1

377 46 26
                                    

seharusnya dila bangun ketika kakaknya mengetuk pintu dengan tidak manusiawi. seharusnya ia tidak mencabut baterai jam alarm kemarin. seharusnya ia tidak begadang untuk menyelesaikan desain poster osis.

seharusnya.

"dek, buruan ! kakak kamu udah berangkat loh tadi," panggil mama yang sedang menyiram bunga di halaman.

rutinitas pagi seorang ibu rumah tangga memang begitu.

adila menalikan sepatunya asal dan segera menghampiri mamanya untuk pamit.

tujuannya hanya satu. pangkalan ojek.

seharusnya adila berangkat bersama kakaknya -adlansyah changbin-. tapi kakaknya sudah berangkat duluan.

ngeselin, pikir dila.

tidak hanya sampai di situ cobaan adila, rupanya jalan yang biasa ia lewati untuk ke sekolah ditutup karena perbaikan jalan. mau tidak mau ojek yang ditumpangi dila memutar arah dan mengharuskan mereka melewati jalan besar yang sudah pasti macet.

fix ini mah. lapangan utama, i'm coming, batin dila saat melihat situasi sekolah sudah sepi.

beruntung di gerbang ia diloloskan oleh pak satpam sehingga tidak semakin terlambat.

"adilah azzahra, jam berapa sekarang ?"

suara bariton menginterupsi dila yang berniat untuk mengendap endap masuk ke kelasnya.

"eh, pak farid. selamat pagi pak," sapa dila canggung.

pak farid yang merupakan guru bk sekaligus pembina mpk mengeluarkan buku kecil dan pulpen yang tidak pernah lepas dari sakunya lalu menulis sesuatu yang dila yakini adalah catatan pelanggarannya.

"taruh tas kamu di kelas, setelah itu pungut sampah yang ada di lapangan utama."

setelah itu pak farid melengos pergi meninggalkan dila dengan wajah dongkolnya.















"pak farid tega banget sih," celoteh dila.

gadis bersurai hitam itu memasukkan sampah sampah yang telah ia kumpulkan ke dalam tempat sampah.

kemudian duduk di bangku sisi lapangan untuk meregangkan tulang punggungnya. pasalnya, kemarin ada acara sekolah di mana stan stan bazar berlokasi di lapangan utama. kebayang dong sampahnya segimana banyaknya ?

"telat juga lu ?"

dila mendongakkan kepalanya pada seseorang yang melontarkan pertanyaan.

"iya," jawab dila singkat.

"kok lu gak masuk kelas ?" tanya dila.

bukannya menjawab, seseorang itu -sebut saja adit- mendudukkan dirinya di samping dila kemudian mengangkat ujung seragamnya untuk mengelap keringatnya.

tentu saja dila mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"hehe gua pakai baju kaos kok di dalem," ujar adit seolah tau maksud pikiran dila.

"ngelap keringat jangan pake seragam, dit. jorok tau. pakai tissue kek."

adila merogoh sakunya dan memberikan sebungkus tissue yang selalu ia bawa pada teman sekelasnya itu.

"lapin dong. capek nih habis dihukum cabutin rumput sama pak farid"

dengan tidak tau malunya adit memajukan kepalanya dan meminta dila untuk menyeka keringatnya.

adila berdecih dan lebih memilih kembali ke kelas daripada menuruti permintaan aneh seorang aditya.











"ngoper bola pakai kaki bagian dalam atau luar, sol ?"

kelas adila sekarang jadwalnya penjas materi. di mana mereka cuma duduk manis di lapangan indoor sambil mendengarkan penjelasan guru, setelah itu menjawab lks.

adila yang sama sekali tidak tertarik dengan materi hari ini -sepak bola- dengan terpaksa mengisi lembar jawabannya.

"aduh dil. gua buta futsal. tanya si somi coba. nilai penjasnya kan di atas kkm."

jinsol annisa mengacak rambutnya frustasi. jangankan sepak bola, materi lari cepat aja dia udah nyerah.

adila berpindah ke somi douma yang gegoleran di sebelah kirinya kemudian dila menanyakan hal yang sama.

"salin aja punya gua noh di ujang," jawab somi.

demi menyelamatkan kertas jawabannya yang masih bersih, dila menghampiri ujang alias fauzan yang menjadikan punggung rahmat sebagai meja.

namun, kedatangan dila ditolak mentah mentah oleh 2 pemuda hyperaktif ini.

"no, no, no, no, no, no, enggak !" tolak fauzan chenle dengan nada 'GO' milik salah satu boy group kpop terkenal, nct dream.

rahmat daehwi mengangguk setuju dengan penolakan fauzan.

"kita yang nyalin berdua aja repot, dil. mending lu nyalin punya si adit aja. udah kelar tuh pasti," saran rahmat.

dalam otak dila, berinteraksi dengan adit ? big no.

oke, terdengar berlebihan.

tapi memang begitu adanya. ada saja kelakuan adit yang membuat dila merasa berinteraksi dengan adit itu sama saja dengan berinteraksi dengan orang mabuk. kalau gak ngelantur, ya ngelindur.

mendengar namanya disebut, adit yang duduk tak jauh dari situ menoleh, "apa lu adit adit ?"

"dit, dila pengen nyalin jawaban katanya," dengan santainya fauzan berucap.

"dih enggak ya !" sanggah dila.

dila mendorong pundak fauzan lalu pergi. akibatnya, tulisan fauzan melenceng sampai ke seragam olahraga rahmat yang punggungnya ia jadikan meja.

adit segera menghampiri dila dengan kertas jawabannya.

pemuda berkawat gigi ini menyodorkan kertasnya pada dila. dila menolak. dila lebih memilih menunggu rahmat dan fauzan. namun, bukan aditya namanya kalau nyerah semudah itu. adit terus mengikuti dila sampai dila mau menyalin jawabannya.

"10 menit lagi ya," kata pak ilham, guru penjas.

dila melirik fauzan dan rahmat yang entah kenapa tidak kunjung selesai. sedangkan adit masih tetap di sampingnya gegoleran sambil mengipas ngipaskan lembar jawabannya.

"yaudah iya. pinjem sini."

akhirnya, dila menyalin jawaban milik adit. daripada nanti kena hukuman lagi ? hell, bersihin lapangan utama aja rasanya tulang punggung rontok.

"nah gitu dong," ujar adit dengan senyum yang mengembang.

dengan cepat, dila segera menyelesaikan tugasnya. tak jarang ia salah tulis akibat terburu buru.

ekspresi serius dila mengalihkan perhatian adit yang tadi sibuk ngitungin bangku di tribun.

"dit, risih." kata dila tanpa menoleh ke arah adit yang masih dengan posisi nyamannya memperhatikan dila.

"adit, ih." tegurnya lagi karena adit tak kunjung menghentikan aktivitas nontonnya.

"dila," panggil adit.

"hm"

"noleh sini dong"

"adit, ini gua lagi nyalin."

"sebentaaaar aja," pinta adit.

"waktunya udah mau abis, dit."

"ayo dong dilaaa" rengeknya lagi

"dila dila dila dila dilaaaa," tak henti hentinya adit memanggil dila.

karena tahu adit tidak akan berhenti, akhirnya dila menuruti permintaanya.

"kenapa ?" tanya dila menoleh pada adit.

























"cantik, hehe."

vicino ⸙ I.NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang