My Eternal Love

2.2K 167 34
                                    

"Jadi ... kalian berdua bertengkar karena kau mematahkan kekaguman Naruto akan film action yang digandrunginya?" Itachi bertanya datar. Ia duduk santai pada teras rumah. Di dekatnya terdapat semangkuk gula pasir putih, kalium nitrat, panci ukuran sedang, kompor kecil, kertas aluminium, sendok kayu, sebuah mangkuk kosong, dan seutas tali sumbu.

"Hn."

"Bagaimana kronologinya sampai jadi seperti itu?" Itachi mulai menakar bahan. Perbandingan haruslah sempurna. Jika gula terlampau banyak, bom akan sukar menyala dan lambat terbakar. Namun jika kalium nitrat terlampau banyak, maka menciptakan kondisi berkebalikan.

"Segalanya berawal dari adegan seorang penjahat bengis menemui ajal. Tubuh sang penjahat terhempas brutal akibat tembakan sebuah senjata api dalam genggam." Segelas jus tomat dingin dipegang erat.

"Aku hanya bilang kalau kenyataan sangatlah berbeda dari apa yang dia lihat." Segar minuman diseruput tenang. Riuh sémi temani jeda hening beriring panasnya suhu udara.

Itachi memperoleh takaran diinginkan. Ia ambil mangkuk kosong. Kertas aluminium melapisi bagian dalam.

"Sebuah benda memberi gaya pada benda lain, maka timbul reaksi sama besar." [Isaac Newton]

Sasuke mengangguk pelan. Iris hitamnya memperhatikan gerak-gerik Itachi. Sang kakak memasukan takaran bahan dalam panci, lalu menaruhnya ke atas kompor. Api menyala kebiruan—indah warna mengingatkan ia pada sang kekasih pujaan.

"Sang tokoh utama manusia biasa. Tak terkena efek gigitan vampir ataupun injeksi obat. Tak terhempas meski menembakkan senjata berdaya hancur luar biasa." Sasuke terfokus saat nyala api kecil memasak kedua bahan.

"Aku hanya mengemukakan pendapat, tapi dia tak suka. Kedua pipinya digembungkan. Merah membulat seperti tomat—" seringai tipis terkembang samar, "—benar-benar lucu. Buatku ingin mencubit, lalu mengecup singkat."

Itachi menyipit. Sendok kayu mengaduk sabar. Gula perlahan meleleh bercampur kalium nitrat. "Melihat reaksimu ... sepertinya kalian belum mencapai klimaks terburuk."

Sasuke mengangguk membenarkan.

"Adegan selanjutnya, mengenai peledakan tangki bensin sebuah mobil. Kondisi isi penuh. Pemicu ledakan: tembakan sebutir peluru." Sasuke mencium bau aneh. Bahan dimasak mulai berasap. Itachi mengurangi panas api, sebelum kembali mengaduk pelan.

"Padahal untuk melakukannya tidaklah semudah itu. Diperlukan oksigen serta panas mencukupi. Lagipula—"

"—jenis proyektil serta tipe senjata ikut berperan penting. Sebutir proyektil biasa takkan cukup memicu percik api diinginkan," Itachi menginterupsi.

Sasuke terfokus pada tangan sang kakak yang senantiasa mengaduk tenang.

"Aku bilang semua itu cuma strategi agar adegan film terlihat hebat. Dia terbakar amarah. Wajahnya dipalingkan. Kedua tangan menyilang erat depan dada. Leleh keringat buat jenjang karamel menggugah selera."

Lagi-lagi, seringai tipis terkembang tampan.

"Ingin kugigit dan kuraup cairan hidup miliknya. Buat dia terkulai lemas dalam dekap—" sorot mata menajam, "—dan bibir mungilnya panggil lemah namaku seorang—" Sasuke terkesiap. Ia pun berdeham singkat, lalu meminum sedikit jus tomat miliknya.

Perkataan sang adik menggelitik hati Itachi. Ia mendengus geli. Tak disangka pemuda pirang mampu dorong Sasuke keluar jalur dari karakter diri.

"Terus?" Gula meleleh sempurna. "Masih ada yang ingin kauceritakan, 'kan?" Senyuman Itachi terkembang seram. Sendok kayu betah ia genggam. Tugasnya kini mendiamkan gula hingga warna berubah cokelat keemasan— Ah ... karamel, ya .... —Kalimat Sasuke berputar menghantui pikiran. Jika dibayangkan, ia jadi tergiur dahaga—bahkan tergoda meraup habis rasa manis cairan merah.

PhantasmagoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang