╰ Dua ╮

97 11 0
                                    

“Minnie, bagaimana?”

Ryeowook menatapku dalam-dalam setelah bertanya. Saat ini kami sedang berada di kantin, menunggu Siwon yang masih mengerjakan ujiannya di kelas.

“Bagaimana apanya?” tanyaku pura-pura tidak tahu. Ryeowook memukul pelan dahiku dan mengernyitkan dahinya. “Ujianmu, sayang. Kau tadi ke toilet lagi kan? Sudah berapa kali di hari ini?”

Aku melemparkan cengiran plus ringisan. “Tiga kali.”

“Apa perutmu sedang bermasalah?” Ryeowook menatapku khawatir.

“Aku makan sereal kadaluarsa kemarin malam, dan sekarang perutku tidak bisa berhenti berputar,” jawabku dengan lemas. Kyuhyun berdecak kecil, kemudian menepuk-nepuk punggungku sambil tetap fokus pada komiknya.

Ryeowook seketika berdiri. “Mau kuambilkan obat di UKS? Akan kucarikan obat pereda diare—”

“Tidak perlu.”

Aku menoleh ke samping, mendapati Siwon yang tiba-tiba datang sambil menyodorkan obat pereda diare padaku. “Barusan aku mampir di UKS dan meminta ini. Kau sejak pagi bolak-balik ke toilet, kan?”

Ah~ Inilah kekuatan sang pelindung! Aku mengambil obatnya dan melemparkan senyuman yang menurutku terbaik sepanjang masa. “Jeongmal gamsahamnida, saranga!” ujarku lantang, membuat Siwon terkekeh.

“Lalu bagaimana ujianmu?” lanjut Siwon. Aku mengedikkan bahu. “Entahlah. Aku mengerjakannya seperti biasa.”

Ryeowook kembali memukul dahiku, dan kali ini cukup keras. “Appoyo, Wookie~”

“Kau berusaha keras untuk masuk kelas A, dan ini ujian pertamamu, kau harus bekerja lebih keras lagi! Kalimat ‘aku ingin menjadi dokter’-mu terus-menerus bergema di pikiranku, dan aku benar-benar khawatir dengan tingkat kecerobohanmu yang semakin lama makin meningkat!”

Aku mengerti dengan kekesalan Ryeowook. Aku selalu mengatakan padanya tentang cita-citaku yang ingin menjadi dokter, bahkan membuat Ryeowook ingat betul sudah berapa kali kukatakan hal itu padanya. Tapi aku sangat bahagia mengingat kepeduliannya terhadap masa depanku.

“Aku mengerti, Wookie. Aku akan meningkatkan usahaku di kelas terakhir ini!” jawabku penuh semangat, membuat Ryeowook meregangkan rasa kesal di wajahnya.

Siwon memakan rotinya tanpa memperhatikan percakapan kami. Jika kuingat-ingat lagi, Siwon pernah bilang bahwa aku dan Ryeowook ini bagaikan ibu yang perhatian dan anak yang plin-plan, karena itulah ia sudah terbiasa dengan keadaan semacam ini.

Tiba-tiba semangkuk bubur mendarat di depanku. “Ini bukan pesananku.” Wajahku refleks menoleh pada Kyuhyun.

“Apa?” tanyanya tanpa menoleh balik. “Itu untukmu, baik untuk memulihkan sakit perut,” lanjutnya.

Aku terkikik senang. “Bukannya malah makin buruk, ya?”

“Diamlah.”

Walaupun begitu, tentu saja aku tetap memakannya. Beginilah Kyuhyun, walaupun dingin, dia tetap menunjukkan perhatiannya. Karena itulah, aku sangat menyukai ketiga orang ini. Bukankah aku sudah cukup beruntung?

Setelah bel selesai istirahat berdering, kami hendak kembali ke kelas masing-masing, namun Kyuhyun mencegat. “Ada apa, Kyu?” tanya Siwon.

Entah mengapa wajah Kyuhyun memerah saat ini. “A-anu.. ayahku mendapatkan kupon restoran, hadiah dari kliennya. Kuponnya terlalu banyak, dan ayah maupun ibuku tidak akan sempat menggunakannya. Kupikir—”

“Kau akan mengajak kami makan di restoran?” potongku.

“Iya, begitulah.”

Aku dan Ryeowook melonjak girang. Jarang-jarang Kyuhyun yang duluan mengajak kami makan-makan. “Dasar anak kaya! Aku iri sekali denganmu..”

“Yah! Untuk apa iri? Aku kan mengajak kalian.”

Setelah mengonfirmasi waktu dan tempat, kami segera pergi ke kelas masing-masing. Memikirkannya saja sudah membuat jantung berdegup kencang, karena kami tidak pernah makan bersama di restoran. Dan lagi, kalau sudah menyangkut Kyuhyun, pasti restoran yang dimaksud adalah restoran mahal.

🌸🌸🌸

Want You MoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang