-HAPPY READING-
"Ketika mulut tak dapat mengungkapkan, air mata yang mewakilinya."
Semilir angin menerpa wajah Fasha. Mata hazel-nya tertutup menikmati angin yang membelai wajahnya.
Kring.. kring..
Fasha menoleh ke arah ponselnya yang berdering. Tertera nama Karen di layar ponselnya. Fasha dengan malas mengambil ponselnya dan mengangkat telepon dari Karen.
"Ha-"
"Heh, lo di mana?!" teriak Karen di telepon. Fasha menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Gue di rooftop," kata Fasha dengan dengusannya.
"Balik sekarang! Jam istirahat udah selesai. Lo mau dipecat sama bos?!" teriaknya lagi.
Fasha memutar bola matanya malas. "Iya-iya, gue turun, nih." Sebelum mendengar balasan dari Karen, Fasha segera mematikan teleponnya lalu beranjak turun.
Karen sudah menunggunya dengan kedua tangan dilipat. Fasha hanya menunjukkan cengiran tak berdosanya lalu berjalan melewati Karen.
"Eh, eh, lo pikir lo mau ke mana," ucap Karen sambil menjewer telinga Fasha.
"Aw!" pekik Fasha lalu memukul-mukul tangan Karen yang menjewer telinganya.
"Ikut gue dulu!"
***
Fasha menghempaskan tubuhnya ke bangku taman. Ia memejamkan matanya menikmati angin yang menerpa wajahnya. Fasha sangat menyukai angin. Pikirannya tenang saat angin bertiup mengenainya.
Pekikan seseorang mengganggunya. Fasha membuka matanya lalu mendengus kesal. Ia mengedarkan pandangannya untuk melihat siapa yang berteriak. Matanya membesar lalu refleks ia berlari. Ia segera menceburkan diri ke danau. Dengan cepat ia menarik keluar gadis kecil dari danau.
"Telepon rumah sakit!" teriak Fasha kepada orang-orang yang mendekati mereka.
Segerombolan orang sudah mengelilinginya. Ia menepuk pipi gadis itu pelan. Fasha mendekatkan telinganya ke mulut dan hidung gadis itu, lalu mengecek nadinya. Fasha mulai melakukan CPR.
Tak lama ada seseorang yang berteriak dan mendorong tubuh Fasha yang sedang memberi nafas buatan. Fasha bangkit perlahan dari jatuhnya, tiba-tiba gadis itu muntah. Dengan segera, Fasha memiringkan kepala gadis itu.
"Apa yang kau lakukan?!" teriak wanita itu di hadapan Fasha.
Fasha mengabaikan wanita itu lalu tetap fokus melihat gadis itu, jaga-jaga apabila dadanya berhenti naik-turun. Tak lama bantuan medis datang. Fasha bangkit dan berjalan pergi dari gerombolan orang-orang tadi. Ia harus pulang ke rumah sekarang, karena bajunya sudah basah. Ia kedinginan.
Fasha mengambil tasnya dari bangku taman tadi. Ia tidak memikirkan lagi apakah ada yang hilang dari tasnya. Fasha merasakan cairan turun dari hidungnya. Dengan segera ia menekan hidungnya agar cairan itu tidak menetes. Perlahan pandangan Fasha menghitam.
***
Mata Fasha perlahan terbuka, ia sedikit mengerang ketika cahaya menusuk indra pengelihatannya. Kepalanya merasakan pusing yang teramat. Perlahan ia mencoba bangkit, saat itu juga pintu ruangnya terbuka. Ia segera berlari ke arah Fasha saat Fasha berusaha bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without You [One Shoot]
Short Story"Ketika mulut tak dapat mengungkapkan, air mata yang mewakilinya." Terimakasih udah pernah ada dalam hidupku. Terimakasih udah menjadi pewarna kisah hidupku. Terimakasih atas segalanya. Selamat Tahun Baru. Tahun ini adalah tahun terbaik yang gak ak...