[Disclaimer : One Piece hanyalah milik Oda, saya disini untuk membuat cerita fiksinya saja~]
---------------------------------------------------------
"Jadi bagaimana? Apa kau sudah merasa hangat?" tanya Law dengan lembut yang justru terdengar seperti sebuah godaan.
Uh, apa yang barusan dilakukannya? Kenapa dia berkata seperti itu? Jujur saja, ingin rasanya Nami marah dan memberontak. Biasanya ia akan menghajar Luffy, Zoro, Sanji dan yang lainnya apabila mereka membuatnya kesal. Tapi yang barusan dilakukan Law terhadapnya sungguh membuat ia tidak berdaya.
Darah yang mengalir lebih cepat benar-benar membuat tubuhnya jadi lebih hangat. Bahkan lebih hangat dari sebelumnya. Ditambah lagi dengan cara Law menatapnya dari dekat. Tatapan itu...kecupan itu...dan suaranya itu...entah kenapa rasanya menggoda sekali.
Nami bahkan tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun. Pipinya benar-benar memerah dan wajahnya sungguh terlihat konyol. Ia bahkan tidak menyangka bahwa hal seperti ini akan terjadi. Seorang Law yang tertutup itu mengecup bibirnya di malam yang dingin dan sepi, yang mana hanya ada mereka berdua di tempat yang terkunci.
"Kenapa diam saja? Apa yang kau rasakan sekarang?" oh...lagi-lagi suaranya itu terdengar sangat menggoda. Tak tanggung-tanggung ia menatap langsung mata Nami sambil menyeringai.
"A-a...apa-apaan...yang-"
Baru saja gadis itu mengumpulkan nyalinya untuk berbicara, tapi Law langsung mendekapkan bibirnya lagi. Dan lebih lama lagi.
"Mph..." Nami menahan napas. Tangannya mencoba menahan dada Law untuk menghentikan tindakannya yang seenak jidat itu. Tapi Law terus menekan tubuhnya hingga lebih dekat lagi. Terlalu kuat untuk dihentikan.
Setelah sekian menit kecupan itu berlangsung, Law melepaskan bibirnya dan menghela napas, "tidakkah kau merasakan sesuatu?"
Wajah Law semakin memerah. Efek dari alkohol membuatnya hilang kendali. Malam itu ia menjadi seseorang yang sangat terbuka pada Nami.
Begitu lepas dari jeratan Law, buru-buru Nami menutup mulut dengan kedua tangannya. "Ti-tidak seharusnya kau melakukan itu, Law!" cetusnya dengan gelagapan. Keringat bercucuran dari kepalanya. Jantungnya masih berdetak kencang. Saking kencangnya mungkin saja Law dapat mendengarnya.
Law berniat melakukan hal tersebut untuk membuat gadis itu berhenti menertawakannya. Sekarang Nami memang sudah berhenti tertawa. Tapi tidak tahu kenapa saat bibir mereka saling bersentuhan, Law merasa tertarik untuk mencoba dan mencobanya lagi. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Hal yang paling seru dan menantang yang ingin ia geluti, mengecup bibir seorang gadis bernama Nami. Tak disangka rasanya akan semenakjubkan begini.
Tapi gadis itu sudah ketakutan setengah mati dan terlihat was-was. Dengan sempoyongan Law mulai memberi jarak pada Nami yang memojok di sofa. Sambil memegang sebelah kepalanya yang terasa sedikit pusing ia melirik ke kanan dan kiri, mencari-cari dimana ia meletakkan botol brandy-nya tadi.
Hampir saja ia lupa, botol brandy itu sudah kosong dan tergeletak di atas lantai. Baginya sebotol brandy masih belum cukup untuk membuatnya menjadi lebih 'gila' lagi. Ia melihat botol brandy milik Nami yang masih tersisa. Botol itu diletakkannya di meja monitoring, disamping sofa yang mereka duduki sekarang.
Law segera meraih botol itu, lalu meneguk sisanya hingga habis.
"Eh? Apa yang kau lakukan? Kau sudah mabuk, berhentilah minum!" Nami bangkit dari sofa dan meraih tangan Law bermaksud untuk menghentikannya. Ia juga khawatir akan terjadi hal yang lebih parah lagi dari sebelumnya kalau pria itu sampai tidak sadarkan diri.