Enam Belas

1.9K 144 1
                                    

Pagi yang cerah ini mengawali ujian akhir semester ganjil bagi SMA Bakti Bangsa. Sebentar lagi libur panjang dimulai. Tentu itu merupakan hal yang sangat di nantikan baik bagi siswa, guru ataupun stap sekolah. Mereka bisa menghabiskan waktu bersama keluarga untuk berlibur. Setidaknya untuk berkumpul bersama.

Mobil Daffa dan Jean masuk bersamaan ke parkiran sekolah yang sudah cukup dipadati kendaraan lainnya. Mereka memutuskan tidak berangkat bersama untuk sedikit menghargai Andin.

Jean turun dari mobilnya, begitu pula Daffa. Suasana parkiran amat ramai hari ini, puluhan pasang mata menatap Jean dengan sinis. Aneh. Daffa yang menyadari keanehan itu segera menghampiri Jean menggenggam tangannya erat.

Tak seperti biasanya, orang-orang itu masih terus menatap Daffa dan Jean dengan sinis. Namun lagi-lagi Daffa mengabaikannya. Ia menggerakan kepalanya mengajak Jean berberjalan. Jean menanggapinya dengan lengkungan bibirnya yang terlihat amat manis. Melangkah beriringan dan menghiraukan tatapan orang-orang itu.

Sepanjang perjalanan tatapan sinis itu tak hentinya mengiringi langkah mereka. Namun tiap kali tatapan orang-orang itu menajam, Daffa selalu mengeratkan genggamannya. Sepertinya Daffa memang seseorang yang selalu membuat Jean merasa baik-baik saja dalam situasi apapun itu.

Orang-orang tengah mengerumuni sesuatu di mading sekolah. Mungkin jadwal ujian atau tidak denah tempat duduk. Fathur berlari menghampiri Jean dengan membawa lembaran kertas yang disembunyikan di tangannya.

"Thur lo kenapa?" Jean keheranan nenatap Fathur yang sudah seperti hampir kehabisan nafas.

"Mau ngapain lagi lo? Masih mau gangguin cewek gue?" ketus Daffa.

Nafas Fathur masih terengah, ia belum bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya itu.

Daffa mengernyitkan dahinya. "Lo habis ngapain? Abis ikutan lomba lari marathon?" tanya Daffa namun Fathur masih berusaha menstabilkan nafasnya itu. "Minggir lo, ngalangin jalan orang aja. Lo kira ini jalan nenek moyang lo apa," Daffa mencoba menerobos, namun Fathur merentangkan tangannya masih terus menghalanginya.

"Ben ... tar ... Daf, gue masih ... ca ... pek," ucapnya terengah.

Jean mengernyit menatap kertas yang masih di pegangi Fathur dan berusaha merebutnya. Fathur menahan agar kertas itu tak di lihat oleh Jean namun usahanya gagal. Jean berhasil merebut selembar kertas itu. Dan tentu sudah mengetahui isinya.

Mata Jean terbelalak begitu melihat isi dari kertas itu adalah fotonya dengan coretan-coretan mengerikan juga terdapat tulisan "Pelakor!"

Tentu Daffa terkejut begitu melihat isi kertas itu. Ia tak dapat menahan amarahnya lagi.

"Brengsek!" umpat Daffa.

"Dari mana lo dapet ini?" tanya Daffa emosi.

"Lo yang nyebarin ini?" Daffa menarik kerah seragam Fathur dan menatapnya bengis.

"Bukan Daf. Sumpah itu bukan gue yang buat, Jean temen masa kecil gue Daf, kita dulu satu panti, gue berani sumpah." Fathur membela diri.

"Kertas itu ada di hampir setiap kelas, mading, pintu, hampir semua ada tempelan kertas itu," jelas Fathur.

Daffa mendorong Fathur pelan seraya melepaskan kerahnya. Ia segera berjalan menerobos Fathur juga orang-orang yang masih berkerumun itu.

"Bubar!" pekik Daffa. Ia segera melepas tempelan kertas-kertas itu dengan gusar. Daffa mengedarkan pandangannya menatap setiap wajah yang kini masih mengerumuninya dengan raut mereka sedikit ketakutan.

"Bubar! Gue bilang bubar!" bentak Daffa lagi. Murid-murid itu langsung membubarkan diri melihat amarah Daffa yang semakin membuncak. Nafas Daffa memburu, amarahnya masih belum reda.

ThantophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang