Mulainya Alam

89 17 13
                                    


Sorak sorai para penonton menyanyikan lagu bersama artis closing di acara tahunan kampusku dan Wira malam itu. Aku menunggu Sabtu yang sudah turun panggung semenjak 20 menit yang lalu di depan pagar batas backstage tempat beberapa anak media partner mengambil nafas. Tidak seperti biasanya, aku semangat mengikuti sampai acara selesai dan menjadi salah satu wartawan paling bawel saat press conference. Rasanya liputan kali ini aku ingin cepat-cepat pergi dan bertemu dengan Wira CS.

"Yo Anya!"

Suara khas Jae memanggil dari sisi lain pagar diikuti oleh Wira dan Alam yang sedang kerepotan membawa tas berisi alat musik serta tetek bengek peralatan manggung mereka.

"Eh gue nitip lagi besok gue ambil ke apart lu," kata Alam melempar tas hitam berisi bassnya ke pelukan Jae yang sontak diterimanya karena refleks.

"Ini anak kayaknya lupa gue lebih tua dari dia deh," Jae membalas sembari menggerutu.

Alam dan Wira berjalan melewati Jae yang terpaksa berhenti di bawah cahaya lampu untuk menyesuaikan panjang tali tas bass Alam. Wira yang berjalan di depan Alam melempar senyum lebarnya ke arahku lalu melambaikan tangan meminta panitia yang menjaga pintu pagar untuk membukakan pintunya untuk ia lewati.

"Kamu gak nonton closing?" kata Wira sembari berjuang melewati pagar menenteng tas kotak hitam panjang berisi keyboard kesayangannya dan sebuah tas gitar. Bisa kulihat sekilas sosok Alam di belakangnya menghentakkan kakinya ke tanah, menunggu tidak sabar.

"Enggak, biar anak baru aja yang nulis beritanya"

Setelah Wira berhasil melewati pagar ia berterimakasih kepada panitia yang tadi membantunya dan Alam pun berjalan melintasi pagar dengan mudah kemudian berjalan ke arahku.

"Laper gak kamu ma-"

"Sori Wir" kata Alam bergerak di antara aku dan Wira.

"Anya boleh gue pinjem gak....ehm malem ini aja kok" Alam lalu menggengam tanganku tanpa peringatan. Matanya menatap lurus kepada kedua mata Wira. Wira yang aku yakin sama terkejutnya sepertiku, berusaha menutupi kebingungannya. Aku yakin dalam kepalanya ia sedang hati-hati memproses apa yang akan ia katakan selanjutnya.

"Bang-" kataku pelan berusaha memecah kecanggungan yang kemudian dipotong oleh Wira.

"Iya sok lam. Lagian gue mesti nunggu Swara beres ketemu fansnya tuh," Wira membalas ringan lalu dengan ujung matanya ia menunjuk tas gitar Swara yang tersampir di pundaknya.

Alam mengangguk lalu tersenyum kecil ke arah Wira. Namun saat ia hendak berbalik masih menggandeng tanganku, Wira menangkap tangannya. Lalu berbicara dengan pelan namun terdengar jelas di telinga Alam.

"Jaga. baik-baik. Anya."

Dengan tangannya yang bebas ia mengacungkan jempol lalu melanjutkan menggeret pergelangan tanganku sebelum Jae keluar dari pagar. Saat aku berjalan menjauh aku masih bisa mendengar Jae, "Loh kok Anya gak balik sama lu Wir?"

Alam menarikku menjauh dari kerumunan orang-orang menuju ke lapangan parkir motor lebih tepatnya ke Martin, motor sport kesayangannya. Alam tersenyum sembari menyender ke motornya.

"Suka Mawar gak?" tanya Alam sambil merogoh kantong jaket jeansnya.

"Sukalah, gadis bandung mana yang gak kelepek-kelepek kalau liat Sam lagi main git-"

"Oke, skip! Kalau-"

"Eh-eh kok di skip, emang kenapa"

"Mereka lagi bikin secret stage di Bandung..Deket sini sih..dan gue lumayan deket sama Sam jadi-"

"DEMI APA?!? " Aku refleks menarik lengan jaket jeans milik Alam. Reaksinya tidak seperti biasanya. Normalnya dia akan menyuruhku untuk pergi lalu dia menjadi kesal dengan tingkahku yang kemudian membuatku juga jadi kesal. Tapi tidak kali ini. Alam hanya terkekeh melihat tingkahku dan kemudian unexpectedly mengangkat kedua tangannya mengalah.

"Iya-iya oke kita nonton Mawar"

Sabtu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang