaku kaku.

Dia hanya mengangguk dan kembali tertidur. Ah, kenapa aku ini. Aku harus mengganti perbannya sebelum perbannya semakin kotor.

"Maaf, aku akan mengganti perbanmu, Phillip sedang tidak ada dirumah, jadi aku yang menggantikanmu." Aku mulai membuka perbannya, dimulai dari wajahnya.

Perlahan-lahan aku membukanya, wajahnya semakin terlihat jelas. Wajahku dan wajahnya saling berdekatang karena aku harus hati-hati dan konsentrasi membuka perbannya agar dia tidak kesakitan. Tiba-tiba dia membuka matanya dan itu membuatku terkejut, kita saling bertatapan. Matanya biru muda, matanya seperti lapisan es yang tipis, bersinar, dan indah.

Sadar Anna! Sadar! Setelah perbannya terbuka, aku mengoleskan salep ke lukanya dan menutupinya dengan perban baru. Sekarang, perban yang melingkar dari bahu sampai ke pingganggnya. Aku mencari plester perekat perbannya, namun tidak aku temukan. Mungkin ada di bagian punggungnya. Aku membungkuk dan mencoba mengangkatnya. Rambutku yang aku gerai, jatuh dan tak sengaja mengenai wajahnya. Dia kembali terbangun dan menatapku.

The FrozenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang