Pertanyaan sang bunda siang tadi membuat Lyana kini termenung diatas balkon kamar ali.
Ya.. Mereka telah sampai dijakarta dikediaman papi syarief. Setelah keributan Lyana dengan ali di bandung, mereka bergegas pergi ke jakarta sesuai rencana mami ressi dan papi syarief. Karna mereka harus berangkat ke Singapura untuk mengantar kakak kaia dan icha, serta urusan kecil tentang bisnisnya.
Langkah kaki Lyana tertahan melihat sang bunda berdiri di pembatas ruang tengah dan dapur rumah nya, lengan tua nya terulur menyisikan poni disekitar dahi Lyana. Dan di wajah cantiknya ada senyum kecil yang tercipta, wajah Lyana menegang dirinya takut jika bunda nya memberi tahukan luka ini pada sang ayah dan berakibat sakit ayah nya akan kambuh lagi.
Namun bundanya malah bersikap lain, "Kau tahu nak, dalam pernikahan karna perjodohan salah satu dari kedua pasangan itu harus mempertahankan dan berjuang sendiri untuk hubungan mereka, dan bunda lihat yang akan berjuang dalam hubungan kalian adalah dirimu." Tangan bunda membelai pipi chubby Lyana dengan lembut nya. "Bunda tahu ini sangat menyakitkan, bahkan luka itu membekas. Tapi, bertahanlah semampu yang kamu bisa. Terkadang kita sendiri pun lupa diri, hingga membuat pasangan kita cemburu. Mungkin bagimu ini bukan lah cemburu, tapi bagi kami yang sudah hidup lebih awal darimu dapat memahami itu."
"Bunda Al-."
"Abi sudah menjelaskan pada bunda, nak. Dengan menutupi luka ini kau juga telah menutupi sikapnya dari Syarief, dan bunda sangat bangga padamu karna begitu kamu melindungi nya. Semua ini kamu lakukan karna ada alasan nya, dan yang bunda tahu itu adalah cinta." Bunda amy tersenyum kecil.
"Kamu sangat mencintainya kan?! Bahkan sebelum pernikahan ini terjadi!!"
Bundanya bisa mengetahui apa yang telah terjadi, bahkan dirinya terlihat baik baik saja setelah melihat memar di keningnya. Benar Lyana yang salah, Lyana sudah melanggar. Wanita yang telah menikah tidak harus menghubungi lelaki lain meskipun itu sahabat nya sendiri, ada hati yang harus di jaga. Dan semua telah berubah.
"Sampai kapan berdiri disana." Lyana memeluk dirinya sendiri saat hawa dingin dari tatapan tajam sang suami seakan menelanjangi nya. "Masuklah, jika kau sakit papi akan membunuhku." ali bergegas bergerak menjauh.
"Bisakah..." Langkah ali terhenti membelakangi Lyana. "Kau perduli padaku sebagai suami kepada istrinya bukan karna takut kepada Papi Syarief yang bahkan sudah berangkat beberapa jam lalu..." Ali berbalik menatap tajam Lyana yang terdiam menatapnya lembut. "Bisakah...?!" ucapnya lirih
"Apa kamu sedang menawar akan sikapku? Kau sendiri yang meminta kejelasan akan sikapku, agar kamu bisa nentuin sikap saat bersamaku. Dan aku memutuskan untuk bersikap dingin dan gak perduli padamu, dan semua yang aku lakukan itu semua karna papi. Jadi jangan mengharap lebih padaku, karna aku gak bisa." Air mata Lyana menetes tanpa penyebab nya, rasanya begitu sesak mengharap lebih pada suami sendiri yang tak akan bisa mencintainya.
"Apa aku punya tempat didalam kamarmu?!"
"Aku akan berbagi dengan mu."
"Kalau begitu, A-pa bisa... Ka-mu berbagi hati untukku?! Dan Mar-sha.."
Tubuh ali menegang saat nama kekasihnya meluncur begitu saja dari mulut sang istri.
"Dari mana kamu tahu nama itu?!!" Lyana mengukir senyum indah diwajahnya tapi yang ali lihat itu adalah senyuman keanehan karna tercipta diwajah yang sendu dan terlihat murung.
"Aku sering mendengar kamu sebut nama itu, dan lelaki yang bersamanu dipernikahan kita juga menyebut nama itu sebagai kekasihmu." Ali tertawa sinis, dan berjalan mendekati Lyana, berdiri bersisian namun berbeda pemandangan.
"Baguslah, jadi tidak ada yang harus aku tutupi dari kamu lagi." Lyana mengangguk kecil membenarkan ucapan ali, "Berbagi hati denganmu? Sudah lama aku lakukan.. Aku sangat mencintai Marsha, dan sangat membencimu!!" Lyana menoleh kearah ali yang ada disampingnya, dan ali pun juga menatap prilly dengan tatapan remeh nya. "Membencimu sudah jadi bagian dari hatiku, jadi nikmati saja hasil dari kebencian ku. Nyonya Aliandra Zean Syarief."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Hanya Milikku Reboot
RomancePenderitaan karna cinta masih sanggup aku tahan, tapi ketidakjujuranmu tak bisa aku maafkan