"Sabahat Pertamaku"

25 5 0
                                    

                        Prolog

    Sore hari yang telah berani menampakkan dirinya itu membawa lamuan tersendiri untuk sesosok pemuda miskin yang bernama Hamza. Ditambah iringan angin kencang yang membuat gelombang air laut menari-nari di tengahnya membuatnya lupa akan waktu. Tanpa ia sadari matahari telah lelah menyinari dirinya di bibir pantai itu yang di akhiri dengan warna jingganya yang terang .
     "Hey... Apa yang telah aku lakukan di sini. Aku telah menghabiskan waktu luangku untuk melamun di pantai ini hingga aku lupa bahwa hari tlah berganti dengan malam.."  cakapnya pada dirinya sendiri.
   Hamza adalah anak yatim piatu yang telah lama ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya akibat kecelakaan yang dialami mereka di saat Hamza tengah menduduki bangku SMP. Ia selalu membiarkan kejadian sedih yang menimpa keluarganya itu bersarang terus-menerus di kepala kecilnya. Kini ia hanya tinggal bersama neneknya yang semakin hari semakin menua di sebuah gubuk sederhana yang telah lapuk dimakan usia selama kurun waktu kurang lebih 5 tahun kebelakang.
     Ia sering kali melamunkan diri ke tepi pantai ketika hari tlah menyonsong sore memikirkan ejekan teman-teman sekolahnya ataupun teman-teman yang tinggal disekitar rumahnya sebab ia tak berperilaku seperti anak lainnya serta berpenyakit kulit borok dan berasal dari keluarga yang tak memiliki segudang harta.
    "Kenapa semua orang yang aku jumpai tak pernah senang dengan keadaanku seperti ini. Ingin rasanya memiliki seorang sahabat yang dapat menampung semua cerita sedih ini" ujarnya sedih dalam hati.
   Bibirnya selalu basah dengan mengucapkan doa yang tak henti-hentinya meminta kepada Sang Kuasa agar mengirimkannya seorang sahabat yang dapat mengerti akan keadaan dirinya saat ini.
     Tanpa dirasa sang waktu pun berlari dengan hebatnya tanpa lelah mengantikan setiap masa kehidupan pun menghampiri Hamza yang membawakanya satu hari saat dimana sang nenek tercinta menyusul kedua orang tuanya yang telah lama tenang di alam surga sana. Tak henti-hentinya ia meneteskan air matanya lagi yang selama ini selalu ia bendung, menerobos keluar dari kedua matanya yang sipit itu membanjiri kedua pipinya yang besar.
   "Apakah nenek tidak menyayangiku lagi hingga nenek sekarang rela meninggalkan aku sendirian di dunia kejam ini" bibir mungilnya mulai berbicara dengan terbatah-batah di atas makam sang nenek tersayang.
    Selepas kejadian itu, tak ada lagi masa baginya untuk menikmati kisah manis dalam kehidupan melainkan hanya melamunkan dirinya di tengah bibir pantai yang selalu diiringan dengan isakan tangisan tanpa nada suara sambil melipatkan kedua kaki mulusya diatas batu karang yang tiap saatnya merintih kesakitan akibat dihantam oleh kuatnya gelombang laut sore.
   Waktu terus bergulir pelan namun pasti hingga suatu saat tibalah seorang pemuda kaya keturuan bangsa kulit putih menghampiri dirinya dan memecahkan keheningan yang dirasakan oleh Hamza.
    "Heyy... Kamu kenapa menangis??" Tanya pemuda itu penuh heran.
"Hee.. Anu.. Ngaakk papa kok" jawab Hamza sambil menghusap air matanya.
"Kenali nama gua Steven, gua sengaja main kesini buat nenangi diri aja" pungkasnya dengan senyuman tulus.
    Sejak pertemuan itu mereka berteman dekat hingga menjadi seorang sabahat.
"Stev.. Kamu tahu kan selama ini aku hanyalah anak miskin yang hanya memiliki penyakit yang ngak kayak biasanya yang terus-menerus menempel senang di kulitku, apakah kamu ngak malu punya teman seperti aku" tanya Hamza kepada Steven di kala pagi cerah itu.
"(Sambil tersenyum).. Buat apa gua malu" jawabnya singkat.
  Mereka berdua pun selalu menghabiskan waktu bersama dengan diiringan canda tawa, suka dan duka yang tak kan terlupakan bagi hidup mereka.
      "Gua takut stev kalo nanti kita ngakk bisa kayak gini lagi  tertawa bersama di pinggir pantai yang indah ini" cakap Hamza kepada Steven.
"Gua ngak akan lupa dan ngak bakal biari semua ini berakhir" Ujar Steven.
   Lama waktu bergulir, tiba-tiba cerita manis kedua sahabat ini  terhenti cepat lantaran Steven harus pergi bekerja keluar kota akibat desakan dari kedua orang tuanya. Lantas sebelum pergi ia pun ingin bertemu dengan sahabat baiknya, yeah tentu si Hamza.
"Zaa sebenarnya nyokap dan bokap gua udah lama nyuruh gua buat kerja di Jakarta sana untuk nerusi usaha keluarga yang tengah dikelola oleh orang tua gua, tapi gua masih ngak yakin buat memutusinya??" jelasnya sebagai pembuka pembicaraan.
Seketika itu pun Hamza terdiam dan berhenti dari seluruh aktivitas sibukya. "Ya udah.. Kalo memang itu baik buat keluarga kamu kenapa kamu menolaknya" pungkasnya dengan senyuman sedih.
  "Aku hanya masih bingung dan ngak yakin.." Jawabnya dengan bimbang.
Namun, dengan bujukan dari Hamza dan dorongan untuk membahagiakan kedua orang tuanya, Steven pun memutuskan untuk pergi ke Jakarta.
   Sejak saat itu lah, keheningan dan kesunyian pun mengetuk kehidupan Hamza lagi untuk kedua kalinya.
  
     "Semoga ia tak melupakan sahabat miskinnya ini ketika ia disana sibuk dengan semua aktivitasnya" doa Hamza dalam setiap sujudnya.

   
     
         

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Sahabat Pertamaku"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang