Sarasvati Raisa [7]

1.8K 286 22
                                    

Malam itu rumah Kandara terdengar ramai dan banyak celoteh, meskipun yang terlihat hanya ada empat wanita; Ibunda, Kakak, Adiknya, serta salah satu sepupu perempuannya beserta dua lelaki yang diberitahu sebagai penyetel piano. Kandara ingat pembicaraan tadi siang mengenai rencana menyetel ulang piano milik almarhum ayahnya yang sudah lebih delapan tahun tidak pernah dimainkan karena, sungguh malang, mereka tiga beradik semua buta nada. Dan kini salah satu anak dari sepupu Kandara terduga memiliki bakat musik. Mengingat harga grand piano tidak semurah harga paket tupperware, sepupu kandara tersebut ingin menggunakan piano yang hanya menjadi pajangan di rumahnya. Tentu saja ide ini disambut baik oleh Ibunda Kandara, dengan syarat piano tetap berdiri di tempat yang telah ia tinggali sejak Kandara masih orok.

Kandara baru akan pamit keluar─mendinginkan kepalanya yang seperti akan meledak setelah membaca surat yang dikirim oleh Sara─ langsung ditahan Ibundanya dengan memberi interogasi singkat mengenai Sara yang sudah tidak lagi muncul, baik nama maupun rupanya di kediaman mereka. Kandara hanya tersenyum miris, dan menggeleng sembari bilang mereka tidak menemukan kecocokan.

Sang ibunda berdecak."Bagaimana bisa perempuan cantik, cerdas, baik, sopan, dan terlihat menjanjikan itu kamu bilang tidak cocok?"

"Justru itu. Gimana mau cocok, Bun. Ngeliat dia jalan sama Sara kayak ngeliat Sara dianter mamang ojek online." Kakak Kandara menimpali dengan kejam yang dihadiahi tatapan tunggu-bunda-di-belakang oleh Ibunda dan kemudian dibalas dengan cengiran dan tatapan aku-cuma-bercanda oleh sang kakak.

Kandara mengernyitkan hidung lalu keluar menuju motornya, membiarkan wanita-wanita itu berbicara dengan bahasa tatap-menatap mereka yang menggelikan. Jika saja ia tidak sering kebagian tugas jaga, ia tidak dapat membayangkan bagaimana bisa bertahan hidup dengan dikepung para makhluk berkromosom XX itu.

***

Sudah lebih 2 minggu Kandara tidak olahraga serius membuat otot kakinya kram dan pegal. Meski ia lelah, dan timnya kalah, pikirannya sudah cukup menjernih. Ditambah ia kini telah bersama penasehat sekaligus tukang olok-oloknya. Alexandre Triawan.

Alex yang keluar dari ruang ganti langsung melemparkan handuk bekas lap keringatnya ke wajah Kandara yang secara spontan dibuang Kandara ke lantai. Karena sungguh, cukuplah Alex, dan Tuhan yang tahu bagian dan lipatan tubuh mana saja yang disapu oleh handuk bergambar Power Rangers itu.

"Sudah ketemu kau dengan Sara?"

Kandara mengangkat bahu. Ingatannya terlempar ke surat yang Sara kirimkan tadi siang.

"Segeralah bilang kalau kau tu—"

Bunyi raungan singa menghentikan Alex bicara. Ternyata itu adalah bunyi panggilan dari ponsel Alex. Alex menghela napas dan menggerakkan bibirnya membentuk kata bi-ni, lalu menjauh menuju pintu. Kandara menangkap ekspresi Alex yang berubah-ubah. Mengingat Alexa, istri Alex yang merupakan dosen di FKM tengah hamil masuk trimester kedua. Kandara masih tidak menyangka teman karibnya yang dulu suka mematahkan hati wanita, dan nge-hack aplikasi tarif di warnet ketika main game online itu kini akan punya anak. Terkadang memang hidup penuh kejutan dengan berlalu sangat cepat.

Alex kembali dan memasang wajah memberengut.

"Lu tau dimana orang waras jualan burgo jam segini?"

***

Atmosfer di dalam mobil terasa sedikit ... lucu. Karena Alexa yang minta dijemput untuk ikut mencari burgo kini tidak henti-hentinya mengomel. Alex sudah berusaha membujuk istrinya agar ia dan Kandara saja yang mencari penganan itu. Namun Alexa menolak dengan praktis.

"Mau makan langsung di tempatnya."

Jadilah setelah menitipkan motornya dan secara setengah terpaksa setengah sukarela menemani Alex, Kandara terjebak di belakang kemudi─karena tidak tahu bagaimana kondisi mentalnya nanti jika hanya berpangku tangan sembari mendengar ocehan ibu hamil yang ngidam makan burgo pukul 9 malam─ dan kini mereka tengah memutari Kambang Iwak.

Setengah LusinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang